Perbedaan pandangan maupun pilihan di alam demokrasi merupakan hal lumrah. Apalagi dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden 2019 mendatang membuat situasi kian memanas. Namun demikian, kedewasaan dalam menentukan pilihan serta saling menghormati perbedaan pilihan dalam berdemokrasi menjadi keharusan.
Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR, Fary Djemy Francis saat menjadi pembicara diskusi Press Gathering pimpinan MPR di Yogyakarta, Jumat (19/10). "Saat ini demokrasi di tanah air sedang menghadapi berbagaai ujian. Karena itu dibutuhkan sikap kedewasaan dalam menyikapi perbedaan," ujarnya.
Menurutnya, demokrasi merupakan cara dan alat yang paling tepat dalam menjalankan roda bernegara. Karenanya, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Ironisnya, acapkali demokrasi belakangan malah melahirkan beragam persoalan. Seperti konflik horizontal, kampanye SARA, berita hoax, fitnah, money politics, hingga dugaan keberpihakan penyelenggara.
Fary berpendapat, perbedaan dan perdebatan merupakam hal biasa dalam demokrasi. Menurutnya, bangsa Indonesia pun dapat menjadi negara besar. Penyebabnya, perdebatan panjang para founding father. Namun, perdebatan itu dilakukan bukan untuk menghancurkan, tetapi dengan semangat saling menguatkan.
Karena itulah Ketua Komisi V DPR ini menilai pemerintah seharusnya berterima kasih kepada oposisi. Pasalnya, di saat pemerintah salah jalan, pihak oposisi yang berperan meluruskan untuk tetap berada di jalan yang lurus.
"Jangan anggap oposisi sebagai musih berkompetisi, tetapi jadikan oposisi sebagai teman berdemokrasi," ujaujarnya.
Menurutnya, negara tiimur tengah yang memiliki suku dan budaya nyaris sama kerap terlibat pertikaian dalam perbedaan. Sementara di Indonesia yang memiliki suku dan budaya bermacam-macam tetap bisa bersama-sama tanpa perpecahan. "Inilah potret salah satu hikmah perbedaan," pungkasnya.