Perwira Polisi Minta Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi
Berita

Perwira Polisi Minta Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi

Pada saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan awal, terdakwa tidak didampingi penasihat hukum.

Mys/Fat
Bacaan 2 Menit
Perwira Polisi Minta Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi
Hukumonline

Mantan Kepala Satuan Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Achmad Rivai, meminta kepada majelis hakim untuk dibebaskan dari tuduhan korupsi. Perwira menengah Polri itu sudah mengembalikan uang Rp200 juta yang pernah dikirim seseorang ke rekeningnya. Ia mengaku sudah mengabdi di kepolisian selama lebih kurang 30 tahun dan tak pernah diproses melalui sidang kode etik.

Permintaan untuk dibebaskan dari dakwaan atau dilepaskan dari tuntutan hukum disampaikan Achmad Rivai dan tim pengacaranya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/2). “Mohon bebaskan saya dari tuntutan hukum,” pinta pria kelahiran April 1960 itu saat membacakan pledoinya.

Sebelumnya, penuntut umum, Sharoli, meminta Rivai dihukum dua tahun penjara dan denda Rp100 juta karena melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan orang lain, termasuk pengusaha Johny Widjaya (diberkas terpisah). Sharoli menggunakan Pasal 5 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Di depan persidangan dipimpin ketua majelis Sudjatmiko, Sharoli menyatakan tetap pada rekuisitornya. “Kami tetap pada tuntutan semula,” ujarnya.

Rivai terseret perkara korupsi gara-gara pengelolaan aset pailit PT Sarana Indo Global. Hotel Podomoro Sunter Agung, Jakarta Utara, merupakan salah satu aset yang akan dijual. Saat itu, Polda Metro Jaya menerima pengaduan perkara penipuan dan penggelapan. Polisi menyita dan membuat police line di Hotel Podomoro, serta memblokir sertifikat HGB.

Rivai, seperti dituduh jaksa, membuka garis polisi dan blokir HGB tersebut setelah pengusaha Johny Widjaja tertarik membeli Hotel Podomoro. Johny memerintahkan kuasa hukumnya Tarida Sondang P menyerahkan uang Rp500 juta kepada Rivai. Pada 26 Juni 2008, Sondang mentransfer Rp200 juta ke rekening Rivai. Sisanya, kata Sondang di persidangan, diserahkan langsung secara bertahap tiga kali, masing-masing 100 juta rupiah.


Di dalam persidangan, Rivai, mengakui pernah ada uang 200 juta yang masuk ke rekeningnya tetapi baru tahu setelah diberitahu. Uang itu sudah dikembalikan dua minggu kepada Johny Widjaja setelah dikirim. Sebaliknya, Rivai membantah menerima uang 300 juta sisanya dari Tarida Sondang. “Demi Allah, saya tidak terima uang dari Sondang,” ujarnya.

Hor Agusmen Girsang, pengacara Rivai, menegaskan tidak ada hubungan antara pembukaan garis polisi dan blokir HGB dengan pengiriman uang. Buktinya, Rivai tak pernah tahu ada kiriman uang sampai akhirnya Sondang memberitahu.

Rivai juga tak pernah menjanjikan sesuatu apalagi meminta uang agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Garis polisi dan buka blokir terjadi pada Agustus 2007, berarti sembilan bulan sebelum transfer uang. “Pada waktu ditransfer, Pak Rivai juga sudah tidak bertugas lagi di Kasat Renakta,” tandas Agusmen Girsang.


Itu sebabnya, Agusmen berpandangan kliennya tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi –menerima hadiahatau suap -- sebagaimana dakwaan jaksa. Penasihat hukum dari kantor advokat Junimart Girsang & Rekan itu meminta majelis hakim membebaskan atau melepaskan kliennya dari segala tuntutan hukum.

Tanpa penasihat hukum
Dalam pledoinya, Achmad Rivai meminta majelis hakim memerhatikan fakta saat-saat penyidikan dilakukan. Ia menganggap sebagai korban kezaliman karena perkaranya dipaksakan bahkan ada intervensi. Buktinya, pada saat pemeriksaan awal, ia tidak didampingi penasihat hukum. Itu pula sebabnya, Rivai enggan membubuhkan tanda tangan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) awal. Ia hanya membubuhkan paraf sementara. “Pada saat pemeriksaan awal, saya tidak didampingi penasihat hukum,” kata perwira polisi ini.

Kepada hukumonline seusai sidang, Rivai mengaku tidak tahu mengapa BAP awal yang tak ditandatangani itu dipakai untuk menyusun surat dakwaan. Seharusnya, BAP demikian tidak sah karena tersangka tidak didampingi penasihat hukum. Permintaannya agar dilakukan penyidikan lanjutan diabaikan. “Saya menolak tanda tangan, tetapi (perkaranya) tetap dilanjutkan ke kejaksaan”.

Rivai juga menyinggung kondisinya saat penyidikan. Saat berkoordinasi dengan penasihat hukum di awal penyidikan, Rivai jatuh pingsan, dan dirawat empat hari di RS AL Mintohardjo. Meskipun kesehatannya belum pulih, kata Rivai, penyidik terus datang dan memaksakan proses penyidikan bahkan mengenakan status tahanan. Hingga akhirnya ia dibawa lagi ke RS Polri Soekanto. “Saya depresi berat,” kata Rivai dengan suara lirih.

Kalau tidak ada aral melintang, majelis hakim akan membacakan vonis terhadap Rivai pada 20 Februari mendatang.

Tags: