Perlunya Membentuk Tim Komunikasi Penyelesaian RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal
Terbaru

Perlunya Membentuk Tim Komunikasi Penyelesaian RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal

Karena KPK dan PPATK menjadi leading sector membidangi permasalahan dalam RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto saat rapat kerja bersama KPK dan PPATK di Kompleks Parlemen, Selasa (11/6/2024). Foto: RES
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto saat rapat kerja bersama KPK dan PPATK di Kompleks Parlemen, Selasa (11/6/2024). Foto: RES

Nasib Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Perampasan Aset dan RUU tentang Pembatasan Uang Kartal jalan di tempat di parlemen. Padahal kebutuhan aparatur penegak hukum dalam pemberantasan korupsi amat memerlukan instrumen sebagaimana diatur dalam draf RUU Perampasan Aset. Karenanya, Komisi III mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK)  membentuk tim komunikasi dalam rangka membahas dan penyelesaian RUU Perampasan Aset maupun RUU Pembatasan Uang Kartal.

“Kenapa hari ini PPATK dan KPK dijadikan satu karena kami ingin melihat apakah program prioritas PPATK dan KPK itu sudah ada koneksitas dalam mendukung melakukan RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset,” ujar Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto saat rapat kerja bersama KPK dan PPATK di Kompleks Parlemen, Selasa (11/6/2024).

Pria biasa disapa Bambang Pacul itu menilai kedua instansi negara itu menjadi unit yang membidangi permasalahan dalam dua RUU tersebut. Tapi kedua lembaga negara itu belum mengarahkan rencana anggaran tahun 2025 dalam menyokong penyelesaian RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

Berdasarkan usulan rencana anggaran yang disodorkan KPK dan PPATK ke Komisi III masih terbilang kecil. Namun Bambang Pacul menegaskan perlu mekanisme soal bagaimana uang-uang dikoneksikan dalam rangka mendukung program nasional berupa penguatan atas penyelesaian RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

Baca juga:

Hukumonline.com

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Ketua KPK Nawawi Pomolango, dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Parlemen. Foto: RES

DPR secara resmi sudah menerima usulan pembahasan RUU tentang Perampasan Aset maupun RUU Pembatasan Uang Kartal. Makanya Komisi III mengundang KPK dan PPATK secara bersama dalam satu forum dalam rangka mengkonfirmasi perkembangan nasib RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal yang notabene menjadi kepentingan negara.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menegaskan berdasarkan paparan KPK menunjukan belum adanya perkembangan berarti terhadap RUU Perampasan Aset. Karenanya Bambang menilai belum adanya konektivitas antara KPK dan PPATK. Dia menjelaskan kedua RUU tersebut terbit secara bersamaan karena ingin membuat uang-uang yang merupakan hasil dari penggelapan dapat terlacak. Dengan begitu, RUU Perampasan Aset maupun RUU Pembatasan Uang Kartal dapat memudahkan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Illicit enrichment

Menanggapi Bambang Pacul, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan soal program prioritas, dengan adanya rekomendasi perubahan terhadap UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memiliki kaitan erat dengan RUU Perampasan Aset. Menurutnya dalam UU Pemberantasan Tipikor belum patuh dengan United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) seperti halnya soal illicit enrichment.

“Itu (illicit enrichment, red) berkaitan dengan RUU Perampasan Aset,” ujarnya.

Hukumonline.com

Suasana rapat antara PPATK-KPK dengan Komisi III saat membahas soal rencana anggaran 2025. Foto: RES

Menurutnya bila membaca Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sudah dapat diduga aset yang dilaporkan dengan realitanya tidak benar adanya. Misalnya terapat aparatur penegak hukum yang sudah dapat diketahui penghasilannya. Tapi aset yang dilaporkan di luar dari penghasilannya.

“Tapi tidak serta-merta kita lakukan penyitaan atau pembuktian terbalik,” ujarnya.

Namun menurut pria yang berlatarbelakang hakim itu, RUU Perampasan Aset nantinya mengatur soal bagaimana dapat melakukan perampasan aset tanpa melakukan pemidanaan. Nah, menurut Alexander Marwata bila dapat dilakukan perampasan tanpa pemidanaan bakal efektif. Lagi-lagi dengan adanya LHKPN pihak KPK dapat mengklarifikasi terhadap penyelenggara negara.

“Kalau didukung dengan RUU Perampasan Aset tinggal minta yang bersangkutan membuktikan asetnya itu, kalau tidak bisa ya asetnya kita sita tanpa kita membuktikan pidana yang bersangkutan. Itu sangat efektif, dan berharap ke depan itu bisa menjadi kontrol bagi penyelenggara negara agar tidak berlomba-lomba dengan aset yang tidak sepadan,” katanya.

Sementara Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan KPK dan PPATK terus bersinergi dalam melaksanakan kegiatannya. Seperti halnya dalam penghentian transaksi keuangan orang yang ditengarai melakukan tindak pidana, pihak KPK dan PPATK kerap berkomunikasi terlebih dahulu.

Namun demikian, terkait RUU Perampasan Aset an RUU Pembatasan Uang Kartal, pihak PPATK bakal memperbaiki pola kerjasama dan melakukan terobosan. Ia mengakui perlu membuat peta risiko terhadap kejahatan Tipikor. “Makanya surat menyurat kami dengan KPK luar biasa intensif,” pungkasnya.


Tags:

Berita Terkait