Perludem Minta Pemilu Serentak Nasional dan Daerah Terpisah
Berita

Perludem Minta Pemilu Serentak Nasional dan Daerah Terpisah

MK diminta putuskan pemilu serentak nasional untuk memilih DPR, Presiden, dan DPD (Pemilu 2024). Dan dua tahun setelah pemilu serentak nasional dilaksanakan pemilu serentak daerah untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dalam sidang sebelumnya, Pemohon menilai sistem pemilu serentak dengan model lima kotak tidak sesuai dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, desain pelaksanaan pemilu lima kotak pada satu hari bersamaan tersebut, membuat pemenuhan prinsip pemilu demokratis yang merupakan cerminan dari asas pemilu dalam Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 telah terlanggar. 

 

Pemohon berpedoman pada Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, Mahkamah ingin memberikan penegasan desain pemilu serentak adalah sesuatu yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peta checks and balances terutama terkait efektivitas sistem presidensial di Indonesia.

 

Namun, desain pelaksanaan pemilu lima kotak tersebut berakibat pada lemahnya posisi presiden untuk menyelaraskan agenda pemerintahan dan pembangunan. Hal ini terjadi disebabkan karena pemilihan kepala daerah dengan DPRD tidak diserentakkan, sedangkan kepala daerah adalah perpanjangan tangan pemerintahan pusat sekaligus sebagai penyelenggara otonomi daerah. 

 

Selain itu, terkait kewenangan dan fungsi pemerintah daerah tidak jauh berbeda dengan kerja sistem pemerintahan presidensial. Dalam perumusan peraturan daerah, kepala daerah dan DPRD membahas secara bersama-sama perumusan suatu peraturan daerah  untuk kemudian memperoleh persetujuan bersama. Hal ini senada pula dengan relasi kerja antara Presiden dan Wakil Presiden dengan DPR dalam perumusan perundang-undangan.

 

Akan tetapi, pada realitasnya seringkali kesetaraan dan efektivitas ini terganggu karena adanya keterpisahan waktu pemilihan umum kepala daerah dengan pemilihan anggota DPRD. Akibatnya, berdampak adanya politik transaksional untuk kepentingan jangka pendek bagi kepentingan calon kepala daerah.

 

Tak hanya itu, dampak lainnya adalah inefektivitas pemerintahan daerah karena pemerintahan dibentuk atas dasar kepentingan jangka pendek saja. Dampak terakhir, hal tersebut dapat melemahkan dukungan gubernur terpilih di pilkada oleh DPRD. 

 

Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak yang terbagi atas pemilu serentak nasional untuk memilih DPR, Presiden, dan DPD. Dan dua tahun setelah pemilu serentak nasional dilaksanakan pemilu serentak daerah untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati, dan Walikota.”

Tags:

Berita Terkait