Permohonan Pailit Rabobank Dinilai Prematur
Berita

Permohonan Pailit Rabobank Dinilai Prematur

Pelepasan hak istimewa selaku penjamin utang PT Pratama Jaringan Nusantara, tidak serta merta membuat Rabobank bisa langsung mempailitkan Gunawan Tjandra.

Mon
Bacaan 2 Menit
Permohonan pailitnya terhadap Gunawan Tjandra dinilai prematur <br>. Foto: dok Rabobank
Permohonan pailitnya terhadap Gunawan Tjandra dinilai prematur <br>. Foto: dok Rabobank

Permohonan pailit PT Bank Rabobank International Indonesia terhadap Gunawan Tjandra dinilai prematur. Pelepasan hak istimewa selaku penjamin utang PT Pratama Jaringan Nusantara, tidak serta merta membuat Rabobank bisa langsung mempailitkan adik dari Joko S Tjandra-terpidana kasus cessie Bank Bali--itu. Hal itu disampaikan kuasa hukum Gunawan, Ferdie Soethiono ketika menyampaikan jawaban di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (13/1).

 

Pelepasan hak istimewa sebagaimana diatur Pasal 1831 KUHPerdata, kata Ferdie, bukan soal penagihan. Tapi, soal hak menyita dan melelang lebih dulu aset dari debitur prinsipal lebih dulu. Jika aset yang dilelang kurang, penjamin baru turun tangan untuk melunasi utang. “Pasal itu dipelintir,” ujar Ferdie.

 

Gunawan, imbuh Ferdie, bukan debitur Rabobank. Utang yang ditagih Rabobank merupakan utang PT Pratama secara langsung. Belum beralih pada penjamin. Pasalnya, Rabobank belum melakukan upaya hukum untuk menagih kewajiban perusahaan peralatan telekomunikasi itu sebesar Rp439,099 miliar secara langsung.

 

Perubahan status Gunawan menjadi debitur baru terjadi setelah Rabobank dapat membuktikan PT Pratama selaku debitur lalai. Dengan catatan, Rabobank telah melayangkan somasi pada PT Pratama. Jika itu belum dilakukan, Rabobank belum bisa menagih utang PT Pratama pada Gunawan.  

 

Faktanya, Rabobank belum mengirimkan surat tagihan atau teguran pada PT Pratama sendiri. Rabobank memang melayangkan somasi pada PT Pratama. Hanya, peringatan itu dilayangkan atas pelanggaran terhadap perjanjian amandemen pertama. Dalam gugatan tercatat, Rabobank mensomasi PT Pratama empat kali. Terakhir, pada 10 Februari 2006.

 

Sementara, pada 10 Agustus 2007, para pihak sepakat mengamandemen perjanjian. Perubahan itu intinya berupa penjadwalan ulang utang PT Pratama. “Somasi yang dikirimkan Rabobank gugur dengan sendirinya karena objek somasi sudah hilang,” kata Ferdie.

 

Pascaperubahan kontrak kedua, belum ada lagi somasi dari Rabobank terhadap PT Pratama.  “Tidak ada sama sekali, kok tiba-tiba Rabobank langsung menagih ke Gunawan, link-nya ada yang putus,” imbuh Ferdie. Seharusnya, Rabobank menagih ke PT Pratama lebih dulu. Dengan begitu, Gunawan belum punya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih pada Rabobank.

 

Lagipula, ketika perjanjian kredit diteken, PT Pratama juga memberikan jaminan kebendaan. “Tidak mungkin kalau nilainya tidak sebanding dengan utang,” kata Ferdie. Dengan begitu, seharusnya Rabobank tidak perlu mengajukan pailit terhadap Gunawan.

 

Yang harus diperhatikan dalam kepailitan, kata Ferdie, adalah azas keseimbangan sesuai UU Kepailitan dan PKPU. Beleid itu dibentuk untuk menghindari agar jangan sampai pranata dan lembaga kepailitan dipakai kreditur yang beritikad tidak baik untuk merugkan debitur, maupun sebaliknya.

 

Ferdie juga membantah adanya kreditur lain seperti disebutkan dalam permohonan Rabobank. Yakni, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Mega Tbk, The Hongkong Shanghai Bank Corporation (HSBC) dan Citibank Singapore Limited. “Itu tidak benar dan mengada-ada,” ujarnya.

 

Kasus ini berawal pada enam tahun lalu ketika PT Pratama menandatangani perjanjian kredit (Sub Loan Agreement) bersama Rabobank. Perjanjian yang diteken pertengahan Desember 2004 itu menentukan Rabobank memberikan fasilitas kredit sebesar Rp310 miliar pada PT Pratama.

 

Di saat yang sama, Gunawan yang juga pendiri PT Pratama menandatangani perjanjian Continuing Guarantee (penjaminan berkelanjutan) dengan Rabobank. Sesuai perjanjian, Gunawan menyatakan menjamin utang PT Pratama tanpa syarat dan tanpa dicabut kembali. Pengusaha hotel bintang lima itu juga bersedia dan berjanji membayar dan menyelesaikan kewajiban PT Pratama pada Rabobank.

 

Awal Agustus 2009, Rabobank melayangkan somasi pada Gunawan untuk membayar utang PT Pratama sebesar Rp310 miliar. Jumlah itu belum termasuk bunga, denda dan biaya lain. Rabobank memberi tenggat waktu hingga 11 Agustus 2009. Namun somasi ini tak membawa hasil.

 

Rabobank lalu kembali mensomasi Gunawan pada pertengahan Agustus 2009. Isinya masih sama, hanya tenggat waktu dimolorkan menjadi 21 Agustus 2009. Lantaran hasilnya tetap nihil, Rabobank akhirnya melayangkan permohonan pailit ke pengadilan.

 

Persidangan perkara ini akan dilanjutkan, Rabu (20/1) dengan agenda pembuktian dari Rabobank.

 

Tags: