Perlu Ada Standar Pemeriksaan Hukum dalam Sistem Elektronik
Berita

Perlu Ada Standar Pemeriksaan Hukum dalam Sistem Elektronik

Organisasi advokat belum pernah membahas. Peraturan Menkominfo masih memiliki kelemahan.

Mys/IHW
Bacaan 2 Menit

 

Berdasarkan penelitian Edmon, ada tiga hal mendasar untuk memformulasikan standar pemeriksaan hukum. Pertama, pemeriksaan yang berdasarkan atas kaedah etis. Sistem elektronik yang dibangun harus memenuhi aspek privasi, keakuratan, properti, dan aksesibilitas. Kedua, pemeriksaan yang berdasarkan atas performa kerja fungsional berdasarkan kaedah pemeriksaan yang sudah ditetapkan secara internasional seperti Center Objective for Information and Related Technology (COBIT). Ketiga, pemeriksaan hukum yang didasarkan atas keberadaan komponen-komponen dalam dunia maya yaitu content, computing,komunikasi, dan masyarakat.

 

Empat Aspek Penting dalam Pemeriksaan Hukum Sistem Elektronik

 

  1. Aspek hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pertanggungjawaban atas konten, khususnya perlindungan hak kekayaan intelektual yang harus seimbang dengan kewajiban penyampaian informasi publik secara benar;
  2. Aspek hukum terkait akuntabilitas penyelenggaraan infrastruktur sistem komunikasi berikut sistem pengamanannya, yang harus sesuai dengan kaedah dasar hukum komunikasi, baik massal maupun privat;
  3. Aspek hukum terkait akuntabilitas penyelenggaraan sistem komputasi berikut sistem pengamanannya guna mencegah penyalahgunaan sistem elektronik;
  4. Aspek hukum terkait sistem nilai-nilai yang berlaku pada suatu sistem kemasyarakatan.

Sumber: Edmon Makarim, 2009

 

Untuk merealisasikan gagasan Edmon, Otto Hasibuan menyarankan agar para pemangku kepentingan di bidang hukum duduk bersama. Persoalan yang merisaukan Otto adalah kekurangpahaman banyak aparat penegak hukum terhadap sistem elektronik. Apalagi teknologi informasi terus berkembang meninggalkan hukum. Hukum –dan aparatnya – seringkali terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi. Masih banyak yang gaptek, banyak yang tidak mengerti, ujarnya.

 

Otto balik mempersoalkan kebiasaan DPR dan Pemerintah membuat rumusan tertentu dalam Undang-Undang yang akhirnya mengundang polemik. Rumusan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang akhirnya menjerat Prita Mulyasari menjadi contoh nyata. Menurut Ott, DPR seharusnya tak melulu mengundang akademisi. Sebaiknya, kalangan advokat, praktisi dan pemangku kepentingan hukum juga turut dimintai pendapat. Jangan sampai kemudian Undang-Undang yang lahir menimbulkan pekerjaan rumah baru, problem hukum yang baru sehingga menyebabkan kesan bahwa Undang-Undang itu bermasalah secara hukum.

 

Tags: