Perpres Reforma Agraria Perlu Atur 3 Hal Ini
Berita

Perpres Reforma Agraria Perlu Atur 3 Hal Ini

Terpenting pelaksanaan reforma agraria harus dipimpin langsung oleh Presiden.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit

 

Dia mengusulkan sedikitnya 3 ketentuan yang perlu diatur dalam Perpres Reforma Agraria. Pertama, kelembagaan, badan pelaksana reforma agraria harus dipimpin langsung Presiden. Saat ini kelembagaan reforma agraria belum ideal karena bentuknya gugus tugas yang mekanisme koordinasinya diserahkan kepada kementerian terkait.

 

Menurutnya, koordinasi pelaksanaan reforma agraria tidak bisa diserahkan kepada kementerian karena selama ini mereka yang menerbitkan perizinan yang ujungnya banyak tumpang tindih. Kedua, Perpres harus mengatur mekanisme tata laksana reforma agraria. Dewi melihat praktiknya selama ini masih dari atas ke bawah yakni pemerintah yang menetapkan Tora. Perpres harus mengatur ruang partisipasi masyakarat untuk mengusulkan Tora.

 

Ketiga, pendanaan, Dewi mencatat hambatan yang sering dikeluhkan dalam pelaksanaan reforma agraria selama 4 tahun ini yakni terbatasnya anggaran. Sumber dana untuk kebijakan ini tidak boleh berasal dari pinjaman asing karena akan mempengaruhi tujuan dan orientasi reforma agraria.  “Kami mengkritik keras reforma agrarian dicatut namanya untuk utang kepada Bank Dunia,” tegasnya.

 

Dia menilai saat ini Kementerian ATR/BPN mendorong reforma graria mengacu pada sistem pasar tanah. Upaya itu bagi Dewi tidak tepat karena tujuan reforma agraria untuk membenahi ketimpangan, struktural, menyelesaikan konflik agraria, memperbaiki kerusakan ekologis, dan sebagai sumber kesejahteraan baru.

 

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati, mengingatkan pemerintah agar kebijakan yang diterbitkan terkait dengan lahan mendukung terwujudnya reforma agrarian sejati. Misalnya, Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

 

“Inpres ini harus menjadi bagian dari skema reforma agraria,” harapnya.

 

Perempuan yang disapa Yaya itu menilai Inpres No. 8 Tahun 2018 sebagai langkah awal yang baik. Regulasi itu tak sekedar menghentikan sementara izin baru perkebunan kelapa sawit, tapi juga menghentikan pembangunan kebun kelapa sawit meskipun telah mengantong izin.  

 

Yaya melihat banyak lahan milik korporasi yang belum dikembangkan dan menjadi bank tanah. Lahan seperti ini bisa ditarik pemerintah guna dialokasikan untuk reforma agraria. Dia mencatat tahun 2013 ada 25 perusahaan besar dengan konsesi lahan sebesar 8 juta hektar hanya membangun 3 juta hektar. Sementara 5 juta hektar sisanya belum digarap.

 

“Bank tanah ini harus jadi target utama pemerintah untuk dijadikan Tora,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait