Perlu Dibuat Payung Hukum bagi Profesi Perawat
Berita

Perlu Dibuat Payung Hukum bagi Profesi Perawat

Kalangan perawat tetap menginginkan payung hukum dalam bentuk undang-undang untuk menjamin rekrutmen, pendidikan dan pelayanan yang berkualitas.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Bagi Dewi, profesi perawat yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kemaslahatan umat, seharusnya diatur dalam sebuah undang-undang. Perawat ini butuh aturan hukum yang lebih tinggi yang mengatur mengenai kualitas dan pelayanan termasuk juga sanksi bagi perawat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

 

Hal senada diungkapkan Harif Fadhilah. Sekretaris I PPNI ini melihat adanya ketidakharmonisan dalam beberapa regulasi seputar perawat. Dalam beberapa regulasi yang ada, terjadi ketidakharmonisan pengaturan dalam segi perekrutan, pendidikan maupun pelayanan kesehatan oleh perawat, jelas Harif via telepon Jumat (19/9).

 

Saking pentingnya undang-undang ini, jelas Harif, sampai-sampai PPNI mengaku sudah memperjuangkannya sejak tahun 1989. Walaupun konsep RUU-nya baru kami telurkan pada 1998. Hingga saat ini, kami sudah menyempurnakan RUU ini hingga 19 kali. Sekarang sedang penyempurnaan yang kedua puluh kalinya.

 

Meski sudah berpuluh kali disempurnakan, pemerintah tak kunjung memprioritaskan untuk segera dibahas di Senayan. Pasca demonstrasi Mei lalu itu, PPNI memilih ‘potong kompas'. Mereka mendesak agar RUU Keperawatan dijadikan RUU inisiatif DPR. Kami sempat senang karena Ketua DPR sudah berkirim surat ke Badan Legislatif DPR untuk memprioritaskan RUU ini ke dalam Prolegnas 2008. Sayang, hingga kini tak ada kabar gembira lagi dari gedung DPR itu, keluh Harif.

 

Problem rekrutmen

Seperti ditegaskan Harif, perangkat hukum yang ada saat ini masih memicu masalah sendiri bagi dunia keperawatan. Dari segi rekrutmen misalnya. Menurut Harif, meski ada Keputusan Menkes bernomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, ternyata tidak sesuai dengan harapan.

 

Rekrutmen perawat, kata Harif, seharusnya melalui sebuah uji kompetensi. Praktiknya selama ini hanya melalui uji formalitas. Selama ini hanya berdasarkan kelulusan formalitas saja dari perguruan tinggi atau akademi kesehatan. Padahal untuk melayani kesehatan masyarakat, dibutuhkan perawat yang berkualitas yang dihasilkan melalui uji kompetensi.

 

Masalah mendasar yang muncul kemudian adalah lembaga yang berwenang menguji kompetensi calon perawat. Kalau praktik di luar negeri, instansi yang berwenang menguji kompetensi adalah konsil perawat, yaitu semacam badan independen, timpal Dewi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: