Perusakan Lingkungan Didominasi Korporasi
Berita

Perusakan Lingkungan Didominasi Korporasi

Banyak modus yang dilakukan perusahaan besar dalam memuluskan bisnisnya yang berujung pada kerusakan lingkungan.

KAR
Bacaan 2 Menit
Perusakan Lingkungan Didominasi Korporasi
Hukumonline
Korporasi menempati angka tertinggi sebagai aktor perusak dan pencemaran lingkungan hidup. Persentase perusakan dan pencemaran oleh korporasi menembus angka 82,5%. Dalam hal ini, pertambangan dan hutan tanaman industri (HTI) telah menjadi predator puncak ekologis.

Demikian diungkapkan Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, di Jakarta, Rabu (15/1). Menurutnya, industri ekstraktif seperti tambang dan perkebunan sawit merupakan skala besar predator puncak ekologis.

“Ada 52 perusahaan besar yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam, dan agraris,” katanya.

Walhi mencatat, banyak modus yang dilakukan perusahaan besar dalam memuluskan bisnisnya yang pada akhirnya merusak lingkungan. Setidaknya, ada beberapa modus yang sering dilakukan. Misalnya, gratifikasi dalam proses penetapan tata ruang kabupaten. Gratifikasi juga terjadi saat proses tanah hasil alih fungsi, fasilitas proses pengkajian, dan kunjungan ke lapangan. Selain itu sering terjadi suap untuk mempengaruhi usulan review kawasan hutan dari gubernur ke Kementerian Kehutanan.

“Meskipun tanggungjawab yang hendak kita gugat dalam pelanggaran HAM ini adalah aktor di luar negara sebagai elemen pentingnya, namun tetaplah pengurus negara yang harus mengambil peran-peran yang kuat untuk mendesak tanggungjawab korporasi, lembaga keuangan internasional dan aktor non negara lainnya,” tambah Abet.

Menurut Abet, pemerintah bukan saja lemah mengambil peran-peran tersebut. Ia curiga pemerintah saling bertelikung dengan korporasi, bagaimana pelaku bisnis juga berupaya mengelak dari tanggungjawab. Oleh karena itu, marak terjadi pemindahan tanggungjawab atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan kepada negara.

Abet juga menilai, salah satu persoalan lingkungan hidup yang belum secara sistematis disentuh yakni soal ketimpangan sumber daya alam. Sinarmas dan Wilmar dikatakan masih merupakan dua grup raksasa perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Sinar Mas dengan luas 25.111 hektare yang tertanami dan 48.226,23 hektare lahan yang menjadi pencadangan. Sementara itu, Wilmar memiliki 17 anak perusahaan dengan aset seluas seluas 288 ribu ha. Khusus di Kabupaten Kotawaringin Timur, Wilmar memiliki cadangan lahan seluas 74.611,62 hektare, sedangkan 47.213,04 hektare sudah ditanami.

Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Dwitho Frasetiandy mengatakan bencana alam melanda sejumlah wilayah hamper sama seperti tahun lalu. Namun menurutnya, Pulau Jawa menjadi daerah dengan tingkat bencana alam tertinggi di Indonesia. Salah satu penyebabnya, selain faktor alam, adalah faktor manusia yang terlalu berlebihan dalam mengeksploitasi kekayaan alam.

"Hampir semua daerah dan kota tidak ada yang selamat dari bencana alam. Faktor manusia sangat mempengaruhi. Contohnya, pembalakan ilegal membuat hutan menjadi gundul yang berujung pada berkurangnya tingkat penyerapan air. Masyarakat harus lebih peduli dan mencintai lingkungan, agar dapat mengurangi risiko terjadinya bencana alam,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait