Perlu Rekonseptualisasi Kewenangan PTUN dalam Perkara Fiktif Positif
Doktor Ilmu Hukum:

Perlu Rekonseptualisasi Kewenangan PTUN dalam Perkara Fiktif Positif

Hukum acaranya perlu mengadopsi model gugatan sederhana.

Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit

Enrico membandingkan pengaturan fiktif positif di Indonesia dan Uni Eropa. Umumnya, negara-negara Uni Eropa menerapkan fiktif positif sebagai ketentuan lex spesialis, dan fiktif negatif sebagai ketentuan umum (lex generalis). Menurutnya, pengalaman negara-negara Uni Eropa merefleksikan pentingnya berbagai varian dan kebijakan dalam penerapan fiktif positif untuk melengkapi atau menggantikan rezim fiktif negatif (soft-approach). Sebaliknya, Indonesua menggunakan Pendekatan radikal (hard approach), secara drastis mengubah fiktif negatif (dalam UU PTUN) menjadi fiktif positif (dalam UUAP).

“Pilihan radikal itu akan menimbulkan permasalahan dalam penegakan keadilan administrasi oleh Peradilan TUN untuk mengawal akses keadilan dalam kompleksitas isu-isu sikap diam pemerintahan (administrative silence), kelalaian pemerintahan (administrative omission/inaction), dan kegagalan pemerintah untuk bertindak (desirable action)sebagaimana seharusnya,” papar Enciro.

Istilah fiktif positif secara etimologis berakar dari istilah lex silence positivo. Sikap diam pejabat sebagai suatu persetujuan identic dengan salah satu maksim di era Romawi: qui tacet consentire videtur (silence implies consent). Di Belanda dikenal istilah positieve beschikking bij niet tijdig beslissen yang dimaknai sebagai keputusan lewat waktu. Di negara lain dikenal istilah silence de l’administration vaut acceptation (Perancis), genehmingungsfiktion (Jerman), dan fictious approval, tacit authorization, silent consent, atau implicit decision (Inggris).

Dalam jangka pendek, Enrico menyarankan agar para hakim mempedomani petunjuk yang telah diterbitkan Mahkamah Agung dalam penyelesaian sengketa fiktif positif, dan memastikan telah ditempuh terlebih dahulu upaya administratif sebelum ke PTUN. Dalam perkara fiktif positif, PTUN seharusnya the last resort sengketa antara masyarakat dan pemerintah. Untuk memadukan prinsip kesederhanaan berperkara dalam perkara fiktif positif perlu diadopsi model hukum acara penyelesaian gugatan sederhana.

Tags:

Berita Terkait