Pertama Terjadi, KPPU Gunakan Perubahan Perilaku dalam Kasus Garuda Indonesia
Berita

Pertama Terjadi, KPPU Gunakan Perubahan Perilaku dalam Kasus Garuda Indonesia

Jika Garuda Indonesia mangkir dalam melaksanakan poin-poin dalam Pakta Integritas, maka perkara akan naik ke persidangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menawarkan program perubahan perilaku dalam kasus PT. Garuda Indonesia (PTGI).  Program perubahan perilaku ini diatur dalam Peraturan KPPU No.1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penangnanan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Perubahan perilaku tersebut cukup dikenal di dunia internasional dengan istilah consent decree dan telah terlebih dahulu diadopsi oleh berbagai lembaga pengawas persaingan usaha dunia seperti Jepang, Eropa, dan Amerika. Dalam perjalanannya, perubahan perilaku di KPPU untuk pertama kali dimanfaatkan Garuda Indonesia dalam perkara dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf d (terkait praktik diskriminasi) yang dilakukannya dalam penjualantiket umrah rute menuju dan dari Jeddah dan/atau Medinah pada Sidang MajelisPemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 06/KPPU-L/2019.

Menurut Komisioner KPPU, Guntur Saragih kesepakatan perubahan perilaku akan dituangkan dalam Pakta Integritas. Dalam Sidang MajelisPemeriksaan Pendahuluan Keempat yang digelar Selasa, (29/9), Garuda Indonesia telah menerima poin-poin perubahan perilaku yang ditetapkan dalam Pakta IntegritasPerubahan Perilaku (PIPP). Majelis Komisi dalam hal ini telah memberikanpertimbangan dan finalisasi atas draft PIPP yang akan ditandatangani oleh PTGI padasidang pekan depan.

Namun Guntur mengingatkan bahwa kesepakatan perubahan perilaku tersebut tetap memiliki konsekuensi. Konsekuensi dimaksud adalah pengawasan yang akan dilakukan oleh KPPU dengna merujuk kepada poin-poin PPIP. (Baca Juga: Mengenal Faktor-faktor Penting Transaksi Merger dan Akuisisi)

“Perubahan perilaku di Perkom itu sudah berlaku untuk Garuda. Ini yang pertama, sudah diajukan walaupun ini sekarang proses Pakta Integritas. Perubahan perilaku konsekuensi berikutnya adalah pengawasan,” kata Guntur dalam konferensi pers secara daring, Kamis (1/10).

Dapatkan artikel mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis di Hukumonline Premium Stories.

Sementara itu, Direktur Penindakan KPPU Gropera Panggabean menambahkan bahwa dalam hukum acara di KPPU berlaku perubahan perilaku yang diatur dalam Perkom KPPU 1/2019. Namun jika Garuda Indonesia atau pihak terlapor tidak berkomitmen menjalankan poin-poin dalam Pakta Integritas, maka perkara akan naik ke persidangan.

“Tapi kalau dia melaksanakan semua perintah atau komitnen dalam Pakta Integritas  tersebut, artinya kasus itu tidak dilanjutkan ke tahap pemeriksaaan lanjutan,” jelasnya.

Sebagai informasi, kesempatan perubahan perilaku diberikan Majelis Komisi dengan  mengacu pada Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perubahan perilaku tersebut dituangkan dalam suatu Pakta Integritas Perubahan Perilaku (PIPP) yang berisikan poin-poin penyesuaian yang perlu dilakukan Terlapor.

Dalam hal poin-poin dalam PIPP diterima, maka Terlapor menandatangani komitmen tersebut dan melaporkan pelaksanaannya kepada KPPU setelah 60 (enam puluh) hari. KPPU akan menilai laporan pelaksanaan tersebut dalam menentukan apakah Terlapor telah melaksanakan komitmen. Jika dianggap melanggar komitmennya, maka KPPU dapat melanjutkan proses pada Sidang Majelis Pemeriksaan Lanjutan. Dimana jika terbukti bersalah, Terlapor tetap dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.

Penegakan Hukum Sektor Platform Digital

Terkait adanya tuntutan melalui aksi demo driver (mitra) Gocar tentang adanya pelanggaran hukum persaingan usaha terkait order prioritas Gocar untuk Bluebird, KPPU tetap memperhatikan hal tersebut dengan tetap menjalankan penegakan hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan. Gropera menyampaikan bahwa KPPU telah menerima laporan pada 10 September lalu, dan tengah melakukan klarifikasi terhadap laporan tersebut.

“Kita menerima alaporan 10 september 2020, unit investigasi akan melakukan klarifikasi terhadap pelapor dll, dalam proses klarifikasi ini kita akan memeriksa kembali siapa pihak-pihak yang melaporkan dan terlapor, pelanggaran pasal sesuai narasi didukung oleh minimal satu alat bukti,” imbuhnya.

Terkait dengan informasi yang beredar di publik tentang rencana merger Gojek dan Grab yang kembali mencuat pada pertengahan bulan September 2020, KPPU hingga saat ini mengaku belum menerima konsultasi atau pemberitahuan (notifikasi) atas rencana transaksi tersebut. Pemberitahuan baru wajib disampaikan ke KPPU jika melebih batasan nilai pemberitahuan dan dilakukan setelah merger efektif.

Meskipun demikian, KPPU memiliki kewenangan melakukan penelitian secara inisiatif terhadap setiap aktifitas merger dan akuisisi yang diduga akan berdampak pada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, meskipun tidak ada konsultasi atau pemberitahuan dari pelaku usaha. Pelaku usaha yang memenuhi kriteria untuk wajib melakukan pemberitahuan, dapat diberikan sanksi jika terlambat melaporkan transaksinya ke KPPU.

Berdasarkan UU No. 5/1999, hasil penilaian pemberitahuan merger dan akuisisi akan menyimpulkan ada tidaknya dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh suatu transaksi merger dan akuisisi. KPPU dapat membatalkan merger dan akuisisi tersebut, apabila transaksi diduga mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Tags:

Berita Terkait