Perppu Stabilitas Sistem Keuangan Dinilai Rawan Disalahgunakan
Berita

Perppu Stabilitas Sistem Keuangan Dinilai Rawan Disalahgunakan

Karena memberi impunitas terhadap pejabat yang berwenang yang dinilai bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum. Diusulkan Pasal 27 Perppu dihapus oleh DPR.

Adi Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Belum lama ini, Presiden mengeluarkan (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

 

Salah dasar keluarnya Perppu ini memberi fondasi bagi pemerintah terhadap otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan. Diantaranya, mengalokasikan belanja negara untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, pemulihan perekonomian termasuk dunia usaha, dan masyarakat terdampak.

 

Pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran ini dialokasikan Rp75 triliun belanja bidang kesehatan; Rp110 triliun perlindungan sosial; Rp70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat; dan Rp150 triliun pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah (UMKM),” kata Presiden Joko Widodo sebagaimana dikutip laman setkab.go.id, Selasa (31/3/2020).

 

Namun demikian, Perppu No.1 Tahun 2020 tak luput dari kiritk dari elemen masyarakat terutama substansi yang termuat dalam Pasal 27. Selengkapnya Pasal 27 Perrpu No.1 Tahun 2020:

 

  1. Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
  2. Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangn-undangan.
  3. Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

 

Koordinator Peneliti Imparsial Ardi Manto menilai Pasal 27 Perppu No.1 Tahun 2020 merupakan bentuk impunitas. Dia menilai substansi Pasal 27 itu sangat berbahaya jika nanti diterapkan karena berpotensi disalahgunakan karena menghilangkan pertanggungjawaban hukum si pelakunya.

 

“Para pengambil kebijakan seharusnya tidak boleh lari dari tanggung jawab ketika pelaksanaan Perppu itu bermasalah secara hukum,” kata Ardi Manto ketika dihubungi Hukumonline, Kamis (2/4/2020). Baca Juga: Presiden Terbitkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, Begini Isinya!

 

Ardi menilai frasa “itikad baik” dalam Pasal 27 ayat (1) Perppu No.1 Tahun 2020 itu tidak bisa atau sulit dibuktikan secara empirik. Sebab, frasa itu pembuktiannya sangat subjektif jika di kemudian hari terjadi permasalahan hukum. Menurut Ardi, tidak ada alasan yang dapat dibenarkan bagi pembuat kebijakan untuk mendapat hak imunitas seperti termuat Pasal 27 Perppu No.1 Tahun 2020 itu.  

 

“Ketentuan ini bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law),” katanya.

 

Hapus Pasal 27

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti Radian Syam menilai penerbitan Perppu ini tidak tepat karena sudah ada UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU No. 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana. “Jadi sebenarnya tidak perlu langkah ada penerbitan Perppu,” ujar Radian Syam dalam keterangannya, Kamis (4/2/2020).  

 

Hal lain, kata dia, ada ketentuan yang janggal yakni Pasal 27 ayat (2) dan (3) Perppu No.1 Tahun 2020. Sebab, Perppu ini masih bersifat umum dan abstrak yang bukan objek gugatan di PTUN. Hal ini sesuai Pasal 2 huruf b UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN yang mengatur apa saja yang tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), salah satunya KTUN yang bersifat umum.  

 

“Tidak selayaknya ada Pasal 27 Perppu No.1 Tahun 2020. Pemerintah terlihat takut atau ragu atas keputusan yang diambilnya (sendiri, red). Semoga hal ini tidak menjadi preseden buruk ke depannya dalam membuat peraturan perundang-undangan. Satu hal lagi semoga DPR dapat menghapus Pasal 27 Perppu tersebut,” pintanya.

 

Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai Pasal 27 Perppu No. 1 Tahun 2020 tidak dapat meloloskan siapapun jika terjadi penyalahgunaan anggaran untuk tujuan tidak sebagaimana mestinya. Menurutnya, pasal itu harus dianggap agar pejabat tidak ragu bertindak demi kepentingan negara, tetapi kalau menyimpang tetap harus dihukum.

 

“Pemerintah dan DPR itu harus berkonsentrasi menghadapi/melawan corona dalam status keadaan darurat kesehatan masyarakat, bukan untuk tujuan lain,” kata Feri.  

Tags:

Berita Terkait