Pesan Roy Riady, Jaksa yang Tangani Dua Perkara Obstruction of Justice Advokat
Utama

Pesan Roy Riady, Jaksa yang Tangani Dua Perkara Obstruction of Justice Advokat

“Jangan menegakkan hukum dengan cara melawan hukum”. Pesan ini juga berlaku untuk jaksa.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Penuntut umum KPK, Roy Riyadi. Foto: RES
Penuntut umum KPK, Roy Riyadi. Foto: RES

Ada sejumlah advokat yang tersandung kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi dua di antaranya, yakni Fredrich Yunadi dan Lucas, kesandung dugaan pelanggaran Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Pasal ini dikenal sebagai aturan tentang merintangi atau menghalang-halangi penyidikan.

Pengadilan telah menjatuhkan hukuman penjara kepada Fredrich Yunadi dan Lucas. Yunadi dihukum pada tingkat kasasi 7,5 tahun penjara; sedangkan Lucas dihukum 7 tahun penjara pada tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dengan kata lain, sejauh ini majelis hakim sudah memutuskan surat dakwaan penuntut umum KPK terbukti.

Sanksi relatif berat yang dijatuhkan pengadilan itu membuat dunia advokat meradang. Sejumlah advokat dari Peradi Jakarta Selatan mengajukan uji materi Pasal 21 UU Pemberantan Tindak Pidana Korupsi tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan uji materi itu sudah didaftarkan pada 20 Maret lalu. Octolin Hutagalung, salah seorang pemohon judicial review, berargumen bahwa Pasal 21 tersebut sangat meresahkan advokat yang menjalankan profesi.

“Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor dinilai sangat meresahkan kalangan advokat dan rawan kriminalisasi advokat. Bahkan, beberapa advokat sudah menjadi korban kriminalisasi akibat berlakunya pasal ini,” ujarnya.

(Baca juga: Giliran Advokat Peradi Uji Pasal Obstruction of Justice).

Keberhasilan membawa kedua advokat tersebut ke kursi terdakwa tentu saja adalah kerja bersama tim, mulai dari penyidik hingga penuntut umum. Surat dakwaan terhadap Fredrich Yunadi dan Lucas harus dipertahankan penuntut umum di muka persidangan. Tugas penuntut umum pada dasarnya adalah membuktikan dakwaannya. Perkara Lucas, misalnya, ditangani penuntut umum Abdul Basir, Roy Riady, N.N Gina Saraswati, dan Nur Haris Arhadi.

Nama Roy Riady juga ada dalam perkara Fredrich Yunadi. Di pengadilan, jaksa yang memperoleh gelar sarjana hukum dari salah satu perguruan tinggi di Sumatera Selatan  secara keras mengkritik perilaku terdakwa di ruang sidang. Ia meminta majelis bersikap tegas. Dalam perkara Lucas, Roy masih harus bersiap mengajukan argumentasi bersama tim jaksa jika ada permohonan banding.

(Baca juga: 8 Kesamaan Perkara Lucas dan Fredrich Yunadi).

Hukumonline berkesempatan mewawancarai jaksa yang telah bergabung dengan KPK sejak 2014 itu. Tetapi wawancara ini tidak bicara spesifik mengenai kasus tertentu, melainkan lebih pada pengalamannya sebagai jaksa menangani kasus yang melibatkan aparat penegak hukum lain. Lulusan magister hukum ini punya pesan penting kepada para aparat penegak hukum: jangan menegakkan hukum dengan cara melawan hukum. Berikut petikannya:

Bagaimana kesan Anda ketika menangani perkara menghalangi penyidikan yang dilakukan advokat?

Yang pasti saya merasa setiap penanganan perkara memiliki karateristik masing-masing termasuk perkara menghalangi penyidikan yang melibatkan advokat.  

Apa kesulitan yang dihadapi ketika menangani perkara yang melibatkan advokat sebagai terdakwa?

Berbicara kesulitan penanganan perkara, secara general saya ingin katakan itu dapat dilihat dari keadaan yang ada dalam diri pelaku untuk membuat modus atau cara ia melakukan perbuatan sampai cara ia mencari alibi buat pembelaannya ketika ia dihadapkan di persidangan. Keadaan ini bisa diartikan jika ia memiliki profesi yang mengerti hukum. Contohnya ketika dalam suatu perkara, keterangan saksinya berdiri sendiri tetapi berangkai atau saling keterkaitan. Potensi rekayasa saksi untuk kepentingan terdakwa di sidang cukup besar karena berusaha memutus fakta hukum perbuatan tersangka/terdakwa. Adapun dengan cara salah satu saksi mencabut keterangan di persidangan tanpa alasan yang jelas lalu menciptakan alibi seolah olah tersangka/terdakwa bukan pelakunya. Cara-cara, modus, atau pembelaan ini tentunya dilakukan tidak semua tersangka/terdakwa dalam setiap perkara. Yang bisa melakukan tentulah tersangka/terdakwa tertentu yang memiliki pengaruh atau profesi atau pengalaman di bidangnya. 

Apa ada perbedaan penanganan perkara korupsi halangi penyidikan yang dilakukan advokat dengan perkara korupsi lainnya seperti suap atau gratifikasi, atau halangi penyidikan yang dilakukan bukan oleh advokat?

Saya kira perbedaannya karena advokat itu paham hukum dan biasa beracara juga di sidang (litigasi), sehingga ketika kami mendakwakan proses menghalangi penyidikan, ia akan mencari argumentasi untuk pembelaan kalau perbuatannya itu bagian dari “tugas dan kewenangan sebagai advokat”. Selain itu dalam proses pembuktiannya akan mempersoalkan semua alat bukti yang dihadirkan di persidangan, baik itu dari keterangan saksi, bukti elektronik sampai barang bukti. Dan itu menjadi hal yang lumrah bagi terdakwa apalagi profesi advokat mempersoalkan alat bukti JPU di sidang untuk pembelaan mereka lepas dari dakwaan. 

Apa ada kiat khusus menghadapi terdakwa advokat yang pada dasarnya memang paham hukum?

Kiat khususnya hanya kita pahami dengan konstruksi hukum dakwaan kita, alat bukti yang mau kita hadirkan di persidangan. Termasuk aturan dan cara mendapatkannya agar dapat meyakinkan hakim.

Apa Anda dan tim penuntut umum perlu melakukan pengkajian khusus mengenai klausula “menghalangi penyidikan” yang dilakukan advokat?

Kami JPU mempelajari literatur dan beberapa putusan berkaitan dengan “menghalangi penyidikan” (obstruction of justice). Juga mempelajari mengenai UU Advokat yang mengatur tugas dan kewenangan advokat. Selanjutnya jika ada perkara yang dilakukan oleh oknum advokat, kami berdiskusi bersama mengidentifikasi perbuatan seperti apa yang menyangkut “obstruction of justice” untuk advokat. Hal ini penting, jangan sampai perbuatan itu bagian dari perbuatan tugas dan kewenangan selaku advokat. 

Hukumonline.com

Roy Riyadi, penuntut umum KPK yang menangani perkara obstruction of justice. Foto: RES

Dari dua perkara advokat halangi penyidikan yang Anda tangani terdakwa selalu meminta untuk saling menghormati sesama aparat penegak hukum, apa tanggapan anda mengenai hal ini?

Ya, sependapat untuk menghormati sesama aparat penegak hukum. Oleh karena itu kita harus melaksanakan tugas dan kewenangan kita sesuai dengan aturan hukum, baik itu advokat, penuntut umum maupun penegak hukum lain. Mungkin itu yang saya pahami kita harus saling menghormati sesama aparat penegak hukum untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum termasuk dalam hal melaksanakan tugas profesi masing-masing.

Berangkat dari dua kasus ini, apa pesan penting yang perlu dilakukan oleh advokat Indonesia agar terhindar dari Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor?

Pesannya juga bukan hanya buat advokat, juga khusus buat pribadi saya dan semua penegak hukum lainnya. Subyek Pasal 21 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) itu adalah ‘setiap orang’; siapapun itu, dengan profesi apapun. Khusus Pasal 21 itu menurut saya ruhnya bagaimana dari proses peradilan tindak pidana korupsi yang dikategorikan extra ordinary crime itu baik tingkat penyidikan sampai penuntutan di persidangan dapat berjalan dengan lancar sebagaimana asas penerapan di peradilan yaitu asas sederhana, cepat dan biaya ringan sehingga jangan menegakkan hukum dengan cara melawan hukum.

Apa prinsip hidup Anda sebagai jaksa ketika diberi amanah untuk menangani perkara?

Berusaha lakukan yang terbaik. Amanah itu. Amanah itu berat pertanggungjawabannya. Dalam agama yang saya yakini yaitu Islam, semua amanah akan dipersoalkan atau dihisab sama Allah Azza wa Jalla.

Tags:

Berita Terkait