Pertamina Butuh Regulasi untuk Tingkatkan Aset
Berita

Pertamina Butuh Regulasi untuk Tingkatkan Aset

Penggabungan Pertamina-SKK Migas bisa tingkatkan aset.

KAR
Bacaan 2 Menit
Pertamina. Foto: Sgp
Pertamina. Foto: Sgp
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero), Syamsu Alam, mengatakan bahwa untuk bisa meningkatkan aset perusahaan pelat merah itu membutuhkan regulasi yang mendukung. Ia menyebut, keberadaan payung hukum bisa memberi kepastian bagi perusahaan untuk meningkatkan aset. Dengan demikian, langkah yang diambil perusahaan tak akan tersandung masalah hukum.

"Alangkah baiknya jika ada regulasi yang memungkinkan Pertamina untuk meningkatkan asetnya,"tuturnya di Jakarta, Kamis (9/7).

Lebih lanjut Syamsu menyebut, salah satu upaya yang bisa dilakukan Pertamina untuk meningkatkan aset adalah bergabung dengan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Syamsu menghitung, penggabungan itu akan meningkatkan aset kedua lembaga menjadi berkali lipat. Menurutnya, jika Pertamina bergabung dengan SKK Migas maka perusahaan minyak nasional itu bisa duduk di peringkat 24 dunia dari peringkat 42 saat ini.

“Aset perseroan bisa setara dengan perusahaan energi asal Amerika Serikat, Chevron Corporation,” tutur dia.

Syamsu menjelaskan, saat ini Pertamina hanya memiliki cadangan 10 persen dari total cadangan yang ada di dalam negeri. Sisanya mayoritas dikuasai perusahaan asing di bawah pengawasan SKK Migas. Oleh karena itu, jika Pertamina bergabung dengan SKK Migas maka cadangan yang dimiliki pun akan bertambah.

Selain itu, jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya, prosentase cadangan Pertamina masih jauh tertinggal. Menurut Syamsu, perusahaan minyak nasional Thailand menguasai 30 persen dari total cadangan migas di negara itu. Selain itu, Vietnam 31 persen, Malaysia 49 persen, Brasil 70 persen, Venezuela 92 persen, bahkan Arab Saudi 99 persen.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi justru berpendapat lain. Amin mengaku tidak setuju dengan rencana penggabungan antara SKK Migas dengan Pertamina. Menurutnya, penggabungan kedua instansi itu justru akan memunculkan banyak masalah baru.

Amin menilai, saat ini sistem dan manajemen baik di SKK Migas ataupun di Pertamina masih bobrok dan ruwet. Dengan demikian, jika kedua institusi ini dilebur justru akan menciptakan keruwetan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, menurut Amin keduanya saat ini lebih baik fokus untuk membenahi manajemen masing-masing.

"Saya mengakui SKK Migas masih ada boroknya, belum efisien dan masih perlu waktu agar bisa lebih cepat dan efisien. Pertamina juga banyak boroknya dan kompleksitas harus dibenahi. Kalau digabung dengan Pertamina punya keruwetan tinggi," tuturnya.

Ia mengatakan sebaiknya wacana penggabungan digulirkan dalam waktu sepuluh tahun mendatang. Asumsinya, masa itu kedua instansi sudah dalam kondisi yang lebih baik. Amin melihat saat ini belum tepat untuk membicarakan penggabungan antara Pertamina dan SKK Migas.

"Lebih baik Pertamina dibenahi, SKK Migas dibenahi. Nanti kita lihat 10 tahun seperti apa. Dari situlah lebih baik keduanya digabung atau tidak," terangnya.

Direktur Eksekutif Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (FORKEI), Sabri Piliang, menilai penggabungan SKK Migas dengan Pertamina justru akan membawa dampak positif. Ia bahkan melihat, pembenahan usaha migas di Indonesia hanya dapat diperbaiki dengan memasukkan SKK Migas, PGN, dan Pertagas ke dalam unit-unit di Pertamina. Pasalnya, perusahaan plat merah itu mengurusi bidang energi.

"Dengan begitu, pengelolaan migas tidak berkelindan dan saling berhimpitan. Saya yakin, lifting minyak akan dapat diperbaiki," kata Sabri.
Tags:

Berita Terkait