Perlu Optimalkan Peran Masyarakat dalam Implementasi UU TPKS
Terbaru

Perlu Optimalkan Peran Masyarakat dalam Implementasi UU TPKS

Untuk itu, perlu segera mempercepat penyusunan dan penerbitan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagai pedoman pelaksanaan UU TPKS.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar. Foto: RFQ
Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar. Foto: RFQ

Sejak disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU oleh DPR bersama pemerintah, tindak pidana kekerasan seksual tak juga mereda. Malahan, makin bermunculan di sejumlah daerah. Terakhir, kasus dugaan pelecehan seksual santriwati oleh putra pemilik pondok pesantren. Untuk itu, penting mengoptimalkan peran serta masyarakat melalui implementasi UU No.12 Tahun 2022 tentang TPKS.

Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar menilai keterlibatan masyarakat dalam menjalankan peran pencegahan dan pemantauan TPKS amat diperlukan dalam mempercepat implementasi UU 12/2022. Penguatan atau optimalisasi peran serta masyarakat tersebut berupa edukasi dan wawasan yang dilakukan penyuluh hukum atau paralegal di tingkat komunitas masyarakat. Khususnya terkait kejahatan kekerasan seksual. Termasuk pula, soal penanganan hukum dengan mengedepankan kepentingan korban TPKS.

Jika terjadi kasus kekerasan seksual, bukan diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, melainkan bagaimana penanganan hukum, penegakan hukum, dan kepentingan korban,” ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk “Menilik Kembali RUU untuk Rakyat” secara daring, Selasa (12/7/2022) kemarin.

Menurutnya, fakta di lapangan dalam penanganan kasus TPKS tidak berstandar penegakan hukum. Terlebih, ketidakmaksimalan masyarakat terhadap pengetahuan dalam penanganan kasus TPKS. Sebaliknya, realitanya penyelesaikan penanganan kekerasan seksual cenderung melalui kekeluargaan. Seperti korban dinikahi pelaku dengan menerima ganti rugi.

Lantas apa yang perlu dilakukan dalam mempercepat implementasi UU TPKS? Menurutnya agar percepatan implementasi UU 12/2022 dapat efektif berjalan dengan berbagai instrumen yang diatur, perlu segera diterbitkan berbagai aturan pelaksana. Pemerintah memang sedang menggodok aturan turunan dari UU 12/2022 ini.

Tapi perlu didorong agar pemerintah mempercepat penyusunan dan penerbitan aturan turunan UU 12/2022 sebagai bagian mengatur penguatan dan optimalisasi peran serta masyarakat dalam melaksanakan pencegahan dan monitoring. Termasuk penanganan kasus kejahatan atau kekerasan seksual menjadi lebih extraordinary. Maklum, aturan dalam tingkat UU cenderung bersifat normatif.

“Tapi, bagaimana mengatur hal-hal teknis itu yang perlu dituangkan dalam peraturan pemerintah atau peraturan yang lebih teknis,” katanya.

Sementara Anggota Tim Riset International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Maidina Rahmawati berpandangan UU 12/2022 perlu disosialisasikan lebih masif oleh pemerintah ke masyarakat. Sebab, dalam materi UU 12/2022 terdapat banyak pembaruan substansi ataupun teknis hukum.

Ternasuk organisasi penyedia layanan masyarakat, komunitas masyarakat, dan aparat penegak hukum pun diharuskan mendapat sosialisasi UU 12/2022. Sebab, aparat penegak hukum menjadi ujung tombak dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Selain sosialialisasi, pendidikan dan pelatihan perlu diberikan terhadap organisasi penyedia layanan berbasis masyarakat.

“Memang (sosialisasi, pelatihan dan pendidikan, red) itu belum secara intensif setelah pengesahan UU TPKS,” ujar Maidina Rahmawati yang juga tercatat menjabat Manajer Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) itu.

Terlihat belum serius

Terpisah, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Luluk Nur Hamidah mendorong pemerintah agar mempercepat penyusunan dan penerbitan aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres). Dia menilai pemerintah belum terlihat serius membentuk aturan turunan pasca diundangkannya UU 12/2022.

“Kami menilai pemerintah belum kelihatan keseriusannya pasca diundangkannya UU TPKS,” ujarnya.

Amanat UU 12/2022 mengharuskan pemerintah membentuk 10 PP dan Perpres sebagai pedoman pelaksana bagi aparat penegak hukum dan masyarakat dalam mengejewantahkan substansi materi UU TPKS. Semestinya, kata Luluk, pemerintah dapat menyegerakan memprioritaskan aturan turunan UU 12/2022. Kendati UU 12/2022 memberikan waktu 2 tahun, tapi urgensi situasi dan kondisi berbagai kasus kekerasan seksual di tanah air mengharuskan pemerintah bergerak cepat.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai pemerintah belum maksimal mensosialisasikan UU 12/2022 kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik maupun saluran lainnya. Sebaliknya sosialisasi malah dilakukan kelompok masyarakat yang sedari awal mengawal RUU TPKS hingga disahkan menjadi UU.

“Seharusnya, dalam waktu 6 bulan sejak ditetapkan sebagai UU, pemerintah sudah siap dengan PP dan perpres,” katanya.

Tags:

Berita Terkait