Perppu Kebijakan Covid-19 Disetujui, Ekonom Sebut 4 Isu Penting
Utama

Perppu Kebijakan Covid-19 Disetujui, Ekonom Sebut 4 Isu Penting

Anggota DPR anggap ada cacat prosedural dalam pengesahan Perppu.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, juga mempertanyakan sikap DPR yang langsung menyetujui Perppu. Di satu sisi, ada fungsi parlemen yang harus dijalankan; tetapi di sisi lain, pemerintah mengebiri fungsi budget DPR atas nama fleksibilitas. Meskipun ada semacam ironi di situ, faktanya, mayoritas anggota DPR menyetujui pengesahan Perppu menjadi Undang-Undang. “Mengapa juga  (Perppu) mudah disetujui DPR padahal itu mengenai diri mereka sendiri,” tanya akademisi Universitas Indonesia itu dalam acara yang sama.

Kedua, menghilangkan prinsip kehati-hatian dalam penyusunan anggaran. Piter bersyukur Pemerintah mengantisipasi dampak penyebaran Covid melalui sejumlah kebijakan. Satu hal yang pasti, dalam kondisi tak terduga, Indonesia banyak bergantung pada stimulus fiskal. Refocusing anggaran ke program terkait pencegahan Covid-19 berlangsung dari pusat hingga ke desa. Pemerintah memutuskan dana desa pun dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Kekhawatiran Piter adalah potensi korupsi jika penyusunan dan alokasi anggaran dalam situasi pandemi tidak dilakukan secara hati-hati.

(Baca juga: Waspadai 4 Potensi Penyimpangan Anggaran Covid-19 di Desa).  

Ketiga, biaya pemulihan ekonomi bukan kerugian negara. Hingga kini tidak ada yang dapat memastikan kapan penyebaran wabah Covid-19 akan berakhir. Itu artinya, stimulus fiskal sebesar 405 triliun rupiah yang dianggarkan bukan jaminan mutlak. Biaya pemulihan perekonomian terdampak bisa menjadi sangat besar, di luar perkiraan. “Kalau wabah berkepanjangan, stimulus bertambah lagi,” ujarnya. Persoalan yang akan muncul adalah apakah biaya pemulihan ekonomi itu merupakan kerugian negara? Piter berpendapat biaya pemulihan ekonomi bukan kerugian negara.

Keempat, pemberian imunitas hukum terhadap para pejabat yang mengambil kebijakan. Rumusan Pasal 27 Perppu dianggap memberikan imunitas kepada para penyelenggara negara yang mengambil kebijakan terkait pendapatan negara dalam rangka penanggulangan Covid-19. Kontroversi pasal ini terletak pada tidak dapat dituntut secara pidana dan perdata perbuatan yang dikeluarkan sepanjang dengan iktikad baik. Bahkan keputusan yang diterbitkan pun tidak dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Piter mengakui pasal imunitas ini kontroversial. “Ini juga kontroversial,” ujarnya.

(Baca juga: Menkumham Tegaskan Tak Ada Imunitas dalam Perppu Penanganan Covid-19).

Dalam kalkulasi politik, Aditya melihat pengesahan Perppu No. 1 Tahun 2020 sebagai wujud dukungan parpol pendukung pemerintah. Buktinya, hanya satu fraksi yang tegas-tegas menolak. Menerbitkan Perppu memang kewenangan Presiden, tetapi seharusnya ada catatan kritis dari DPR. Realitasnya, mayoritas anggota DPR juga memberikan dukungan. Yang jadi persoalan adalah transparansi dan akuntabilitas pembuatan kebijakan.

Masalah ini pula yang disorot anggota Komisi XI DPR, Ecky A. Muharram. Politisi PKS ini beranggapan ada cacat dalam proses pengambilan keputusan Perppu menjadi Undang-Undang. Pimpinan sidang tidak memberikan kesempatan kepada masing-masing fraksi untuk membacakan pandangan tertulis. Ia mengingatkan bahwa pada saat pandangan mini fraksi, beberapa fraksi justru mengkritisi Perppu No. 1 Tahun 2020. Tetapi dalam rapat paripurna pengambilan keputusan, pandangan kritis itu tak diketahui lagi. “Ada cacat dalam proses pengambilan keputusan,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait