Asosiasi Wisata dan Travel Indonesia (Association of The Indonesia Tours and Travel/Asita) Bali mengharapkan pemerintah segera menyusun regulasi yang mengatur operasional agen perjalanan wisata "online".
"Ada potensi kehilangan pajak jika tidak segera dibuat regulasi dan persaingan dengan agen travel konvensional menjadi tidak sehat," kata Sekretaris DPD Asita Bali Eddy Putra di Denpasar, Selasa (12/2).
Menurut dia, agen perjalanan wisata konvensional dan "online" mengerjakan hal yang sama. Namun dari sisi struktur dan kewajiban jauh berbeda.
"Travel konvensional dapat tergerus dan kalah bersaing, dengan tidak ada regulasi menjadikan kami tak bisa berbuat banyak. Mekanisme kode etik pun tidak bisa diterapkan bagi yang 'online' karena kode etik hanya berlaku bagi anggota," ujarnya.
Terlebih agen "online" yang tidak teregistrasi di Indonesia. "Apakah mereka punya tanggung jawab moral terhadap destinasi wisata di daerah kita?" tanyanya.
Ia mengakui memang nantinya tidak mudah untuk mengaturnya. Pihaknya berharap dengan ada regulasi sekaligus menjadi bentuk perlindungan pada rupiah agar setiap transaksi menggunakan mata uang rupiah.
Sementara itu Gede Gunawan dari Online Reservation Expertise menyampaikan banyak keunggulan agen perjalanan wisata online sehingga lebih menarik minat konsumen. “Konsumen dapat segera mendapat konfirmasi, bertransaksi nyaman tanpa harus keluar rumah, lokasinya tak terbatas serta transaksi berlangsung selama 24 jam," katanya.
Sedangkan Ketua Bali Villa Association Mangku Suteja berpendapat walaupun agen travel "online" berkembang pesat, pihaknya tetap masih menggantungkan pada agen travel konvensional. "Tak jarang wisatawan yang melakukan pemesanan via online komplain. Tapi, kami akui peran pentin usaha ini membantu bisnis," ujarnya.
Menurut Suteja bisa dipahami terjadi penurunan omzet agen wisata konvensional karena kecepatan dari sistem "online" yang menjadi daya tariknya bagi konsumen