Pesan Lawyer Agar Komika Tak Terjerat Masalah Hukum
Berita

Pesan Lawyer Agar Komika Tak Terjerat Masalah Hukum

Sebaiknya hal-hal sensitif, terutama yang berbau agama tidak dijadikan bahan lelucon.

M-26
Bacaan 2 Menit

 

“Tapi komikanya tidak sadar. Komika malah merasa keren karena ngebawain jokes yang berat,” ucapnya.

 

Kemudian, Arry menyarankan agar si komika menyadari terlebih dahulu apakah jokes soal agama yang dibawakannya membuat pemeluk agama lain tersinggung atau sebaliknya. Arry sendiri mengaku memiliki beberapa jokes tentang agama yang terpaksa tidak pernah dibawakan dikarenakan kekhawatiran ada unsur-unsur pasal penghinaan atau penistaan agama di dalamnya.

 

“Apalagi agama saya sendiri mengajarkan bahwa ayat-ayat suci, hadits, atau nabi itu memang sebaiknya jangan dibuat becandaan,” ujarnya.

 

Di samping itu, memasuki tahun politik, Arry mengingatkan memang bisa saja ada kelompok-kelompok tertentu yang senang memprovokasi, memelintir, atau menggoreng isu apa saja untuk kepentingan mereka. Namun bukan berarti Arry melarang orang lain, terutama komika untuk menyampaikan materi stand up yang ada unsur agamanya. Lantas, bagaimana caranya membuat materi yang kritis, lucu, ada unsur agamanya tapi tidak menyinggung dan menimbulkan persoalan hukum?

 

(Baca Juga: Ketika Stand Up Comedian ‘Ngoceh’ Soal Hukum)

 

Pertama, komika harus lebih sensitif dan bijak dengan konten jokes-nya. Mereka harus sadar ada tanggungjawab dan konsekuensi dari setiap materi yang disampaikan. “Ini memang tidak gampang, jadi komika juga jangan sekadar ngejar lucu. Kalau ngejar lucu itu gampang, nyeleneh sedikit soal Nabi/Rasul, ayat suci atau agama, kesannya pasti langsung lucu. Tapi apa iya orang lain tidak tersinggung?” katanya.

 

Di sisi lain, lanjut Arry, banyak juga komika lain yang membahas materi agama, lucu, dan aman-aman saja. Misalnya, pengalaman si komika menahan kentut ketika sholat, atau salah jadi imam, dan lain-lain. “Itu pengalaman yang jujur, natural, dan banyak orang lain mengalami hal serupa, jadi relevan dan sah-sah saja,” ujarnya.

 

Jadi ia menyimpulkan, rumus pertama soal materi agama, jangan membicarakan agama orang lain. Bila si komika itu non-Muslim, jangan mengkritik agama Islam atau umat Muslim karena bisa dinilai tendensius. Hal ini berlaku pula bagi yang Muslim.

 

Kedua, buka wawasan. Khusus konten agama, komika harus pintar bermain dengan benefit of the doubt. Misalnya,  bila membawa isu minoritas sebagai non-Muslim, tapi mengabaikan fakta bahwa di banyak hal dan banyak tempat sebenarnya kaum muslim juga menjadi minoritas. Termasuk mengabaikan fakta bahwa umat Muslim Indonesia jauh lebih toleran daripada umat non-Muslim di belahan dunia lain.

 

“Artinya, fakta jokes yang disampaikan harus bisa dianggap benar atau terjustifikasi, karena tidak bisa dibuktikan sebaliknya,” tutupnya.  

 

Tags:

Berita Terkait