Perluasan Kewenangan Kompolnas Harus Diatur di UU Khusus
Berita

Perluasan Kewenangan Kompolnas Harus Diatur di UU Khusus

Kompolnas sudah mengajukan naskah akademik RUU Kompolnas, namun terlambat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Perluasan Kewenangan Kompolnas Harus Diatur di UU Khusus
Hukumonline
Terbatasnya kewenangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terhadap lembaga Polri dinilai masih jauh dari harapan. Bahkan, tidak sedikit masyarakat kecewa dengan peran Kompolnas yang tidak berjalan efektif dalam melakukan pengawasan terhadap perilaku kepolisian. Untuk itu, diperlukan aturan khusus berupa UU yang mengatur Kompolnas agar kewenangannya diperluas.

Demikian bagian intisari hasil penelitian Imparsial terhadap evaluasi peran Kompolnas di masa reformasi. “Di sejumlah negara yang diulas dalam studi ini, lembaga pengawas kepolisian dibentuk secara terpisah dan independen –yang mana pembentukannya dijamin oleh undang-undang tersendiri-,“ ujar koordinator riset Imparsial Gufron Mabruri saat memaparkan hasil penelitian lembaganya di Gedung Kompolnas, Selasa (1/4).

Pengawasan terhadap institusi kepolisian mutlak dilakukan sebagai bagian prinsip tata kelola negara demokratis. Sayangnya, hal itu tidak sejalan dengan harapan awal pendirian lembaga Kompolnas. Berbeda dengan negara lain, lembaga pengawas kepolisian di sejumlah negara demokrasi cukup berjalan efektif.

Menurutnya, prinsip saling memberikan kontrol seyogianya dimaksudkan memperluas partisipasi publik dalam mengawasi polisi melalui sebuah lembaga yang independen. “Padahal, bila melihat semangat awal pembentukan Kompolnas, masyarakat sangat berharap lembaga ini dapat mengawasi dan mengontrol kepolisian,” ujarnya.

Dipaparkan Gufron, Kompolnas di Indonesia dinilai tidak independen dari lembaga yang diawasinya, yakni kepolisian. Bukannya terpisah, Kompolnas justru melekat dengan kepolisian. Selain itu, komposisi komisioner Kompolnas masih didominasi mantan anggota kepolisian dan wakil pemerintah yang berdampak mempengaruhi tidak independensinya Kompolnas.

Posisi Kompolnas yang berada langsung di bawah presiden menjadi alasan di balik keraguan  independensi Kompolnas. Imparsial dalam penelitiannya menyatakan, secara struktural Kompolnas menjadi bagian dari pemerintah. Menurut Gufron, posisi Kompolnas justru mendistorsi pengaduan masyarakat, khususnya berkaitan dengan kekuasaan.

“Pengawas dan lembaga yang diawasi dalam posisi yang sejajar. Independensi Kompolnas mestinya dijamin penuh oleh undang-undang, sebagaimana lembaga negara lainnya seperti KPK, Komnas HAM, LPSK, dan lainnya,” ujarnya.

Persoalan penting lainnya, tugas dan kewenangan Kompolnas yang terbatas, yakni hanya memberikan masukan kepada presiden terkait penggunaan anggaran oleh kepolisian. Selain itu, soal kebijakan kepolisian dan menerima pengaduan masyarakat. Padahal, dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kepolisian yang kompleks dibutuhkan kewenangan Kompolnas yang luas dan kuat. Dengan begitu, Kompolnas tidak hanya menjadi lembaga penasehat presiden dan penampung laporan masyarakat.

Dikatakan Gufron, dari serangkaian persoalan hambatan Kompolnas, pemerintah dan DPR perlu membuat aturan khusus Kompolnas berupa UU. Aturan khusus berupa UU tersebut nantinya secara khusus mengatur prinsip, tujuan, fungsi, tugas dan kewenangan, komposisi keanggotaan dan mekanisme pemilihan, anggaran dan hal lainnya.

Gufron menuturkan, dengan UU tersebut Kompolnas akan semakin kuat dari segi kedudukan, independensi, dan kewenangan. “Upaya pengaturan ini tentunya tidak bisa dilakukan melalui UU Polri seperti selama ini. Sebab, itu artinya akan mengatur dua jenis institusi yang secara prinsip memiliki fungsi dan tugas berbeda,” ujarnya.

Komisioner Kompolnas M Nasser mengapresiasi hasil penelitian Imparsial. Menurutnya, penelitian yang dilakukan Imparsial telah dilakukan oleh lembaganya. Malahan, hasil penelitian itu berupa naskah akademik RUU Kompolnas.

Menurut Nasser, lembaganya pada 27 Januari lalu telah menyerahkan naskah akademik RUU Kompolnas ke Komisi III, Baleg, dan pimpinan DPR. Sayangnya, upaya Kompolnas dinilai terlambat. Pasalnya, DPR telah menyusun Prolegnas 2014.

“Ketika kami bawa ke Komisi III, lalu dikatakan terlambat karena sudah masuk Prolegnas 2014. Lalu disuruh insert saja ke revisi UU Polri,” ujarnya.

Komisoner lainnya Logan Siagian menambahkan, penelitian Imparsial dinilai lebih menitikberatkan pada sisi pengawasan Kompolnas terhadap Polri dan penerimaan pengaduan masyarakat. Padahal, kata Logan, tugas Kompolnas memberikan arah kebijakan Polri, memberikan pertimbangan pengangkatan dan pemberhentian pejabat Kapolri.

“Walaupun yang kita berikan hanya pertimbangan,” imbuhnya.

Komisioner lainnya, Edi Hasibuan Saputra mengatakan betapa sulit lembaganya menjalankan kewenangan pengawasan. Pasalnya, kepolisian tidak takut dengan Kompolnas. Tidak hanya itu, kepolisian tidak  berkewajiban menjalankan rekomendasi yang diberikan lembaganya. Pasalnya, tidak adanya sanksi yang mengatur tersebut.

“Polisi lebih takut dengan Irwasum karena bisa memindahkan. Kami sudah mengajukan RUU Kompolnas menjadi regulator buat Polri,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait