Pesta Gay, Jerat Hukum Pencabulan Sesama Jenis
Berita

Pesta Gay, Jerat Hukum Pencabulan Sesama Jenis

Pasal 292 KUHP hanya melarang pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan jenis kelamin yang sama, tidak tegas melarang pencabulan antar orang dewasa. Makanya, Penyidik hanya menjerat panitia penyelenggara pesta gay dengan Pasal 296 KUHP dan UU Pornografi terkait larangan menyediakan jasa pornografi yang menawarkan/memamerkan aktivitas layanan seksual.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hubungan sesama jenis. Foto: Hol
Ilustrasi hubungan sesama jenis. Foto: Hol

Berdasarkan informasi dari masyarakat, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menggerebek dan mengungkap sebuah pesta seks gay (hubungan sesama jenis laki-laki) berlangsung di sebuah apartemen di wilayah Jakarta Selatan, Sabtu (29/8/2020) kemarin. Tarif tiketnya sebesar Rp150 ribu per orang dan undangannya disebar melalui via media sosial. 

"Mereka membuat undangan melalui media sosial, dia persiapkan kurang lebih satu bulan dan dia promosikan di grup WhatssApp dan Instagram," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus di Mako Polda Metro Jaya, Rabu (2/9/2020) seperti dikutip Antara. (Baca Juga: Dalih Wewenang Pembentuk UU, MK Tolak Perluasan Pasal Kesusilaan)  

Yusri mengatakan grup WhatssApp tersebut beranggotakan sekitar 150 orang dan 80 orang di akun Instragramnya. Kedua akun tersebut menurut pengakuan penyelenggara dibuat sekitar Februari 2018 dan sudah enam kali menggelar kegiatan pesta seks gay ini. Para peserta pesta seks sesama jenis itu harus mengirimkan sejumlah uang kepada penyelenggara acara sebagai bukti untuk ikut serta. "Sekitar Rp150 ribu sampai Rp350 ribu untuk setiap peserta," kata Yusri.

Penyidik juga mengungkap peserta dan panitia penyelenggara pesta asusila sesama jenis ini berusia rata-rata 20 tahun hingga 40 tahun. "Mereka ini rata-rata di atas 20 tahun semua, bahkan ada yang melebihi 40 tahun," lanjut Yusri.

Saat menggerebek pesta asusila sesama jenis tersebut polisi mengamankan sebanyak 56 orang dan 9 orang diantaranya diketahui sebagai penyelenggara pesta. Sisanya, 47 orang sebagai peserta pesta gay. Yusri mengatakan diantara 56 orang tersebut ada yang berstatus sudah menikah, namun tidak menjelaskan lebih lanjut siapa dan berapa orang yang berstatus sudah menikah. "Ya, sudah ada yang menikah," kata dia.

Penyidik tidak menemukan pelaku di bawah umur saat menggerebek kegiatan tersebut. Lebih lanjut, Yusri mengungkapkan keberadaan komunitas ini sangat sulit terlacak karena sifatnya yang sangat tertutup dan anggota yang saling mengenal satu sama lain. "Karena mencari komunitas ini kan memang sulit, mereka berkumpul dalam satu komunitas media sosial dan sangat tertutup.”

Usai penggrebekan ini, Penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka karena perannya sebagai penyelenggara pesta gay itu. Inisial sembilan tersangka tersebut adalah TRF, BA, NA, KG, SW, NM, A, WH. Sedangkan 47 orang lain yang menjadi peserta pesta gay tidak ditahan dan hanya berstatus sebagai saksi.

Adapun barang bukti yang disita polisi dari penggerebekan tersebut antara lain delapan kotak alat kontrasepsi; satu kotak “tissue magic”; satu buku registrasi; tiga botol pelumas; delapan botol obat perangsang; dan bukti transfer pembelian tiket masuk pesta. "Ini kita jadikan saksi dan masih kita dalami terus, kita tidak lakukan penahanan kepada 47 orang ini." 

Atas perbuatannya, kesembilan tersangka dijerat Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 33 jo Pasal 7 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi terkait larangan menyediakan jasa pornografi yang menawarkan/memamerkan aktivitas layanan seksual dengan ancaman pidana minimal 2 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara dan atau pidana denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp7,5 miliar.   

Pasal 296 KUHP menyebutkan “Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”

Lalu, bagaimana hukum pidana Indonesia mengatur perbuatan hubungan sesama jenis ini baik sesama laki-laki maupun sesama perempuan, apakah pelakunya bisa dipidana?

Mengutip rubrik Klinik Hukumonline disebutkan perkawinan sesama jenis tidak diakui/dikenal hukum Indonesia. Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, negara hanya mengakui perkawinan antara wanita dan pria. Selama ini yang dilarang KUHP hanya pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur sebagaimana diatur Pasal 292 KUHP, tidak tegas melarang pencabulan yang dilakukan antar orang dewasa.

Pasal 292 KUHP menyebutkan “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dengan jenis kelamin yang sama, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.” Namun, ada wacana larangan perbuatan cabul antar orang dewasa dengan unsur paksaan bakal dimasukan dalam RUU KUHP yang hingga kini belum jelas kapan akan dibahas dan disahkan?

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan:

1.  Dewasa, telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah pernah kawin.

2.  Jenis kelamin sama, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.

3.  Tentang perbuatan cabul, segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Dalam arti perbuatan cabul termasuk pula onani.

4.  Dua orang semua belum dewasa atau dua orang semua sudah dewasa bersama-sama melakukan perbuatan cabul, tidak dihukum menurut pasal ini oleh karena yang diancam hukuman itu perbuatan cabul dari orang dewasa terhadap orang belum dewasa.

5.  Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang dewasa itu harus mengetahui atau setidak-tidaknya patut dapat menyangka bahwa temannya berbuat cabul itu belum dewasa.

Melihat Pasal 292 KUHP ada jerat pidana terhadap pelaku pencabulan apabila dilakukan orang dewasa dengan anak di bawah umur yang berjenis kelamin sama. Sebagai contoh kasus dapat dilihat dalam putusan PN Sibolga Nomor 522/ PID.B / 2012 / PN.SBG. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, terbukti terdakwa telah melakukan perbuatan sodomi terhadap saksi korban, yang masih berusia anak-anak. Atas perbuatannya ini, hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti memenuhi unsur Pasal 292 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun.    

Seperti diketahui, upaya mendorong agar pelaku pencabulan sesama jenis antar orang dewasa bisa dipidana pernah diperjuangkan Guru Besar IPB Prof Euis Sunarti bersama 11 pemohon lainnya melalui pengujian Pasal 284 KUHP (perzinaan), Pasal 285 KUHP (pemerkosaan), dan Pasal 292 KUHP (pencabulan sesama jenis) pada Juni 2016. Euis Sunarti dkk meminta MK memperluas makna larangan perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan sesama jenis agar sesuai jiwa Pancasila, konsep HAM, nilai agama yang terkandung dalam UUD 1945.        

Salah satunya, frasa “yang belum dewasa” dan frasa “sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum dewasa” dalam Pasal 292 KUHP dinilanya menunjukan negara hanya memberi kepastian perlindungan hukum terhadap korban yang diketahuinya yang diduga belum dewasa. Atau tidak memberi perlindungan terhadap korban yang telah dewasa. Karena itu, para pemohon meminta setiap perbuatan cabul sesama jenis baik dewasa maupun belum dewasa termasuk homoseksual seharusnya dapat dipidana (lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT).  

Namun, permohonan ini kandas, karena Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian pasal perzinaan, pemerkosaan. dan pencabulan sesama jenis dalam KUHP. Dalam putusan bernomor 46/PUU-XIV/2016 yang dibacakan Kamis (14/12/2017), intinya MK beralasan pengujian permohonan Guru Besar IPB Euis Sunarti dkk ini masuk wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (UU) untuk mengubah norma delik dalam UU.

Tags:

Berita Terkait