Perlu Integrasi Aturan untuk Mencegah Eksploitasi Seksual Anak
Utama

Perlu Integrasi Aturan untuk Mencegah Eksploitasi Seksual Anak

Harus mengatur mitigasi dan penanganan terhadap transaksi pada penyedia layanan keuangan yang dicurigai untuk eksploitasi seksual anak.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Praktik di Australia ini dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam kerangka hukum di Indonesia. Sofian juga memandang perlunya penegasan dalam peraturan perundang-undangan mengenai langkah-langkah mitigasi agar layanan keuangan tidak disalahgunakan untuk memfasilitasi kejahatan ini.

“Memang kita belum punya aturan yang seperti itu. Sekarang tinggal bagaimana PPATK dan OJK secara bersama membentuk aturan tersebut, kemudian kepada Bank Indonesia,” katanya.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Nahar mengatakan pihaknya terus mendorong penyempurnaan UU Perlindungan Anak. “Revisi kedua itu berkaitan dengan kekerasan seksual anak dan itu penegasannya bahwa pemberian sanksi yang maksimal hukuman mati terhadap pelaku eksploitasi seksual anak untuk kasus persetubuhan,” katanya.

Bukan tanpa sebab, angka kekerasaan seksual terhadap anak selama 5 tahun belakangan dikatakan Nahar mengalami lonjakan angka paling tinggi. Di tahun 2023 saja angka kekerasan seksual terhadap anak mencapai 10.923. Sementara itu di tahun 2024 hingga bulan Juni telah menyentuh angka 4.511 termasuk 106 kasus eksploitasi anak.

Angka yang mengejutkan itu tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan dengan modus beragam. Meski demikian, dia menyatakan keseriusan pihak pemerintah dari segi regulasi dan deteksi dini. KemenPPPA memastikan upaya pencegahan dan terus melengkapi regulasi secara berkala. Salah satunya dengan melakukan sosialisasi di tingkat regional untuk memastikan pencegahan dan penanganan bisa dilakukan maksimal.

“Dari regulasi di ASEAN, kita punya deklarasi terkait eliminasi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kemudian dari deklarasi itu kita turunkan menjadi regional plans of actions untuk penghapusan kekerasan terhadap anak dan perempuan,” ujar perwakilan ASEAN Commission on the Protection of the Rights of Women and Children (ACWC), Yanti Kusumawardhani.

Menyoroti penghapusan kekerasan terhadap anak, Yanti mengatakan adanya dua deklarasi terkait yang menjadi payung hukum internasional dari ASEAN. “Terkait pengentasan kekerasan terhadap anak di dunia online, termasuk kekerasan seksual. Komitmen kami membuat wilayah ASEAN yang aman untuk semua anak tanpa terkecuali."

Tags:

Berita Terkait