Pertumbuhan Corporate Law Firm Indonesia Lintas Dekade
Corporate Law Firms Ranking 2019

Pertumbuhan Corporate Law Firm Indonesia Lintas Dekade

​​​​​​​Kantor hukum korporasi mulai tumbuh pesat ketika era reformasi menerjang.

Fathan Qorib/Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Perjalanan kantor hukum modern mulai bermunculan sejak disahkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Hal ini tak lepas dari beralihnya kekuasaan pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru. Mulai derasnya investasi asing ke Indonesia di bidang pertambangan, minyak dan gas bumi saat itu, membuat praktik hukum menjadi lebih terogranisir dengan dibentuknya persekutuan perdata atau firma oleh sejumlah advokat.

 

Selama satu dekade sejak disahkannya UU Penanaman Modal Asing, terdapat tiga kantor hukum modern yang lahir. Dikutip dari esai Ahmad Fikri Assegaf yang berjudul “Besar Itu Perlu: Perkembangan Kantor Advokat di Indonesia dan Tantangannya”, ketiga kantor hukum tersebut menjadi generasi pertama kantor advokat modern di Indonesia.

 

Esai ini telah dipublikasikan dalam Jurnal Hukum dan Pasar Modal volume VII/Edisi 10 Juli-Desember 2015 yang diterbitkan oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Dalam artikelnya, Fikri menyebut, ketiga kantor advokat generasi pertama itu adalah kantor advokat Ali Budiardjo Nugroho Reskodiputri (ABNR) yang berdiri pada tahun 1967, kantor advokat Adnan Buyung Nasution & Associates (ABNA/sekarang ABNP) yang berdiri tahun 1969 dan kantor advokat Mochtar, Karuwin, Komar (MKK) yang berdiri tahun 1971.

 

Hingga kini, ketiganya tetap bertahan meski mulai deras bermunculan kantor hukum lainnya. Berdasarkan hasil Survei Indonesia Corporate Law Firms Rankings 2019 yang dilakukan hukumonline.com, terlihat bahwa dari tiga kantor advokat generasi pertama, dua di antaranya masuk dalam 30 besar corporate law firms Indonesia 2019. Sedangkan satu kantor hukum lainnya masuk dalam kategori Recognized Indonesia Midsize Corporate Law Firms 2019.

 

Seluruh responden dalam survei merupakan pelanggan hukumonline.com. Dari ratusan pelanggan yang tercatat sebagai kantor hukum, sebanyak 85 law firm mengisi kuesioner dan sah sebagai responden. Dari jumlah tersebut, kantor hukum tertua adalah ABNR yang berdiri sejak tahun 1967. Sedangkan yang termuda adalah kantor hukum Azwar Hadisupani Rum & Partners yang berdiri tahun 2018.

 

Baca:

 

Jika ditarik ke belakang, setidaknya sudah lebih dari lima dekade perjalanan corporate law firm di Indonesia. Ketiga kantor advokat modern generasi pertama yakni ABNR, ABNP dan MKK masuk dalam kategori Dekade I kantor hukum korporasi Indonesia yakni mulai tahun 1967 hingga 1976. Total fee earners untuk ketiga kantor hukum ini mencapai 174 orang.

 

Mulai di Dekade II, jumlah kantor hukum mulai bertambah berdasarkan hasil survei hukumonline.com. Tentu dari jumlah ini, masih ada kantor hukum lainnya yang berdiri di era ini tapi tidak menjadi responden survei. Total, terdapat 6 kantor hukum yang lahir di periode tahun 1977 hingga 1986 dengan total 261 fee earners. Keenam kantor hukum tersebut adalah, Makarim & Taira S yang berdiri tahun 1980, Frans Winarta & Partners serta Tumbuan & Partners berdiri tahun 1981, Lubis Ganie Suriwidjojo atau LGS berdiri tahun 1985, Lubis Santosa & Maramis Law Firm serta Otto Hasibuan & Associate yang berdiri tahun 1986.

 

Jumlah kantor hukum pada Dekade III juga bertambah tapi tidak signifikan. Jika pada Dekade terdapat 6 kantor hukum, pada Dekade III yakni periode 1987-1996 berjumlah 7 kantor hukum dengan total seluruhnya 367 fee earners. Ketujuh kantor hukum tersebut adalah Brigitta I Rahayoe & Partners (1987), Hadiputranto Hadinoto & Partners atau HHP (1989), Jusuf Indradewa & Partners serta Hanafiah Ponggawa & Partners atau Dentons HPRP yang berdiri tahun 1990, Soemadipradja & Taher (1991), SSEK Indonesian Legal Consultants (1992) dan Makes & Partners (1993).

 

Baca:

 

Sedangkan untuk Dekade IV, jumlah kantor hukum yang muncul mulai meningkat signifikan yakni mencapai 22 law firm dengal total 604 fee earners. Periode pada dekade ini mulai tahun 1997 hingga 2006. Roosdiono & Partners dan Adams & Co berdiri pada tahun 1999. Di tahun 2000, terdapat Hiswara Bunjamin & Tandjung serta Nugroho, Panjaitan & Partners.

 

Pada 2001, terdapat empat kantor hukum yang lahir yakni LexRegis - Agustinus Dawarja & Partners, Ery Yunasri & Partners, Adnan Kelana Haryanto & Hermanto serta Assegaf Hamzah & Partners. Di tahun 2003, kantor hukum Ivan Almaida Baely & Firmansyah (IABF) berdiri. Sedangkan tahun 2004 terdapat empat kantor hukum yang lahir, mereka adalah Demarau Pangestu Counsellors at Law, AZP Legal Consultants, Armand Yapsunto Muharamsyah & Partners dan Ail Amir & Associates.

 

Untuk tahun 2005, ada tiga law firm yakni HWMA Law Firm, HADS Partnership Law Office dan Widyawan & Partners. Sementara pada tahun 2006 lahir enam law firm, mereka adalah Tiendas Law Offices, Wibowo Hadiwijaya & Co, Pamungkas & Partners, Mardova & Associates, Zeto & Associates, serta Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners.

 

Dekade V atau periode 2007-2016, menjadi puncak lahirnya corporate law firm Indonesia yakni sebanyak 38 law firm. Namun dari total fee earners, Dekade V berjumlah 555 orang dan masih di bawah Dekade IV yang totalnya mencapai 604 fee earners.

 

Tahun 2007 ada dua kantor hukum, yakni Darma Legal dan SIP Law Firm. Pada 2008, lahir Arkananta Vennootschap dan Adco Attorney at Law. Di 2009 mulai meningkat yakni sebanyak lima law firm antara lain, Nah'R Murdono Law Office, SAP Advocates, William Soerjonegoro & Partners, Yufendy & Partners serta Bagus Enrico & Partners.

 

Kemudian pada 2010 lahir AKSET Law. Di tahun 2011 terdapat tiga law firm yakni Schinder Law Firm, Law Office Yang & Co serta Ginting & Reksodiputro in association with Allen & Overy. Pada 2012 law firm yang lahir mulai banyak, yakni enam law firm. Mereka antara lain, Hermawan Juniarto & Partners, Anggraeni & Partners, Taufik Riyadi & Partnership Law Firm, Arruanpitu & Partners, Harvardy Marieta & Mauren Attorneys at Law serta Imran Muntaz & Co.

 

Tahun 2013 terdapat empat law firm yang lahir, yakni Irma & Solomon Law Firm, Siregar & Djojonegoro, Nasoetion & Atyanto serta Situmorang & Partners. Ardianto & Masniari Counselors at Law jadi satu-satunya yang berdiri di tahun 2014. Kemudian di tahun 2015 ada ABC Law Indonesia, TNB & Partners, JTAsyer Law Firm serta Siahaan Irdamis Andarumi & Rekan.

 

Tahun 2016 menjadi tahun terbanyak lahirnya corporate law firm pada dekade ini yakni sebanyak 10 law firm. Mereka adalah Guido Hidayanto and Partners, Mendroflaw advocates, Ramadian & Satari, ANSS Counsellors at Law, Haulussy Trenggono & Partners, Pangestu & Hutapea Law Firm, Rivai Triprasetio & Partners, William Hendrik Esther, Prayogo Advocaten Law Office serta Jemi Alberto Zachary & Partners.

 

Terakhir, mulai tahun 2017 hingga sekarang terdapat 9 law firm dengan total 114 fee earners. Rinciannya delapan law firm lahir di tahun 2017 yakni RSA Advocates, Law firm AS & Partner, Andreas Sheila & Partners, Fikry Gunawan Law Firm, KSAD Law Firm, UMBRA, Walalangi & Partners serta Wardhana Kristanto Lawyers. Sedangkan di tahun 2018 hanya Azwar Hadisupani Rum & Partners.

 

Hukumonline.com

 

Dari segi jumlah kantor hukum, Dekade V berada di urutan pertama dengan total 3 law firm. Sedangkan berturut-turut di bawahnya adalah Dekade IV dengan total 22 kantor hukum, periode 2017 hingga sekarang sebanyak 9 kantor hukum. Lalu, Dekade III sebanyak 7 kantor hukum, Dekade II dengan total 6 kantor hukum dan Dekade I berjumlah 3 kantor hukum.

 

Namun dari sisi total fee earners, Dekade IV berada di urutan pertama dengan total 604 fee earners. Kemudian berturut-turut adalah Dekade V dengan total 555 fee earners, Dekade III dengan total 367 fee earners, Dekade II berjumlah 261 fee earners, Dekade I sebanyak 174 fee earners dan periode 2017-sekarang berada di paling buncit dengan total 114 fee earners. Padahal dari jumlah kantor hukum, periode 2017-sekarang lebih banyak dari Dekade I, Dekade II dan Dekade III.

 

Dari data terlihat bahwa pertumbuhan kantor hukum korporasi di Indonesia belum pesat pada Dekade I, II dan III. Perubahan drastis terlihat ketika era reformasi menerjang. Mulai Dekade IV dan Dekade V pertumbuhan kantor hukum korporasi terus melonjak. Hal ini mengindikasikan kompleksnya hukum korporasi di Indonesia dewasa ini ketimbang decade awal kantor hukum modern lahir.

 

Hal tersebut diamini advokat senior yang mendirikan kantor hukum pada Dekade II, Frans Hendra Winarta. Menurutnya, pada saat itu dunia hukum di Indonesia belum sekompleks seperti sekarang. Biasanya, perkara yang berujung ke pengadilan lebih banyak masalah utang piutang atau persoalan pribadi, tidak seperti sekarang yang problematika hukum korporasinya sudah banyak.

 

“Perkembangan di masa saya, belum ada hukum tata negara seperti peradilan tata usaha negara kan belum ada, belum ada peradilan Mahkamah konstitusi, belum ada yang dinamakan class action terus lingkungan hidup belum ada aturannya waktu itu. UU merek masih pakai yang lama, bukan pake first register tapi first user,” kenangnya.

 

Atas dasar itu, lanjut Frans, sangat wajar jika pertumbuhan kantor hukum pada saat itu melambat. Meski mulai ada investasi yang masuk ke Indonesia saat itu, namun, belum sebanyak saat ini. Proyek-proyek pemerintah dan swasta di sektor tambang emas, batubara, minyak dan gas saat dirinya mendirikan kantor hukum masih jarang. Namun, proyek-proyek tersebut terus bertumbuh seiring perkembangan zaman sehingga melahirkan kantor-kantor hukum baru di Dekade III.

 

Baca:

 

Hal senada diutarakan Partner pada Assegaf Hamzah & Partners Ahmad Fikri Assegaf. Saat dirinya mulai berkarier sebagai advokat pada 1992, teknologi pendukung belum secanggih sekarang. Akibatnya, arus informasi menjadi terbatas. Cara-cara manual dari mulai belajar perbandingan hukum dengan negara lain, interaksi dengan klien asing hingga teknologi yang belum canggih menjadi tantangan tersendiri di era tersebut. Dari sisi perekonomian, saat itu negara Indonesia sedang tumbuh. Sehingga, jenis dan besaran transaksi belum sebesar saat ini.

 

“Pasar modal baru mulai ramai sih pada saat itu ya, tapi jenis transaksi cukup terbatas dan investornya juga sangat terbatas. Pada saat itu Indonesia masih didominasi juga oleh konglomerasi, jadi cuman group-group yang besar aja yang bisa mendominasi scene-nya. Kalau sekarang kan sudah sangat berbeda,” tuturnya.

 

Pertumbuhan kantor hukum yang mulai menjamur pada Dekade IV, di mana AHP menjadi salah satunya, lantaran mulai derasnya perubahan dibanding saat dirinya mulai berkarier. Misalnya, internet yang semakin cepat dan mudah, akses regulasi yang terus membuka diri pada investasi hingga mudahnya komunikasi antara penyedia jasa hukum dengan penggunanya.

 

Di era yang semakin canggih ini, lanjut Fikri, mesti ada perubahan dari sisi personal advokat. Keahlian khusus terhadap sektor tertentu, membuat advokat semakin dihargai oleh calon klien, tanpa harus melihat asal kantor hukumnya. “Terlepas spesialisnya itu apakah berada di kantor kecil atau merupakan bagian dari kantor yang besar, itu yang dihargai keahlian spesifiknya seseorang. Jadi orang nyari ahlinya,” katanya.

 

Tantangan lain di era saat ini, Fikri mengatakan, derasnya disrupsi teknologi yang menerpa. Salah satunya berkaitan dengan Artificial Intelligent yang mulai menerpa kerja-kerja seorang advokat. Namun, hal ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh advokat dalam bekerja, bukan menjadi sebuah kekhawatiran.

 

“Law firm yang akan survive adalah law firm yang siap memanfaatkan teknologi itu. Karena dengan kemampuan memanfaatkan tools ini maka nilai kompetitifnya akan jauh lebih kuat,” katanya.

 

Pendiri sekaligus Managing Partner Makes & Partners, Yozua Makes mengatakan, akhir 1980-an kantor hukum sudah mulai masuk ke praktik pasar modal. Ini dikarenakan saat itu, tepatnya Oktober 1987 terbit Paket Ekonomi dari pemerintah yang memberikan berbagai macam insentif untuk menumbuhkan ekonomi termasuk di sektor pasar modal.

 

“Sehingga mulai dari situ pasar modal mulai kenceng, dan itu sudah pada waktu awal 1987 sampai awal 1990-an mulai makin menaik. Makanya kita bentuk Makes tahun 1993,” katanya kepada hukumonline.com, Senin (25/3).

 

Puncaknya, lanjut Yozua, pada saat krisis ekonomi di tahun 1997 di mana penjualan aset pemerintah mulai marak. Kondisi ini terus berjalan hingga terjadinya privatisasi besar-besaran oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang akhirnya memicu lahirnya law firm-law firm baru pada saat itu.

 

Saat itu, ada dua tipe kantor hukum yang muncul berdasarkan pendirinya. Mantan orang-orang yang bekerja di bank yang kena imbas tutupnya kantor mereka dan junior partner atau associate dari kantor hukum Dekade I, II dan III. “Mereka bikin law firm dari uang hasil kompensasi saat mereka berhenti jadi pegawai,” katanya.

 

Meski begitu, ia setuju perlu ada kompetisi sehat antar kantor hukum. Menurutnya, kompetisi tersebut justru yang membuat sebuah kantor hukum dapat bertahan hidup dengan memberikan pelayanan terbaik kepada kliennya. “Jadi tantangannya bagaimana law firm baru dan law firm secara umum mendalami betul hukum Indonesia,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait