Pertanggungjawaban Komando
Kolom

Pertanggungjawaban Komando

Rakyat Indonesia dikejutkan oleh berita pembantaian tujuh orang warga sipil di di Desa Matangmamplan, Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), oleh militer Indonesia. Salah satu korban adalah seorang anak 12 tahun. Harian The Guardian dan BBC dalam laporannya edisi 22 Mei 2003, menggambarkan orang-orang tersebut ditembak satu-persatu oleh personel dari satuan militer berjumlah 100 orang yang menduduki desa tersebut.

Bacaan 2 Menit

 

Pasal 87 Protokol Tambahan I (1977) memperluas tanggungjawab hukum para pemegang komando atas pasukannya. Termasuk di dalamnya, personal-personal lain yang berada di bawah kontrol mereka (other persons under their control). Tanggungjawab ini dapat digunakan (applicable) di semua tingkatan komando

 

PDMD tidak dapat berkilah bahwa dirinya tidak tahu-menahu tentang suatu kejadian. Yang seharusnya dilakukan adalah melakukan konfirmasi kepada perwira di bawahnya tentang kejadian sebenarnya. Bila pelanggaran terjadi, PDMD harus memberikan hukuman.

 

Kealpaan terhadap pengetahuan atas suatu kejadian tidak dapat menjadi dasar pembelaan jika para pemegang komando tidak melakukan langkah-langkah penghukuman dan bila tidak dilakukan maka yang terjadi adalah pembiaran. Standar tentang keharusan mengetahui suatu kejadian telah diatur dalam instrumen internasional. Yaitu, pada Pasal 86 (2) Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 1949 (1977) dan Pasal 28 (1) (a) Statuta ICC.

 

Internasionalisasi masalah Aceh

         

Apa yang telah terjadi di Bireuen adalah suatu pelanggaran terhadap hukum-hukum perang atau hukum humaniter. Para pelaku dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran HAM berat dan pelakunya didakwa telah melakukan kejahatan perang. Apa yang disebut sebagai operasi terpadu, di mana di dalamnya termasuk operasi kemanusiaan, terbukti melawan kemanusiaan itu sendiri dengan jatuhnya korban warga sipil non-kombatan.

 

Bila ini terus berlangsung, tidak menutup kemungkinan terjadi internasionalisasi masalah Aceh. Masyarakat internasional saat ini mendukung suatu united and democratic Indonesia. Namun, mereka dapat mengubah pemikiran mereka secara drastis bila tragedi kemanusiaan terus berlangsung di Aceh.

 

Pemerintah bertanggungjawab terhadap semua dampak yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan TNI di lapangan, sungguhpun pemerintah "tidak ikut" menentukan strategi dan teknis operasional dari operasi militer di Aceh. Kendati demikian, seluruh prajurit TNI, dari para prajurit dan terutama pemegang komando tetap harus bertanggung-jawab di hadapan hukum.

 

Bhatara Ibnu Reza adalah peneliti IMPARSIAL The Indonesian Human Rights Watch

 

Tags: