Perlunya Penyusunan RDTR Secara Tepat untuk Proses Kemudahan Berusaha
Terbaru

Perlunya Penyusunan RDTR Secara Tepat untuk Proses Kemudahan Berusaha

Sayangnya, sejauh ini sistem RDTR belum terintegrasi dengan OSS Berbasis Risiko. RDTR yang tersedia masih sangat terbatas dan belum lengkap.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan bagian dari rencana rinci tata ruang. RDTR sekaligus menjadi dasar acuan dari diterbitkannya dokumen perizinan terkait bangunan. Bahkan saat ini, RDTR turut menjadi syarat untuk mendirikan usaha melalui Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko. Hal tersebut diatur dalam PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Setiap kepala daerah wajib mengintegrasikan RDTR ke dalam sistem OSS Berbasis Risiko dalam bentuk digital. Pasal 53 PP 21/2021 menyatakan, Menteri dan kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal wajib mengintegrasikan RDTR KPN dalam bentuk digital ke dalam sistem OSS.

Sedangkan Pasal 103 menyatakan, Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalur OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki, menjelaskan bahwa sebaiknya seluruh kota dan kabupaten sudah punya RDTR. Karena RDTR menjadi pedoman penataan ruang di kota/kabupaten. Menurut amanat Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) beserta turunannya yaitu PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, RDTR punya kaitan erat dengan proses pemanfaatan ruang dan perizinan berusaha.  

Abdul Kamarzuki menekankan terkait pembuatan RDTR ini agar dilakukan dengan tepat. Penyusunan RDTR yang detail akan membuat perencanaan kota yang lebih baik. “Perlu disadari, jika dokumen RDTR itu mengikat, itu lah kenapa penting dilakukan pembuatan RDTR yang sesuai seperti contoh dari luas tanah, berapa yang bisa dibangun, bagaimana ketentuan masing-masing bloknya,” terangnya dalam pernyataan tertulis, Rabu (1/9).

Dalam perbicangan dengan Hukumonline sebelumnya, Konsultan Easybiz Febrina Artinelli mengatakan bahwa sejauh ini sistem RDTR belum terintegrasi dengan OSS Berbasis Risiko. RDTR yang tersedia masih sangat terbatas dan belum lengkap. (Baca: Pelaku Usaha Temukan Sejumlah Kendala Saat Mengurus Izin di OSS Berbasis Risiko)

Selain itu, adanya syarat RDTR dalam proses perizinan di OSS Berbasis Risiko dinilai dapat memberikan dampak terhadap sektor UMKM yang selama ini banyak menjalankan usaha dari rumah. “RDTR itu ada tapi belum terintegrasi dengan OSS. Pemda seperti setengah hati, mungkin mereka takut ada dampak ke daerah mereka, tapi kalau tidak ada RDTR maka pelaksanaan OSS Berbasis Risiko tidak akan maksimal,” kata Febri.

Menurutnya, untuk RDTR ini juga memberatkan UMK. Dulu, katanya, di DKI Jakarta untuk UMK bisa melakukan usaha dari rumah, tapi saat ini karena ada aturan tata ruang dan pernyataan output OSS, UMK harus sesuai tata ruang sehingga pebisnis UMK protes kenapa UMK harus sesuai dengan zonasi tata ruang.

Sementara, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute Agung Pambudi mengharapkan sistem OSS berbasis risiko dapat terintegrasikan dengan seluruh sistem perizinan usaha di seluruh daerah, sehingga dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun rencana pengembangan ekonomi daerah.

"Tidak sekadar gambaran umum sektor unggulan daerah, namun secara jelas rencana bisnisnya, di dalamnya harus terlihat prioritas utama pengembangan bisnis dalam hal trade, tourism, investment. Kemudian tiap daerah juga harus jelas menyusun strategi pemasaran termasuk menggunakan platform digital," ujar Agung.


Agung menilai, rencana bisnis yang jelas dan terarah dapat menarik lebih banyak investasi baru ke daerah. Di samping itu, penerapan di lapangan baik perizinan, akses terhadap lahan, ketenagakerjaan, dan perpajakan diharapkan juga dapat dipermudah agar investasi bisa direalisasikan dengan cepat.


"OSS berbasis risiko ini semakin menegaskan keseriusan pemerintah memperbaiki iklim investasi nasional," kata Agung.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah meresmikan peluncuran OSS berbasis risiko pada Senin, 9 Agustus 2021 lalu. OSS berbasis risiko ini adalah layanan perizinan secara daring yang terintegrasi, terpadu, dengan paradigma perizinan berbasis risiko. Tujuan OSS berbasis risiko ini bertujuan untuk membuat iklim kemudahan berusaha di Indonesia semakin baik. Pada sistem ini, izin usaha akan disesuaikan dengan risikonya dan untuk jenis usaha berisiko rendah hanya membutuhkan perizinan berupa Nomor Induk Berusaha (NIB).

Sebagai salah satu persyaratan dasar perizinan berusaha, dibutuhkannya Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR). “Untuk KKPR ini, yang disasar adalah daerah yang telah memiliki RDTR. Ini yang kami tekankan pada Pak Wali Kota, RDTR menjadi mesinnya OSS. Jangan dibayangkan lagi jika nanti ada permohonan kesesuaian tata ruang dari pelaku usaha seperti sebelumnya, karena ini bentuknya sudah sistem. Makanya perlu kehati-hatian untuk menyusun RDTR,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait