Perlunya Kebijakan Pencegahan Peningkatan Emisi Karbon
Berita

Perlunya Kebijakan Pencegahan Peningkatan Emisi Karbon

Dalam Kebijakan Energi Nasional, pada 2030, Indonesia akan memanfaatkan energi nuklir yang rendah emisi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo (batik). Foto: RES
Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo (batik). Foto: RES
Saat ini Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi dan akses listrik terendah diantara negara-negara berkembang di Asia. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi mendorong peningkatan kebutuhan listrik. Akibatnya, emisi gas rumah kaca Indonesia yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, diperkirakan akan bertambah.

“Melihat tren sektor energi dan kelistrikan saat ini, tingkat emisi bahan bakar fosil Indonesia akan meningkat tiga kali lipat di tahun 2030. Peningkatan ini sebagian besar diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik,” papar Aktivis WALHI, Ahmad,di Depok, Senin (13/10).

Ahmad menjelaskan, saat ini dominasi emisi diakibatkan oleh kerusakan hutan serta konversi peruntukan lahan. Hanya saja, ia memprediksi laju emisi energi fosil untuk listrik akan segera meningkat sangat cepat. Menurutnya, di masa mendatang dominasi emisi akan berasal dari penggunaan bahan bakar fosil.

“Tantangannya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan akan listrik, sementara menahan peningkatan laju emisi dari sektor energi listrik,” tandasnya.

Ahmad mengatakan, dalam rangka menjawab tantangan tersebut banyak pilihan kebijakan yang sedang dipertimbangkan pemerintah. Beberapa skema pendanaan internasional telah disusun untuk membantu negara-negara berkembang dalammengantisipasi dan mencegah peningkatan emisi karbon. Ahmad menegaskan, Indonesia memiliki kesempatan penuh atas skema-skema tersebut.

Salah satu contoh pilihan yang dapat diambil Indonesia adalah skema pasar karbon internasional. Menurut Ahmad, skema ini mampu menyediakan pembayaran untuk menutupi atau menurunkan biaya agar tercapai tujuan mitigasi perubahan iklim. Selain itu, Indonesia juga bisa meminta dukungan dari Dana Teknologi Bersih untuk memfasilitasi pembangunan sumber energi bersih.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo menuturkan bahwa dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah dirumuskan pola produksi listrik nasional. Ia mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik tahun 2030,Indonesia akan memanfaatkan energi nuklir yang rendah emisi.

"Tahun 2030 paling tidak kita butuh 250.000 megawatt listrik, dari mana kalau tidak dari nuklir? Malaysia akan bikin, Vietnam bangun dua," tegasnya.

Menurut Susilo, penggunaan energi nuklir untuk memproduksi listrik nasional merupakan jalan tengah. Ia mengakui, cadangan batu bara Indonesia masih sangat cukup untuk memasok kebutuhan listrik. Namun demikian, penggunaan batu bara akan menimbulkan efek negatif bagi perubahan iklim. Terlebih lagi, cadangan itu akan habis pada waktunya.

“Oleh karena itulah, maka penggunaan energi terbarukan menjadi sangat penting bagi pembangkit listrik,” tambahnya.

Kendati demikian, Susilo mengakui bahwa pemanfaatan energi nuklir masih rentan dengan risiko. Ia mengungkapkan bahwa ledakan nuklir di Fukushima memberi pelajaran bahwa pemilihan lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) harus dilakukan dengan cermat.

Menurutnya, PLTN harus menghindari daerah yang punya potensi gempa besar, tsunami. Daerah Bangka dan Kalimantan merupakan daerah yang potensi gempanya sangat minimal.

Pembangunan PLTN juga membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan hingga mencapai sepuluh tahun. Oleh karena itu, menurut Susilo pembangunan PLTN harus segera dimulai. “Bangsa ini jangan sampai terlambat memutuskan. Kalau tidak diputuskan dari sekarang akan terlambat, dan krisis energi akan lebih parah lagi,” katanya.
Tags:

Berita Terkait