Perpres BO Sudah Setahun Berlaku, Masih Minim Perusahaan yang Melapor
Berita

Perpres BO Sudah Setahun Berlaku, Masih Minim Perusahaan yang Melapor

Indonesia perlu terus berkomitmen pada transparansi BO guna mencegah korupsi.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Para pembicara diskusi yang digelar oleh Iluni FHUI dan Ditjen AHU Kemenkumham. Foto: Dok.Iluni FHUI
Para pembicara diskusi yang digelar oleh Iluni FHUI dan Ditjen AHU Kemenkumham. Foto: Dok.Iluni FHUI

Transparansi atas kepemilikan perusahaan didorong melalui Perpres No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Berisi 31 pasal, aturan yang lazim dikenal sebagai Perpres Beneficial Ownership (BO) ini mulai berlaku sejak 5 Maret 2018. Dengan demikian sudah lebih setahun berlaku.

 

Beleid pemerintah ini memang masih membutuhkan peraturan lebih teknis. Mengantisipasi perkembangan perhatian internasional pada pendanaan terorisme dan ancaman pencucian uang, Menteri Hukum dan HAM sudah pernah menerbitkan Permenkumham No. 9 Tahun 2017 yang berkaitan dengan peran notaris terkait beneficial ownership. Lewat Permenkumham ini notaris sebagai pembuat perjanjian tentang pendirian badan usaha, wajib secara jelas dan transparan mengungkap siapa sesungguhnya penerima manfaat usaha sebenarnya.

 

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen AHU Kemenkumham), Cahyo Rahadian Muzhar menyebutkan, untuk mendorong Beneficial Ownership notaris berkewajiban untuk menciptakan transparansi saat melakukan hubungan usaha dan perjanjian dengan klien. ''Wajib memahami profil, maksud dan tujuan hubungan usaha, serta transaksi yang dilakukan pengguna jasa dan Beneficial Owner melalui identifikasi dan verifikasi,” ujar Cahyo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (25/10).

 

Cuma, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menuturkan sampai saat ini masih minim jumlah perusahaan yang melaporkan BO. Namun ia tak menyebut berapa jumlah ‘minim’ yang sudah melapor. ''Sampai saat ini BO belum banyak dilaporkan padahal sudah 18 bulan,” ujar Kiagus.

 

Menurut Kiagus, minimnya pelaporan bisa disebabkan beberapa hal. Terlambatnya penerbitan peraturan teknis dijadikan salah satu alasan.  Menteri Hukum dan HAM baru saja menerbitkan dua peraturan, yakni No. 15 dan No. 19 Tahun 2019. Keduanya berkaitan dengan beneficial ownership. “Relatif baru berlakunya (permenkumham), baru dua bulan. Mudah-mudahan ke depan lebih baik,” harap Kiagus.

 

Dijelaskan Kiagus, kedua Permenkumham itu bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum dan lembaga pengawas dan pengatur. Ia berharap dengan adanya Permenkumham ini akan semakin lancar pelaporan BO. Tetapi, perlu ada sosialisasi yang lebih masif kepada para pemangku kepentingan untuk meningkatkan pelaporan BO ke depan. ''Kami melihat masih ada beberapa hal yang masih perlu dilakukan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut,'' tambahnya.

 

Baca:

 

Modus pencucian uang

Ada beberapa modus pencucian uang dengan menggunakan korporasi. Pertama, trade based money laundering, penyalahgunaan skema perdagangan, termasuk skema ekspor dan impor dalam placement dan layering hasil tindak pidana. Kedua, mingling melalui front companies, percampuran atas harta yang diperoleh dari hasil yang sah dengan tindak pidana dalam rangka menyamarkan hasil tindak pidana.

 

Ketiga, penggunaan shell companies. Penggunaan shell companies bertujuan agar transaksi keuangan yang berasal dari hasil tindak pidana seolah-olah memiliki karakteristik dan underlying transaksi yang wajar. Keempat, penyalahgunaan foreign trust. Penyembunyian pemilik dana yang berasal dari hasil tindak pidana melalui pendirian korporasi oleh foreign trust, khususnya di Indonesia. Ini bisa terjadi dengan memanfaatkan celah lemahnya regulasi Indonesia mengenai foreign trust. Kelima, penyalahgunaan profesi untuk tujuan yang tidak baik. Maksudnya, profesi tertentu, seperti notaris, avokat, dan akuntan/akuntan publik digunakan untuk pendirian dan pengelolaan korporasi, termasuk transaksi keuangan korporasi, secara melawan hukum.

 

Selain itu, Kiagus menyebutkan sejumlah manfaat BO. Antara lain, menjadi nilai tambah bagi PPATK dalam melaksanakan analisis dan pemeriksaan; membantu PPATK dan aparat penegak hukum untuk mengungkap struktur korporasi yang sengkaja dibuat rumit agar mudah melakukan pencucian uang. Manfaat lain, membantu instansi berwenang untuk mengidentifikasi shell companies atau paper companies. Penerapan BO juga membantu instansi berwenang dalam identifikasi korporasi yang didirikan dan atau dikelola oleh foreign trust; dan membantu instansi berwenang dalam mengidentifikasi nominee shareholder dan nominee director pada korporasi.

 

Ahli hukum perbankan Yunus Husein menyinggung beberapa permasalahan dalam kaitannya dengan peraturan penerapan ketentuan pemilik manfaat, Dia juga mengatakan bahwa komitmen Indonesia tentang transparansi beneficial ownership harus terus  diupayakan untuk mencegak tindak pidana korupsi. ''Langkah pencegahan korupsi dalam pelaksanaan beneficial ownership adalah penguatan kerangka regulasi dan kelembagaan, penguatan basis data, pengawasan dan pemanfaatan basis data,” ujar mantan Kepala PPATK itu.

Tags:

Berita Terkait