Perusahaan BUMN Ditetapkan KPK Tersangka Korupsi
Utama

Perusahaan BUMN Ditetapkan KPK Tersangka Korupsi

Perbuatan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp313 miliar.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjerat korporasi dalam kasus tindak pidana korupsi dengan menjadikan PT Nindya Karya (NK) dan PT Tuah Sejati (TS) sebagai tersangka. Ini kali kedua KPK melakukan proses penyidikan kepada korporasi setelah sebelumnya menjerat PT Duta Graha Indah (DGI) yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Kontruksi Enjiniring (NKE).

 

Setelah melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan sejumlah pihak ditemukan bukti permulaan yang cukup melakukan penyidikan terhadap dua korporasi tersebut. Keduanya, diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.

 

“Penyidikan terhadap PT NK dan PT TS sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan para tersangka (pengurus korporasi) sebelumnya,” kata Ketua KPK Laode M. Syarif dalam konferensi pers di Kantornya, Jumat (13/4/2018). Baca Juga: Jerat Korupsi dalam Aksi Korporasi BUMN, Begini Pandangan Pakar

 

Syarif menjelaskan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono yang merupakan mantan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam yang juga merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Tak hanya itu, ia diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi terkait pelaksanaan pembangunan yang nilai proyeknya mencapai Rp793 miliar.

 

“Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp313 miliar dalam pelaksanaan proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ini,” terang Syarif.

 

Dugaan penyimpangan yang dilakukan korporasi ini meliputi, penunjukkan langsung, Nindya Sejati Join Operation yang sejak awal telah diarahkan sebagai pemenang tender, rekayasa penyusunan HPS, dan penggelembungan harga, serta kesalahan dalam prosedur dimana izin terkait dengan AMDAL dan beberapa izin lain yang seharusnya ada justru dikesampingkan. Namun pembangunan sudah dilakukan.

 

“Diduga laba yang diterima oleh PT NK dan PT TS sebesar Rp94,58 miliar, yaitu PT NK Rp44,68 miliar dan PT TS Rp49,9 miliar,” ungkap Syarif. Ia melanjutkan saat ini KPK telah memblokir rekening PT Nindya Karya dan juga menelusuri aset milik PT Tuah Sejati.

 

Atas perbuatan tersebut baik PT Nindya Karya maupun PT Tuah Sejati dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

 

Dalam kasus korupsi ini, KPK telah memproses empat orang tersangka yang tiga diantaranya sudah divonis bersalah. Pertama, Heru sulaksono divonis 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp23,127 miliar.

Kedua, Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, Ramadhani Ismy divonis 6 tahun penjara ditambah dengan Rp200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp3,2 miliar.

 

Ketiga, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan proyek, Ruslan Abdul Gani divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp4,36 miliar. Sehingga total uang pengganti (kerugian negara) dari tiga terpidana tersebut sebesar Rp31 miliar. 

 

Sedangkan satu tersangka lagi, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang TSA (Teuku Syaiful Ahmad) berkasnya dilimpahkan kepada kejaksaan untuk dilakukan gugatan perdata TUN karena kondisi kesehatannya unfit to trial

 

Salah satu alasan mengapa kedua perusahaan ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, mereka diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi demi mengembalikan kerugian keuangan negara.

 

“Diduga kedua korporasi mendapat keuntungan Rp94,58 miliar yang berisiko tidak dapat dikembalikan kepada negara jika korporasi tidak diproses,” katanya.

Tags:

Berita Terkait