Perlu Tidaknya UU Khusus Soal Penyadapan
Berita

Perlu Tidaknya UU Khusus Soal Penyadapan

Peneliti ICW menilai desakan pembuatan UU Penyadapan hanyalah perlawanan balik dari DPR.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari sependapat dengan Mardjono. Menurutnya, penyadapan berkaitan dengan hak privat seseorang. Itu sebabnya perlu aturan khusus. Dia mengingatkan bahwa MK telah menegaskan dalam putusan uji materi terkait penyadapan perlu dibuat UU khusus. Terpenting, aturan penyadapan dibuat untuk mengurangi kemungkinan abuse of power yang dilakukan lembaga  maupun seseorang yang memiliki kewenangan tersebut.

“Harus ada rule of game-nya biar jelas. Ke depan setuju dengan penataan soal penyadapan, misalnya dengan UU,” katanya.

Lebih jauh, politisi PDIP itu mengatakan belum adanya aturan yang detail, membuat kecurigaan DPR terhadap penyadapan yang dilakukan lembaga hukum, seperti KPK. Ia tak menampik sejumlah koleganya di DPR merasa disadap telepon genggamnya, seperti yang dirasakan Ahmad Yani dan Aboe Bakar Al Habsyi.

Ia menegaskan aturan penyadapan yang ada dalam draf revisi KUHAP memang masih perlu didiskusikan lebih jauh. Hanya saja, aturan tersebut belum menjadi norma. Lagi pula pembahasan RKUHAP hingga menjadi UU dipastikan bakal membutuhkan waktu panjang.

Maka dari itu, Eva mendesak agar dibuat aturan khusus penyadapan lebih rinci untuk mengisi kekosongan hukum terkait penyadapan. “Saya setuju KPK punya hak menyadap. Tetapi kalau dengan SOP itu mengganggu dan tidak akuntabel. Makanya harus ada UU,” katanya.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah tak sependapat dengan pandangan Eva. Menurutnya, desakan pembuatan UU penyadapan hanyalah perlawanan balik dari DPR.

Febri mengatakan, sejumlah anggota dewan diketahui terlibat tindak pidana korupsi setelah diputar rekaman hasil sadapan KPK. Namun, ia tak menampik kalau penyadapan dapat dipandang dari sisi hak asasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: