Petani Kecil Boleh Kembangkan Varietas Tanpa Izin
Berita

Petani Kecil Boleh Kembangkan Varietas Tanpa Izin

Pemerintah seharusnya tidak mempersulit para petani kecil.

ASH
Bacaan 2 Menit

Terkait hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri yang menurut Pasal 12 sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas pemerintah dilarang diedarkan. Ketentuan itu bentuk kewaspadaan pemerintah untuk mencegah tindakan sabotase di sektor pertanian, khususnya varietas hasil pemuliaan dan introduksi dari luar negeri.

Akan tetapi, khusus varietas hasil pemuliaan dalam negeri oleh perorangan petani kecil, yang mata pencaharian mereka dari hasil pertanian. Bahkan, secara turun temurun berkecimpung dalam dunia pertanian adalah tidak mungkin melakukan sabotase pertanian. Perorangan petani kecil, justru mewarisi atau memiliki kearifan lokal di sektor pertanian yang dapat ditumbuhkembangkan ikut memajukan sektor pertanian.

Menurut Mahkamah, Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman yang mengharuskan pelepasan oleh Pemerintah dan melarang pengedaran hasil pemuliaan dan introduksi dari luar negeri pada ayat (2) yang tidak lebih dahulu dilepas oleh pemerintah bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ketentuan itu tidak berlaku bagi hasil pemuliaan tanaman yang dilakukan oleh perorangan petani kecil dalam negeri untuk komunitas sendiri.  

Kuasa hukum pemohon, Koto Sitorus mengaku agak kecewa dengan putusan MK ini karena Pasal 5 dan Pasal 6 tidak dikabulkan. Tetapi, putusan itu patut dihargai karena masih berpihak pada petani kecil. “Setelah putusan ini, petani kecil bebas untuk mengembangkan varietas walaupun tanpa izin sertifikasi, selama ini petani kecil selama didiskriminasi dan ditentang pemerintah,” kata Koto.  

Namun, menurut dia definisi petani kecil belum jelas kriterianya, sehingga diharapkan putusan ini bisa ditindaklanjuti dengan menerbitkan peraturan pemerintah. “Makanya, kita akan terus kawal jika peraturan pemerintah terbit untuk menghalau unsur-unsur sistem kapitalisme.”   

Untuk diketahui, pengujian undang-undang ini diajukan oleh Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API) dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa). Mereka memohon pengujian Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 9 ayat (3), dan Pasal 12 ayat (1), (2), dan Pasal 60 UU Sistem Budidaya Tanaman.

Tags: