Perlu Ada Kepastian Hukum Soal Iktikad Baik
Berita

Perlu Ada Kepastian Hukum Soal Iktikad Baik

Kebanyakan praktisi hukum memperhatikan bahwa penyelesaian sengketa menghendaki “brain power”.

CR15
Bacaan 2 Menit

“Dalam pengaturan mengenai pengertian dan sifat iktikad baik yang diatur di UU Arbitrase dan Peraturan BANI, tidak ada pengaturan tentang pengertian iktikad baik tersebut,” tandas Mariam.

Merujuk pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yurisprudensi dan doktrin pada umumnya mengartikan iktikad baik bersifat objektif jika berada dalam ranah perikatan. Sementara itu, dalam ranah hukum benda, iktikad baik diartikan sebagai sesuatu yang bersifat subjektif. Kemudian, dalam perkembangannya iktikad baik tak hanya muncul dalam bidang hukum perdata saja melainkan juga dalam hukum publik.

“Iktikad baik dalam peraturan perundang-undangan kita merupakan Das Sollen yang harus direflesikan dalam hukum positif,” tambah Mariam.

Menurut pengamatan Ketua BANI Priyatna Abdurrasyid, selama ini kebanyakan praktisi hukum di Indonesia kurang memerhatikan bahwa penyelesaian sengketa menghendaki apa yang disebut “brain power”. Priyatna menjabarkan, arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, mensyaratkan penguasaan positif di bidang hukum terkait sengketa.

“Maksudnya, jangan sekali-sekali memanfaatkan kemampuan dengan tata cara yang tercela dan negatif,” tambahnya.

Priyatna menekankan, penggunaan tata krama dalam arbitrase sangat penting. Ia juga menambahkan, seyogianya pelaksanaannya dibarengi dengan prinsip-prinsip kooeratif dan non-konfrontatif. “Penggunaan tata krama iktikad baik seyogianya dibarengi prinsip-prinsip kooperatif dan non-konfrontatif,” ucapnya.

Tags:

Berita Terkait