Perselisihan dan Pidana Ketenagakerjaan Dapat Berjalan Simultan
Berita

Perselisihan dan Pidana Ketenagakerjaan Dapat Berjalan Simultan

Tinggal menunggu komitmen dan menjaga integritas aparat penegak hukum.

ASh
Bacaan 2 Menit

 

Kasubdit Keamanan dan Ketertiban Umum Jampidum pada Kejaksaan Agung, Widodo Supriyadi, di tempat yang sama menambahkan, dalam Pasal 41 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, ada dua penyidik yang berwenang melakukan penyidikan yakni Kepolisian dan PPNS Depnakertrans. Hasilnya dilaporkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses penuntutan. Seperti dalam kasus terpidana General Manager PT King Jim Anthony Prawata di Kejari Bangil yang divonis bersalah di PN Bangil hingga MA merupakan contoh yang paling bagus, ujar Widodo mencontohkan. Itulah suksesnya penuntutan, dengan adanya putusan itu menunjukan supremasi hukum ditegakkan. 

 

Widodo mengakui di bagian pidana umum jarang melihat kasus-kasus pelanggaran UU Serikat Pekerja. Biasanya, kata Widodo, kejaksaan hanya menangani pelanggaran pidana UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lain halnya di Pengawasan Depnakertrans. Adanya kasus sangat mendukung keberadaan serikat pekerja Indonesia, sehingga pengusaha tak boleh semena-mena. Terus terang saja, baru kasus ini yang di proses dengan UU Serikat Pekerja, akunya.

 

Lebih jauh Widodo mengharapkan agar organisasi serikat buruh dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) perburuhan untuk terus mensosialisasikan UU Serikat Pekerja ini dengan menjalin hubungan dengan PPNS, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Bagaimana menyikapi penanganan perkara UU Serikat Pekerja agar keadilan untuk buruh ditegakkan, tambahnya.          

 

Problem regulasi

Direktur Pengawasan dan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans, A. Muji Handaya mengakui pihaknya memang jarang memproses dugaan pelanggaran pidana ketenagakerjaan. Salah satunya adalah dalam memetakan apakah suatu persoalan masuk ke dalam wilayah perselisihan atau pelanggaran. Sebagai contoh kasus PT King Jim yang bermula dari adanya perselisihan antara  pengusaha dan pengurus serikat pekerja seperti kasus PT Kim Jim Indonesia, kata Muji di tempat yang sama.

 

Dalam perselisihan, lanjut Muji, sesuai UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) prosedur yang ditempuh lewat bipartit dan tripartit (mediasi) termasuk hak mogok atau lock out (penutupan perusahaan, red) dan di PHI. Selama proses mediasi atau PHI itu kerap terjadi PHK, skorsing, dan demosi (penurunan jabatan) yang merupakan pelanggaran Pasal 28 UU Serikat Pekerja, sehingga peran pengawasan menjadi tertutup.  

 

Selain itu, persoalannya secara proses yang diatur dalam UU Serikat Pekerja di luar jangkauan pengawasan. Pasalnya, aktor yang lebih berperan dalam UU Serikat Pekerja adalah pengurus serikat pekerjanya. Dengan kata lain, ia ingin mengatakan bahwa ada problem regulasi yang menutup akses penegakan hukum sejak dini karena prosesnya bergulir di PPHI.         

 

Artinya proses pelanggaran yang terjadi dan tak ada laporan dari pihak-pihak, mustahil bagi pengawasan untuk mengetahui pelanggaran tadi, misalnya saat penetapan PHK belum diputus PHI, biasanya upah proses tak dibayar pengusaha. Sementara upah proses yang tak dibayar itu bukan merupakan pelanggaran pidana, tetapi bersifat privat yang prosesnya lewat jalur PPHI.           

Halaman Selanjutnya:
Tags: