Perma Izin Ambil Foto-Rekam Persidangan, Ketua MA: Cukup Anggukan Kepala Dianggap Izin
Berita

Perma Izin Ambil Foto-Rekam Persidangan, Ketua MA: Cukup Anggukan Kepala Dianggap Izin

MA dan badan peradilan di bawahnya sama sekali tak akan membatasi aktivitas jurnalisme demi menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin didampingi pimpinan MA saat penyampaian Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020, Rabu (30/12). Foto: Humas MA
Ketua MA M. Syarifuddin didampingi pimpinan MA saat penyampaian Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020, Rabu (30/12). Foto: Humas MA

Di penghujung tahun 2020, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan pada 4 Desember 2020. Salah satu isinya mengharuskan pengambilan foto, rekaman audio atau rekaman audio visual seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim sebelum persidangan. Pelanggaran aturan ini dianggap sebagai contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan sebagaimana diatur Pasal 4 ayat (6) jo Pasal 7 Perma 5/2020 ini. 

Aturan ini menimbulkan protes dari sejumlah kalangan. Salah satunya dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) yang menilai kebijakan MA ini menghambat fungsi dan peran Pers dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik. Sebab, kehadiran jurnalis dalam proses persidangan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan. Hal ini diatur UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Perma No. 5 Tahun 2020 sempat disinggung dalam penyampaian Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020 di Gedung MA Jakarta, Rabu (30/12/2020), yang juga disiarkan melalui kanal Youtube MA secara live. Sepanjang 2020, MA telah menerbitkan regulasi dalam bentuk Perma, salah satunya Perma No. 5 Tahun 2020.

Ketua MA M. Syarifuddin menjelaskan Perma tersebut mengatur tata tertib persidangan dan dalam rangka melindungi para hakim, aparatur peradilan dan para pencari keadilan yang berada di lingkungan pengadilan. Perma ini juga sebagai respons atas banyaknya tindakan penyerangan terhadap hakim dan aparatur peradilan dalam proses persidangan. Belakangan ini marak opini di media, Perma tersebut MA dianggap melarang pengambilan foto dan rekaman dalam proses persidangan.

“Mohon dicatat teman-teman jurnalis semua, tidak ada satu pun ketentuan yang menyebutkan pelarangan untuk pengambilan foto dan rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Yang benar pengaturan bagi yang akan mengambil foto atau rekaman saat berlangsungnya persidangan untuk meminta izin terlebih dulu kepada Hakim/Ketua Majelis yang menyidangkan perkaranya,” kata Syarifuddin.

MA tidak melarang untuk mengambil foto atau rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum, sepanjang tidak mengganggu ketertiban dalam proses persidangan. Karena jika persidangan terganggu yang akan dirugikan adalah para pencari keadilan. “Saya pastikan sekali lagi, tidak ada pelarangan pengambilan foto dan rekaman, baik audio maupun visual di persidangan sepanjang bukan dalam perkara yang ditentukan undang-undang dilakukan secara tertutup dan senantiasa menjaga ketertiban di ruang sidang.”

Dia menerangkan izin bagi jurnalis yang dimaksud dalam ketentuan tersebut cukup sebatas menganggukkan kepala kepada majelis hakim dalam persidangan sudah dianggap izin untuk mengambil foto atau rekaman gambar. “Bukan berarti mengajukan surat permohonan surat, terus ada penetapan, enggak begitu. Bagaimana kalau sidang berlangsung, lalu mengajukan izin kayak begitu kan susah? Jadi cukup menganggukkan kepala. Kadang mau (izin, red) mengambil foto, kita sudah tahu, jadi sudah iya (mengizinkan, red),” kata Syarifuddin.       

Ditegaskan Syarifuddin, MA dan badan peradilan di bawahnya sama sekali tak akan membatasi aktivitas jurnalisme demi menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas. MA hanya ingin mengatur agar jalannya persidangan yang sifatnya terbuka untuk umum tetap berjalan tertib. “Jadi sama sekali kita tidak ingin membatasi kawan jurnalis meliput jalannya persidangan. Karena kita juga ingin peradilan kita transparan dan akuntabel,” katanya. (Baca Juga: Beragam Kebijakan dan Capaian MA Sepanjang Tahun 2020)

Sebelumnya, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan sebenarnya Perma 5/2020 tidak melarang. “Coba baca baik baik baca redaksinya, hanya dinyatakan perlu izin dari Hakim/Ketua Majelis Hakim. Permintaan izin yang dimaksud dalam hal ini, jangan kita ditafsirkan secara kaku memahaminya. Jangan kita bersikap menafsirkan sendiri tanpa membaca konsiderans dari Perma ini,” kata Andi Samsan Nganro saat dihubungi, Selasa (22/12/2020) lalu.    

Menurutnya, ketentuan pengambilan foto yang harus izin Hakim/Ketua Majelis Hakim bukan dibuat sebagai proteksi dan bukan pula sebagai benteng untuk tidak mau diawasi. “Tolong jangan ditafsirkan ke arah situ. Sebab, kami juga memahami untuk menyelenggarakan peradilan yang kredibel perlu pengawasan publik,” kata dia.

Dia menambahkan Perma No. 5 Tahun 2020 ini dibuat untuk mengatur protokoler persidangan guna menciptakan suasana dan rasa aman bagi aparat peradilan dan pihak-pihak yang berkepentingan di pengadilan, seperti saksi-saksi, terdakwa, pengunjung, dan lain-lain demi terwujudnya peradilan yang berwibawa.

Tags:

Berita Terkait