Persaingan Ekonomi Bukan Roh Koperasi
Berita

Persaingan Ekonomi Bukan Roh Koperasi

Sesuai Pasal 33 Ayat (1) Konstitusi.

ASH
Bacaan 2 Menit
Persaingan Ekonomi Bukan Roh Koperasi
Hukumonline

MK kembali menggelar sidang pengujian UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dimohonkan sejumlah koperasi dengan agenda mendengar pendapat ahli. Salah seorang ahli yang dihadirkan adalah Guru Besar Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Prof Ahmad Erani Yustika.

Dalam keterangannya, Erani memaparkan bahwa koperasi yang berkembang di Indonesia sudah mengandung praktik-praktik usaha yang sesuai dengan jiwa dan nilai konstitusi. Pada titik ini, koperasi merupakan kumpulan gagasan atau ide mengenai suatu gerakan atau organisasi usaha ekonomi dan berisi prinsip-prinsip perjuangan ekonomi.

“Ini tentu berbeda sekali dengan badan usaha lain, seperti PT atau CV yang berbasis individu dan berorientasi profit,” kata Erani, saat memberikan penjelasan di ruang sidang pleno Gedung MK, Rabu (19/6).

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini, prinsip gerakan ekonomi dan perjuangan ekonomi terlihat dari karakter koperasi yang merupakan kumpulan orang (bukan modal) kesetaraan suara dan cita-cita kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, hakikat ekonomi itu sebetulnya interaksi antarmanusia dan bukan hubungan modal.

Karena itu, implikasinya pun tidak ditentukan oleh jumlah modal, tetapi lebih pada relasi kebersamaan yang dibingkai dalam kesejahteraan bersama. Koperasi dengan jelas menunjukan aksentuasi terhadap hubungan manusia tersebut.

Ia menjelaskan, sebenarnya ruh Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 tidak mengizinkan praktik persaingan ekonomi (competition), tetapi sebuah kegiatan ekonomi yang mendorong munculnya “kerjasama” ekonomi (co-operation). Kerja sama ekonomi pada unit terkecil adalah bergabungnya orang-orang dalam suatu bangun usaha, persis seperti yang dipraktikkan koperasi.

“Dengan praktik usaha seperti ini, maka tidak pernah muncul dikotomi relasi antara pekerja dan pemilik yang dalam praktik ekonomi saat ini kerap kali terlibat dalam perselisihan,” katanya.

Sebelumnya, permohonan ini diajukan sejumlah koperasi dan perorangan melakukan uji materi 19 pasal dalam UU Perkoperasian. Mereka adalah Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPRI) Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono.

Mereka memohon pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Perkoperasian.

Pemohon menilai definisi koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh perseorangan jelas menunjukkan semangat (legal policy) pembentukan UU ini yang mengubah paradigma keberadaan koperasi yang sebelumnya adalah usaha bersama menjadi usaha pribadi. Hal ini berakibat hak-hak para anggotanya menjadi terbatas. Misalnya, Pasal 1 angka 1 hanya berorientasi yang bernilai materialitas, bukan pada penempatan dan keterlibatan manusia (orang-orang).

Menurut pemohon koperasi yang merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang-perseorangan merugikan hak konstitusional para pemohon untuk melakukan hak usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Karena itu, pasal-pasal yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Tags: