Perppu Covid-19 Jadi UU, Pemohon Ajukan Permohonan Baru
Berita

Perppu Covid-19 Jadi UU, Pemohon Ajukan Permohonan Baru

Karena permohonan pengujian Perppu Penanganan Covid-19 ini sudah kehilangan objek.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah mengakui telah mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pernyataan ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili Presiden dalam sidang pengujian Perppu No. 1 Tahun 2020 di ruang sidang MK, Rabu (20/5/2020) seperti dikutip laman resmi MK.

Sri Mulyani menegaskan DPR telah memberi persetujuan untuk menetapkan RUU tentang Penetapan Perppu 1 Tahun 2020 menjadi UU. Setelah persetujuan DPR itu, Pemerintah juga telah mengesahkan persetujuan DPR tersebut menjadi UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2020 dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 masa Sidang III Tahun Sidang 2019-2020 pada Selasa, 12 Mei 2020.

“Hal tersebut tercantum dalam Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6516. Selanjutnya disebut UU No. 2 Tahun 2020,” ujar Sri Mulyani. Keterangan pemerintah ini menanggapi dua permohonan. Pertama, Perkara No. 23/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh M. Sirajuddin Syamsuddin, Sri Edi Swasono, Amien Rais, dan 21 pemohon lain dari berbagai latar belakang profesi. Kedua, Perkara No. 24/PUU-XVIII/2020 dimohonkan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Yayasan Bintang Solo Indonesia 1997, dan 3 lembaga serta perkumpulan lain. (Baca Juga: Begini Nasib Gugatan Perppu Covid-19 Setelah Disetujui DPR)

Salah satu kuasa hukum pemohon M. Sirajuddin Syamsuddin Dkk, Zainal Arifin Hoesein mengatakan menerima prinsip pernyataan Pemerintah dengan konsekuensi kehilangan objek permohonan perkara. Namun, dengan menggunakan logika hukum yang lurus, Zainal melihat telah terjadi suatu hal luar biasa dalam kecepatan pengesahan UU ini. Dia menilai telah terjadi pencampuran logika politik dalam agenda sidang ini. “Jadi, hukum sudah tercampur dengan logika politik dan menciderai prinsip-prinsip negara hukum,” ujar Zainal.

Kuasa hukum lain, Ahmad Yani mengatakan mengingat objek perkara telah menjadi menjadi UU, pihaknya akan mengajukan permohonan baru dengan berbagai persiapan argumentasi yang jelas dan tegas guna memperkuat dalil permohonan. Yani menilai Perppu a quo sejatinya belum waktunya untuk forum DPR untuk memberi persetujuan atau penolakan.

“Keputusan politik sudah diambil oleh DPR. Ya, nanti mungkin menjadi objek ‘gugatan’ kami yang akan datang baik formal prosedural maupun secara substansial terhadap Perppu ini sendiri yang telah menjadi undang-undang,” kata Yani.

Sementara kuasa hukum MAKI Dkk, Kurniawan Adi Nugroho mengatakan pernyataan Pemerintah yang mengaku sudah mengesahkan Perppu menjadi UU No. 2 Tahun 2020, pihaknya meminta Pemerintah menyerahkan bukti surat Presiden kepada DPR, termasuk juga dokumentasi surat menyurat di lingkungan Pemerintah dalam hal pengundangan Perppu ini menjadi UU.

“Karena itu, kami mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memerintahkan kepada Pihak Termohon menghadirkan bukti-bukti itu. Dari situ akan kelihatan, apakah memang benar Perppu ini sudah diundangkan atau tidak. Jadi, tidak hanya sekadar statement semata,” kata Kurniawan.

Sebelumnya, permohonan perkara Nomor 23/PUU-XVIII/2020 yang diwakili oleh Ahmad Yani menilai Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3; Pasal 16, Pasal 23, Pasal 27, dan Pasal 28 Perppu Penanganan Covid-19 bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya, Perppu ini  tidak memenuhi parameter adanya “kegentingan yang memaksa” sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2019. (Baca Juga: Pembentuk UU Jelaskan Rasionalitas Perppu 1/2020 Saat Disahkan)

Dalam Perppu ini, lebih banyak dibahas masalah keuangan dan anggaran negara terkait pemberian kewenangan bagi Pemerintah untuk menentukan batas defisit anggaran di atas 3 persen terhadap UU APBN hingga tahun 2022. Pengaturan demikian dinilai bertentangan dengan karakter periodik UU APBN yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 karena mengikat tiga periode sekaligus.

Para Pemohon juga melihat ketentuan norma a quo membuka peluang defisit anggaran di atas 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa menentukan batasan maksimalnya. Sehingga secara langsung, ketentuan ini membatasi daya ikat kewenangan DPR untuk memberikan persetujuan APBN. Padahal, ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 menyebut UU APBN harus mendapat persetujuan rakyat yang diwakili oleh DPR.

Selain itu, Pasal 27 ayat (1) Perppu Penanganan Covid-19 ini memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi. Hal tersebut karena di dalam pasalnya disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi, termasuk bidang kebijakan perpajakan keuangan daerah dan pemulihan ekonomi nasional bukan merupakan kerugian negara.

Pasal itu memberi keistimewaan bagi pejabat tertentu untuk menjadi kebal hukum (imunitas). Ketentuan ini menunjukkan pula Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diberi amanat memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tidak dapat melaksanakan tugasnya apabila merujuk ketentuan tersebut.

Permohonan baru

Salah satu Pemohon Perkara Nomor 24/PUU-XVIII/2020 Boyamin Bin Saiman memiliki anggapan yang sama. Dia mengutip Pasal 27 ayat (1) Perppu ini yang menyebutkan biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara bukan kerugian negara. Hal ini memberi imunitas kepada aparat pemerintah untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan.

“Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum.”

Boyamin juga menilai Pasal 27 ayat (2) Perppu Penanganan Covid-19 terdapat sisipan kata “jika” yang dapat saja dijadikan dalih bagi Presiden atau Pemerintah untuk mengelak dari tuduhan kebal hukum. Pemohon berpandangan frasa “jika” bersifat multitafsir dimana pejabat akan berlindung dari frasa “itikad baik” untuk lepas dari tuntutan hukum.

Merujuk UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menyebutkan dalil sebuah kebijakan dengan itikad baik dan merugikan keuangan negara harus diuji melalui proses hukum yang terbuka, sehingga tidak boleh ada istilah itikad baik berdasar penilaian subjektif oleh penyelenggara pemerintahan.

Karena itu, pihaknya langsung mengajukan permohonan baru atas pengujian UU No. 2 Tahun 2020 dan telah dimasukkan dalam sistem online web MK. Pendaftaran ini tercatat dalam register Nomor TPPO: 130/PAN.OLINE/2020.

“MAKI bersama Yayasan Mega Bintang, LP3HI, KEMAKI dan LBH PEKA hari ini telah mengajukan ‘gugatan’ baru ke MK terhadap UU No. 2 Tahun 2020 tentang Pengesahan dan Penetapan Perppu No. 1 tahun 2020,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (20/5/2020). 

Materi Pengujian UU ini adalah sama dengan Pengujian Perppu Corona yaitu permohonan pembatalan Pasal 27 UU Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang mengatur kekebalan pejabat keuangan dalan menjalankan kewenangannya. “Judicial review ini bentuk konsistensi kami untuk membatalkan hak kekebalan pejabat keuangan itu.”

Tujuan utama pengujian ini semata-mata untuk persamaan hukum berlaku untuk semua orang termasuk pejabat dan memberi jaminan pejabat akan hati-hati dan cermat dalam mengambil kebijakan dan keputusan untuk mengelola keuangan negara dalam menghadapi pandemi corona secara baik, benar, dan tidak ada KKN.

Pengujian ini juga untuk tetap memberi rambu-rambu kepada pejabat dalam pengelolaan keuangan negara secara baik, bersih, dan bebas KKN. “Ibaratnya berkendara di jalan raya, meskipun terdapat rambu-rambu untuk berhati-hati dan tidak ngebut, namun masih saja sering terjadi kecelakaan, apalagi apabila rambu-rambu dicabut semua, maka akan terjadi kekacauan di jalanan,” ujarnya menganalogikan.

“Semoga MK secara cepat akan segera menyidangkannya. Pemerintah tidak bisa lari lagi seperti dalam pengujian Perppu dan harus menjawab semua dalil permohonan, khususnya pasal kekebalan bagi pejabat keuangan,” harapnya. 

Tags:

Berita Terkait