Perlu Kepastian Hukum untuk Persaingan Usaha Migas yang Sehat
Berita

Perlu Kepastian Hukum untuk Persaingan Usaha Migas yang Sehat

Pemerintah dituntut bisa menciptakan kepastian hukum sekaligus membuat rencana kerja atau roadmap yang jelas pada sistem TKDN dan SCM hulu migas.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Dalam industri minyak dan gas bumi (migas), keseimbangan antara penawaran dan permintaan merupakan hukum dasar untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Namun kenyataannya, ada banyak kondisi pasar bagi tiap komoditas. Oleh karena itu, pelaku usaha harus menyusun strategi pengadaan yang komprehensif.

Demikian diungkapkan oleh pakar hukum migas, Hakim Nasution, dalam Supply Chain Management (SCM) Summit di Jakarta, Rabu (15/4). Hakim juga mengatakan bahwa kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendukung tumbuh-kembang perusahaan terkait dengan kondisi pasar yang beragam. Ia pun berharap, kebijakan pemerintah berupa pemberdayaan kemampuan dalam negeri bisa tepat sasaran dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan.

Ia juga mengatakan pentingnya peran pelaku usaha menciptakan kondisi persaingan yang sehat. Untuk itu, Hakim menilai para pengusaha harus berada dalam situasi persaingan yang wajar. Hanya saja, iklim yang kondusif dan kemandirian itu, menurutnya,harus ada kepastian hukum.

“Hukum harus bisa memberikan kesempatan yang sama bagi para pelaku industri,” tegasnya.

Hakim mengingatkan, untuk mendukung perwujudan kepastian hukum, pengusaha maupun pengambil kebijakan jangan lagi memainkan banyak unsur lobi. Selain itu, ia menekankan pentingnya peraturan yang tidak mengambang. Dirinya menambahkan, semua itu tentu harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan. dan hukum mesti konsisten.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),Sukarmi,menguatkan perlunya perangkat hukum yang jelas untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam industri migas Indonesia. Namun Sukarmi mengingatkan, pengawasan juga harus dilakukan secara ketat. Selain itu, ia menuturkan bahwa para pihak dalam industri ini perlu membangun komitmen membangun industri yang sehat.

Lebih jauh Sukarmi mengkritisi kebijakan mengenai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hulu migas dalam kacamata hukum persaingan. Ia mengingatkan pemerintah agar proteksi dan keistimewaan tidak berujung pada ketidakmandirian. Dia mengatakan, KPPU mendukung peningkatan kapasitas nasional di hulu migas, dalam hal ini TKDN. Tapi ia juga berharap regulasi soal TKDN bisa menciptakan iklim usaha yang kompetitif, bukan memanjakan.

Sukarmi mengakui bahwa keistimewaan yang diberikan pemerintah terhadap industri lokal SCM hulu migas memang dibenarkan. Namun ia resah keistimewaan tersebut bisa berakibat ketidakmandirian. Terlebih, bila kebijakan itu tidak disertai rencana atau roadmap yang jelas. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah bisa menciptakan kepastian hukum sekaligus membuat rencana kerja atau roadmap yang jelas pada sistem TKDN dan SCM hulu migas.

“Upaya keberpihakan pada industri dalam negeri tentunya merupakan kewenangan pemerintah yang harus didukung. Namun juga perlu diformulasikan bentuk keberpihakan dan juga rencana kerjaserta target waktu keberpihakan yang wajar. Hal ini dalam rangka membentuk industri dalam negeri yang mandiri,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang telah dimulai membuat arus barang, jasa, teknologi, tenaga kerja dan investasi masuk begitu deras ke Indonesia. Suka atau tidak suka, siap tidak siap, pelaku industri SCM hulu migas Indonesia harus bersaing dengan mereka. Sukarmi pun menggambarkan pelaku industri yang terlalu lama dimanjakan sehingga tak bisa mandiri sebagai bayi berjenggot.

"Silakan lakukan pengembangan industri lewat perlindungan, tapi mereka harus disiapkan agar mampu bersaing dan menciptakan iklim usaha yang sehat. Jangan sampai meninabobokkan. Kalau terlalu lama diproteksi, dilindungi, diistimewakan, nanti jadi bayi berjenggot!" pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait