Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme Perlu Perhatikan 4 Hal
Berita

Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme Perlu Perhatikan 4 Hal

Memuat prinsip dasar yang mengatur dalam situasi dan kondisi apa TNI bisa terlibat, serta tindakan apa saja yang boleh dilakukan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Keempat, pelibatan TNI itu sfatnya sementara dalam mengatasi terorisme. Selain itu akuntabilitas hukum dalam menangani terorisme sama seperti polisi, TNI harus tunduk pada mekanisme peradilan umum perihal tanggungjawab hukum jika terjadi pelanggaran atau kesalahan.

Direktur YLBHI, Asfinawati, mengingatkan semua pihak untuk melihat pasal 30 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 amandemen kedua yang intinya mengatur TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Mengacu ketentuan itu Asfin menyebut pelibatan TNI memberantas terorisme bisa dilakukan jika mengancam keutuhan dan kedaulatan negara.

(Baca juga: Pansus RUU Terorisme Diminta Abaikan Surat Panglima TNI).

Pada pasal yang sama konstitusi mengamanatkan fungsi Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakan hukum. Oleh karenanya sangat tepat pemberantasan tindak pidana terorisme dilakukan oleh Polri. Mengenai hubungan kelembagaan Polri dan TNI, Asfin mengatakan konstitusi memerintahkan agar hal tersebut diatur dalam UU.

“Mengacu konstitusi maka hubungan antara kewenangan TNI dan Polri khususnya dalam mengatasi terorisme diatur melalui UU, bukan Perpres. Pemerintah dan DPR perlu terlebih dulu menerbitkan UU Perbantuan,” tukas Asfin.

Kepala Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS, Feri Kusuma, mengkhawatirkan akuntabilitas TNI jika ikut terlibat dalam pemberantasan terorisme. Jika terjadi kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan anggota TNI dalam penangananan kasus terorisme, maka pertanggungjawabannya akan sulit. Sekalipun dilakukan proses hukum, mekanismenya bukan peradilan umum, melainkan peradilan militer. Masalahnya, peradilan militer masih sulit diakses masyarakat.

Feri melihat penanganan terorisme yang dilakukan Polri selama ini melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 juga tak luput dari pelanggaran. Namun sampai saat ini tidak ada satu pun anggota Densus 88 yang dikenakan sanksi hukum. Padahal, aparat kepolisian yang melakukan pelanggaran bisa diadili lewat pengadilan umum, yang prosesnya relatif terbuka untuk publik. “Penanganan terorisme yang dilakukan oleh Polri saja masih ada pelanggaran dan kesalahan, tapi anggota yang melakukan itu tidak dijatuhi sanksi, bagaimana nanti jika TNI ikut terlibat mengatasi terorisme?,” katanya.

Feri menegaskan koalisi masyarakat sipil sepakat untuk mendukung pemberantasan tindak pidana terorisme, tapi cara yang dilakukan harus benar, jangan sampai melanggar peraturan. Misalnya, tidak ada penyiksaan dan kekerasan terhadap terduga pelaku tindak pidana terorisme.

Tags:

Berita Terkait