Petani Kecil Boleh Kembangkan Varietas Tanpa Izin
Berita

Petani Kecil Boleh Kembangkan Varietas Tanpa Izin

Pemerintah seharusnya tidak mempersulit para petani kecil.

ASH
Bacaan 2 Menit
Petani Kecil Boleh Kembangkan Varietas Tanpa Izin
Hukumonline

Majelis hakim MK mengabulkan sebagian pengujian sejumlah pasal UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dengan memberi tafsir konstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap kata “perseorangan” dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman tidak termasuk petani kecil. Artinya, petani kecil dibebaskan mengembangkan varietas unggul tanpa harus mendapat izin pemerintah.

“Kata ‘perseorangan’ dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil,” kata Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan putusannya, di Gedung MK, Rabu (18/7). 

Sehingga redaksional Pasal 9 ayat (3) berubah menjadi berbunyi, “Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin kecuali untuk perorangan petani kecil.”

Demikian pula Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. Sehingga redaksional Pasal 12 ayat (1) berubah menjadi berbunyil, “Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam negeri.”

Mahkamah berpendapat kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah oleh badan hukum harus berdasarkan izin. Hal ini bisa menimbulkan kerugian serius bagi petani. Misalnya mengumpulkan plasma nutfah ternyata setelah diedarkan, tanpa izin dan tanpa dilepas oleh Pemerintah, hasilnya tidak baik atau kurang atau malahan tanpa hasil. Tetapi, bagi perorangan petani kecil yang sehari-hari kehidupan mereka di sektor pertanian tidak mungkin akan berbuat sesuatu yang  merugikan diri mereka sendiri.

“Sebagai petani kecil warga negara Indonesia, Pemerintah yang berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, harus membimbing dengan melakukan pendampingan kepada mereka, bukan malahan mempersulit mereka dengan keharusan mendapatkan izin,” papar Hakim Konstitusi, M. Alim saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Menurut Mahkamah petani kecil sebetulnya telah mencari dan mengumpulkan plasma nutfah dalam kegiatan pertaniannya sejak lama. Bahkan, dapat dikatakan menjadi pelestari karena dengan pola pemilihan tanaman sebetulnya petani telah memilih varietas tertentu yang dianggap menguntungkan. Potensi petani kecil sangatlah besar, sehingga pemerintah wajib melindunginya.

Terkait hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri yang menurut Pasal 12 sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas pemerintah dilarang diedarkan. Ketentuan itu bentuk kewaspadaan pemerintah untuk mencegah tindakan sabotase di sektor pertanian, khususnya varietas hasil pemuliaan dan introduksi dari luar negeri.

Akan tetapi, khusus varietas hasil pemuliaan dalam negeri oleh perorangan petani kecil, yang mata pencaharian mereka dari hasil pertanian. Bahkan, secara turun temurun berkecimpung dalam dunia pertanian adalah tidak mungkin melakukan sabotase pertanian. Perorangan petani kecil, justru mewarisi atau memiliki kearifan lokal di sektor pertanian yang dapat ditumbuhkembangkan ikut memajukan sektor pertanian.

Menurut Mahkamah, Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman yang mengharuskan pelepasan oleh Pemerintah dan melarang pengedaran hasil pemuliaan dan introduksi dari luar negeri pada ayat (2) yang tidak lebih dahulu dilepas oleh pemerintah bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ketentuan itu tidak berlaku bagi hasil pemuliaan tanaman yang dilakukan oleh perorangan petani kecil dalam negeri untuk komunitas sendiri.  

Kuasa hukum pemohon, Koto Sitorus mengaku agak kecewa dengan putusan MK ini karena Pasal 5 dan Pasal 6 tidak dikabulkan. Tetapi, putusan itu patut dihargai karena masih berpihak pada petani kecil. “Setelah putusan ini, petani kecil bebas untuk mengembangkan varietas walaupun tanpa izin sertifikasi, selama ini petani kecil selama didiskriminasi dan ditentang pemerintah,” kata Koto.  

Namun, menurut dia definisi petani kecil belum jelas kriterianya, sehingga diharapkan putusan ini bisa ditindaklanjuti dengan menerbitkan peraturan pemerintah. “Makanya, kita akan terus kawal jika peraturan pemerintah terbit untuk menghalau unsur-unsur sistem kapitalisme.”   

Untuk diketahui, pengujian undang-undang ini diajukan oleh Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API) dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa). Mereka memohon pengujian Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 9 ayat (3), dan Pasal 12 ayat (1), (2), dan Pasal 60 UU Sistem Budidaya Tanaman.

Tags: