Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, OJK Bisa “Paksa” Lembaga Jasa Keuangan Merger
Utama

Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, OJK Bisa “Paksa” Lembaga Jasa Keuangan Merger

Langkah tersebut dapat dilakukan apabila diperlukan sebagai antisipasi krisis jasa keuangan yang dapat membahayakan perekonomian nasional.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) yang memuat kebijakan integrasi berbagai bidang untuk mengantisipasi krisis keuangan akibat pandemi virus Corona. Aturan tersebut tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

 

Salah satu amanat dari Perppu tersebut yaitu memberi kewenangan dan pelaksanaan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi. Langkah tersebut dapat dilakukan apabila diperlukan untuk mengantisipasi krisis jasa keuangan yang dapat membahayakan perekonomian nasional.

 

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menyampaikan amanat Perppu tersebut dipersiapkan sebagai bentuk antisipasi sehingga saat diperlukan OJK untuk memerintahkan lembaga jasa keuangan melakukan aksi penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi sudah ada payung hukumnya.

 

“Skema perundang-undangan sekarang tidak beri ruang leluasa. Draf Perppu beri OJK melakukan kewenangan restrukturisasi lebih awal dengan melakukan merger (lembaga jasa keuangan) lebih awal tanpa menunggu perhitungan 9 bulan,” jelas Wimboh saat konferensi pers online Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (1/4).

 

Kewenangan OJK dapat memerintahkan lembaga jasa keuangan untuk melakukan aksi penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi tersebut tercantum dalam Pasal 23 Perppu 1/2020.

 

Bagian Keempat

Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 23

  1. Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan diberikan kewenangan untuk:
    1. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi;
    2. menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan; dan
    3. menetapkan ketentuan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan wajib dilakukan oleh pelaku industri jasa keuangan.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka melaksanakan kebijakan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

Meski demikian, Wimboh menambahkan pihaknya berharap kondisi jasa keuangan tetap stabil sehingga tidak terjadi aksi penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi. Dia juga menyampaikan pihaknya terus mengawasi kondisi keuangan jasa keuangan. 

 

“Mudah-mudahan ini enggak sampai ke situ, merger. Kami garis bawahi betul-betul untuk due diligence ketat kepada individual bank agar tidak terjadi moral hazard di lapangan. Kami punya catatan, kepercayaan ini harus dijaga,” jelas Wimboh.

 

(Baca: Melihat Kewenangan BI dan LPS dalam Perppu 1/2020)

 

Untuk memperlancar proses pengawasan di tengah kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan oleh Pemerintah, OJK telah mengeluarkan dan terus memonitor serta evaluasi terhadap kebijakan antara lain pelaksanaan prosedur bisnis proses melalui pemanfaatan sarana teknologi informasi (seperti pelaksanaan fit and proper test melalui video conference), merelaksasi batas waktu pengiriman laporan periodik, batasan waktu pelaksanaan dan penyelenggaraan RUPS secara elektronik, pengecualian prinsip keterbukaan di bidang pasar modal dan memonitor transaksi perdagangan saham di bursa.

 

Perlu diketahui, pada 31 Maret 2020, pemerintah telah menerbitkan Perppu 1/2020 bertujuan untuk merelaksasi beberapa peraturan perundangan yang diperlukan dalam menghadapi Covid-19 dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

 

"Presiden telah mengatakan bahwa saat ini negara sedang dalam kondisi kegentingan yang memaksa, ini salah satu alasan mengapa PERPPU perlu diterbitkan" ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

 

Menurut Menkeu, Perppu merupakan langkah awal dan menjadi landasan hukum agar Pemerintah dan otoritas terkait dapat mengambil langkah–langkah yang bersifat luar biasa (extraordinary actions) secara cepat dan tetap akuntabel untuk penanganan Pandemi Covid-19 bila diperlukan.

 

Upaya yang komprehensif dan cepat sangat diperlukan mengingat penyebaran Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan mempengaruhi fundamental perekonomian nasional.  Di samping itu, terdapat ketidakpastian mengenai luasnya penyebaran serta panjangnya periode pandemi.

 

Perppu ini secara umum mengatur dua hal, yaitu kebijakan keuangan negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan. Berkaitan dengan keuangan negara, langkah mitigasi yang harus dilakukan akan menimbulkan beban APBN yang besar, termasuk pengeluaran tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid–19 sebesar Rp405,1 triliun.

 

Rincian dari tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 tersebut, yaitu intervensi di bidang kesehatan untuk penganggulangan Covid–19 sebesar Rp75 triliun, tambahan Jaringan Pengaman Sosial sebesar Rp110 triliun, dukungan industri melalui insentif pajak dan bea masuk serta stimulus KUR senilai Rp70,1 triliun, dan dukungan Pembiayaan Anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 sebesar Rp150 triliun.

 

Di bidang Kebijakan Keuangan Negara, hal-hal yang diatur meliputi pelebaran batasan defisit anggaran; penyesuaian besaran mandatory spending; pergeseran dan pengeluaran anggaran; penggunaan alternatif pembiayaan; keuangan daerah; penerbitan SUN atau SBSN dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka penanganan dampak pandemic Covid-19; penurunan tarif umum PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen tahun 2020 dan 2021 serta 20 persen tahun 2022;

 

Penurunan tarif PPh Badan Go Public dimana 3% lebih rendah dari tarif umum; pemajakan atas transaksi elektronik; perpanjangan jangka waktu permohonan/penyelesaian administrasi perpajakan; fasilitas kepabeanan; dan pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya, melalui penyertaan modal negara, penempatan investasi dan/atau kegiatan penjaminan.

 

Pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah, dilakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik, serta dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat akhir tahun.

 

Di dalam Perppu juga diatur langkah-langkah extraordinary terkait kebijakan di sektor keuangan melalui perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menetapkan skema pemberian dukungan kepada Pemerintah untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan dan stabilitas sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional dan menyelenggarakan rapat sewaktu-waktu guna merumuskan dan menetapkan kebijakan stabilitas sistem keuangan;

 

Pemberian kewenangan bagi BI untuk dapat membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana dan pembelian Repurchase Agreement (Repo) SBN milik LPS; early involvement LPS dalam penanganan bank bermasalah serta perluasan sumber pendanaan dan program penjaminan simpanan LPS; dan perluasan kewenangan pemerintah dalam memberikan pinjaman pada LPS; KSSK juga diberikan perluasan kewenangan untuk melakukan assessment yang forward looking dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.

 

Mengenai implementasi Perppu tersebut, Menkeu mengatakan pemerintah akan terus berkomunikasi intensif tidak hanya dengan kalangan Pemerintah dan Otoritas Moneter dan Keuangan, tetapi juga dengan BPK dan DPR yang memiliki hak budget. Karena ini bukan pertama kali APBN mengalami perubahan seperti ini.

 

“Pemerintah akan terus menerus mengambil langkah terbaik yang diperlukan dalam rangka menuntaskan penanganan Covid–19 dan terus berkoordinasi aktif dengan instansi terkait termasuk Pemerintah Daerah untuk melakukan antisipasi dampaknya terhadap perekonomian nasional,” kata Sri Mulyani.

 

Tags:

Berita Terkait