Perlu Kolaborasi Pengusaha dan Pemerintah dalam Mewujudkan Green Economy
Terbaru

Perlu Kolaborasi Pengusaha dan Pemerintah dalam Mewujudkan Green Economy

Perlu upaya kolaboratif dengan mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dan manajemen risiko yang bisa menciptakan ekonomi hijau dan berkelanjutan.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Narasumber Hukumonline Executive Roundtable Dinner, Rabu (19/6/2024). Foto: WIL
Narasumber Hukumonline Executive Roundtable Dinner, Rabu (19/6/2024). Foto: WIL

Risiko kerusakan lingkungan akibat kegiatan bisnis menjadi fokus perhatian banyak pihak saat ini. Hasilnya adalah muncul konsep green economy atau ekonomi hijau agar pertumbuhan ekonomi tetap ramah lingkungan.

Hal ini merupakan suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan.

Saat ini green economy bertujuan meningkatkan kesetaraan sosial tanpa mengesampingkan aspek perlindungan lingkungan. Meski begitu, hal ini tentu tidak terlepas dari tantangan dan risiko.

Baca juga:

“Sejak 2015 KLHK mulai membudayakan manajemen risiko untuk diterapkan di lingkup pemerintahan,” ujar Hamdan Syukri Batubara Kepala Bagian RIHP Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam kegiatan Hukumonline Executive Roundtable Dinner, Rabu (19/6/2024).

Hukumonline.com

Hamdan Syukri Batubara, Kepala Bagian RIHP Inspektorat Jenderal KLHK dalam kegiatan Hukumonline Executive Roundtable Dinner, Rabu (19/6/2024). Foto: RES

Terdapat struktur pengelolaan dan pengendalian risiko di KLHK yaitu menjangkau wilayah strategis, analisis risiko strategis dan berkualitas, implementasi kebijakan mitigasi risiko berjalan dengan efektif, skenario pendanaan mitigasi risiko yang memadai, lalu evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan.

Sejalan dengan itu pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.5 Tahun 2023 mengenai penerapan manajemen risiko. Peraturan tersebut merupakan upaya kolaboratif. Caranya dengan mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dan manajemen risiko yang bisa menciptakan ekonomi hijau dan berkelanjutan.

“Permen LHK No.5 Tahun 2023 itu hasil dari improvisasi terhadap kebijakan penerapan manajemen risiko selama ini,” kata Hamdan.

Hamdan juga mengatakan kebijakan tersebut erat kaitannya dengan kepatuhan perusahaan. Tidak hanya soal tanggung jawab moral tetapi juga strategi cerdas untuk bisnis yang kuat. Tantangan dan risiko di dunia bisnis terus berkembang saat ini.

Jalan tengah untuk merealisasikan hal tersebut telah lama dilakukan oleh KLHK. Salah satunya dengan secara aktif berdiskusi bersama para pengusaha. Hamdan menyadari bahwa pendekatan yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan keputusan yang baik.

“Pemerintah tidak boleh main ‘tembak’ sepihak, tapi harus ada kesepakatan di kedua pihak,” lanjut Hamdan.

Pendekatan melalui asosiasi pengusaha juga selalu dilakukan untuk mencari solusi paling baik soal green economy tersebut. Hal ini akan memberikan win-win solutions pada pengusaha dan pemerintah selaku regulator.

Meski sama-sama berperan penting soal green economy, namun kesadaran individu terkait produksi emisi tidak kalah penting. Perlu dilakukan sosialisasi lebih lanjut. Hamdan menyebut saat ini terdapat 7,7 ton emisi yang dihasilkan per kapita.

“Kalau industri kan sudah ada yang urus. Untuk itu, individu perlu membantu dengan kesadarannya masing-masing dengan memulai dari hal kecil,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chief Sustainable Officer Asia Pulp & Paper Sinar Mas (APP), Elim Sritaba. Ia mengatakan perlu kolaborasi antara pemangku kepentingan perusahaan dengan pemerintah.

Elim mendorong agar secara bersama para pemilik kepentingan mulai memikirkan pilihan renewable energy. Hal ini dikarenakan perlunya melihat pilihan transisi energi untuk memenuhi target emisi zero karbon yang dicanangkan pemerintah.

Hukumonline.com

Elim Sritaba, Chief Sustainable Officer Asia Pulp & Paper Sinar Mas (APP). Foto: RES

“Sudah saatnya perusahaan lainnya tidak hanya sebagai penonton. Tetapi juga harus bersama-sama melakukan transisi dan memitigasi risiko akibat kerja bisnis,” ujarnya. 

Elim mengalami sendiri di perusahaannya yang didorong untuk lebih awal berpindah ke energi alternatif ramah lingkungan yaitu biomassa. Namun, pergantian tersebut memiliki tantangan tersendiri. “Hal ini dikarenakan, di bisnis tidak mudah melakukan transformasi dan merubah mindset dalam mewujudkan green economy, apalagi dengan budget yang terbatas,” jelasnya.

Meksi begitu, Elim sependapat bahwa pengusaha perlu memilih renewable energy dengan strategi kreatif. Langkah ini perlu diinisiasi oleh kedua pihak baik pengusaha maupun pemerintah. Pengusaha dapat mewujudkannya dengan strategi out of the box sementara itu pemerintah dengan strategi komunikasi dua arah.

Sayangnya saat ini menurut Elim tidak banyak perusahaan yang memikirkan paradigma baru dalam dunia bisnis modern, yaitu Environmental, Social, dan Governance atau ESG. Ia khawatir jika para pengusaha tidak diingatkan untuk memulai kegiatan ramah lingkungan. Akibatnya adalah lama kelamaan akan ada kerusakan fatal pada sumber daya alam Indonesia. “Mari melangkah ke pembaruan agar bisa memberikan legacy kepada generasi berikutnya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait