Persekongkolan Tender Sebagai Suatu Tindakan yang Anti Persaingan Sehat
Oleh: Mochamad Yusuf Adidana *)

Persekongkolan Tender Sebagai Suatu Tindakan yang Anti Persaingan Sehat

Kecenderungan yang terjadi dalam proses tender adalah mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu dan menghasilkan keputusan yang merugikan para pihak dalam proses tender.

Bacaan 2 Menit

 

Putusan tentang Persekongkolan Tender (Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2000)

Dalam Putusan KPPU No.01/KPPU-L/2000 ini, pasal yang dilanggar adalah pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persekongkolan tender ini berawal dari adanya laporan dari salah satu pelapor yang merupakan salah satu anggota tender dalam rangka pengadaan casing dan tubing, yang melaporkan bahwa terlapor memberlakukan persyaratan baru dalam penawaran tender yaitu sistem penawaran satu paket dengan menggabungkan low-grade dengan high-grade.

 

Dalam hal ini terlapor sudah terlebih dahulu mengetahui bahwa pelaku usaha yang dapat memenuhi persyaratan tersebut hanyalah PT Citra Tubindo Tbk dan PT Seamless Pipe Indonesia Jaya. Selain itu terlapor juga mensyaratkan bahwa peserta tender yang hanya memiliki fasilitas low grade diharuskan menyerahkan surat dukungan (letter of support) kepada pelaku usaha dalam negeri (Surat Direktur Pembinaan Pengusahan Migas, Ditjen Minyak dan Gas Bumi Departemen Pertambangan dan Energi RI No. 005/396/DMB/1992 perihal Penggunaan Fasilitas Heat Treatment dan Threading di Dalam Negeri) yang memiliki fasilitas high-grade.

 

Oleh karena adanya persyaratan tersebut, PT Purna Bina Nusa dan PT Patraindo Nusa Pertiwi meminta dukungan dari PT Citra Tubindo, Tbk, dengan dilakukannya pertemuan satu hari menjelang dibukanya tender. Surat dukungan tersebut diberikan setelah Citra Tubindo meminta PT Purna Bina Nusa dan Patraindo Nusa Pertiwi memperlihatkan harga penawaran karena dijanjikan akan mendapatkan pekerjaan dari Citra Tubindo. Sehingga pada saat pembukaan tender, Citra Tubindo memberikan harga penawaran terendah dari pada para peserta tender yang lain, sehingga Citra Tubindo memenangkan tender tersebut.

 

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, KPPU menyimpulkan bahwa dalam pembukaan tender yang diselenggarakan oleh terlapor, telah terjadi persekongkolan antara Citra Tubindo dengan PT Purna Bina Nusa dan PT Patraindo Nusa Pertiwi untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No5 Tahun 1999. Sedangkan terlapor hanya dianggap kurang hati-hati dalam menjaga suasana persaingan agar tetap sehat, dan kepada tindakan terlapor dinyatakan sebagai pengecualian dalam persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf a UU No.5 Tahun 1999 karena adanya Surat Direktur Pembinaan Pengusahan Migas, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Departemen Pertambangan dan Energi RI No.005/396/DMB/1992 perihal Penggunaan Fasilitas Heat Treatment dan Threading di Dalam Negeri, dan memerintahkan kepada terlapor untuk menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing berdasarkan tender.

 

Dalam Putusan KPPU No.01/KPPU-L/2000 ini, terlihat bahwa persekongkolan tender menjadi sangat mungkin terjadi disebabkan adanya peraturan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini adalah adanya Surat Direktur Pembinaan Pengusahan Migas, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Departemen Pertambangan dan Energi RI No.005/396/DMB/1992 perihal Penggunaan Fasilitas Heat Treatment dan Threading di Dalam Negeri, dan persekongkolan mungkin terjadi antar peserta tender, dimana para peserta tender membuat kesepakatan bahwa salah satu peserta tender akan mendapatkan pekerjaan dari peserta tender lain yang telah diatur dan ditentukan untuk memenangkan tender tersebut jika mengajukan penawaran harga yang lebih tinggi dari peserta yang telah ditentukan memenangkan tender.

 

Perkara Nomor : 7/KPPU-L/2004

Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU pada bulan juni 2004 yang menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran UU no 5 tahun 1999 dalam penjualan dua unit tanker VLCC Pertamina. Hasil pemeriksaan Majelis Komisi menemukan fakta bahwa pada bulan November 2002, Pertamina telah membangun 2 (dua) unit tanker VLCC yang dilaksanakan oleh Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea. Untuk keperluan pendanaan Pertamina berencana menerbitkan obligasi atas nama PT Pertamina Tongkang. Namun rencana tersebut dibatalkan pada bulan September 2003 oleh direksi baru Pertamina yang diangkat pada tanggal 17 September 2003. Selanjutnya direksi baru Pertamina mengkaji lebih lanjut kelayakan atas pemilikan VLCC tersebut.

 

Pada April 2004, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus atas dua unit VLCC, membentuk Tim Divestasi Internal dan menunjuk Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan arranger untuk keperluan tersebut tanpa melalui tender. Goldman Sachs kemudian mengundang 43 penawar potensial dalam proses divestasi VLCC tersebut terdapat 7 perusahaan yang memasukan penawaran. Enam perusahaan dari bidder potensial yang diundang dan satu perusahaan yang tidak diundang. Dari tujuh tersebut 4 perusahaan (termasuk Frontline) tidak melakukan penawaran secara langsung seperti yang dipersyaratkan tapi diwakili oleh broker yaitu PT Equinox.

Tags: