Perlindungan Nasabah Lemah, Pembentukan 'LPS Koperasi' Menguat
Berita

Perlindungan Nasabah Lemah, Pembentukan 'LPS Koperasi' Menguat

Ragam tindak pidana seperti penipuan dan penggelapan rentan terjadi pada anggota koperasi. Lemahnya perlindungan anggota menjadi alasan perlu segeranya dibentuk lembaga penjamin ini.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Beragam persoalan seperti kepailitan hingga penipuan dana anggota bukan persoalan baru dalam dunia koperasi di Indonesia. Salah satu risiko dari berbagai persoalan tersebut yaitu hilangnya dana masyarakat atau anggota yang disimpan di koperasi tersebut.

 

Salah satu contoh koperasi berakhir pailit sehingga banyak dana masyarakat hilang yaitu kasus Koperasi Pandawa. Selain itu, masih ada berbagai koperasi daerah juga berakhir pailit. Bahkan, berdasarkan data yang dihimpun hukumonline, hingga 2017, ada sekitar 1.450 KSP di Sidoarjo harus tutup usahanya karena merugi terus-menerus. Dalam periode yang sama, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) juga menyatakan ada sekitar 70.000 koperasi sedang mengalami permasalahan keuangan.

 

Hilangnya dana anggota karena penggelapan oleh para pengurus koperasi juga menjadi persoalan tersendiri. Penipuan ini umumnya terjadi melalui layanan simpan pinjam (KSP) yang menawarkan imbal hasil bunga tinggi sehingga menggiurkan masyarakat untuk bergabung menjadi anggota.

 

Sayangnya, di tengah tingginya risiko tersebut, perlindungan nasabah atau anggota koperasi masih lemah.  Hingga saat ini, belum ada belum ada peraturan jelas tentang perlindungan nasabah yang menyimpan dananya di Koperasi Simpan Pinjam. Sehingga, tanpa perlindungan nasabah dalam penyimpan dana maka tindak pidana seperti penipuan dan penggelapan rentan terjadi dalam koperasi.

 

Selain itu, koperasi belum memiliki lembaga sejenis LPS untuk menjamin dana para anggotanya. Sehingga, apabila koperasi berakhir pailit maka berisiko hilangnya dana masyarakat. Berbeda dengan perbankan yang sudah memiliki Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin simpanan nasabah.

 

Atas persoalan tersebut, desakan untuk membentuk LPS Koperasi pun muncul. Hal ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo), Sahala Panggabean, yang menagnggap LPS Koperasi tersebut memberi kepastian bagi para anggota sekaligus menciptakan stabilitas koperasi.

 

(Baca Juga: Waspada! Modus Penipuan Berkedok Koperasi Online)

 

Dia menilai saat ini merupakan momen tepat untuk pembentukan LPS seiring revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Sekadar informasi, UU Perkoperasian tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan UUD 1945. Dengan pembatalan UU tersebut, MK mengembalikan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pengkoperasian sebagai payung hukum.

 

“Kami sangat mendesak kepada pemerintah untuk terbitnya LPS Koperasi. Kalau boleh pembentukan LPS Koperasi ini diusulkan dalam UU Perkoperasian yang sedang direvisi,” kata Sahala di Jakarta, Selasa (4/12).

 

(Baca Juga: Waspada Investasi Ilegal)

 

Dia juga menyayangkan saat ini pemerintah masih belum memanfaatkan peran koperasi secara maksimal untuk mendorong perekonomian nasional. Bahkan, Sahala menanggap koperasi masih belum diprioritaskan dibandingkan jasa keuangan lainnya seperti perbankan. Dengan demikian, dia berharap pembentukan LPS Koperasi ini sebagai solusi meningkatkan peran koperasi bagi perekonomian.

 

“Kami berharap pembentukan LPS Koperasi ini sudah bisa dilakukan pada tahun depan,” harap Sahala.

 

Landasan Pengawasan Koperasi:

  1. UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
  2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (KSP)
  4. PP Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi
  5. PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
  6. PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
  7. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kemenkop UKM
  8. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pengawasan Koperasi
  9. Permen Koperasi dan UKM Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi
  10. Permen Koperasi dan UKM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi

 

Usulan pembentukan LPS Koperasi ini telah masuk dalam RUU Perkoperasian Program Legislasi Nasional 2015-2019. Namun, Deputi Pengawasan Kemenkop UKM, Suparno menjelaskan, hingga saat ini, pembahasan revisi tersebut masih belum menemui kejelasan. Bahkan, RUU Perkoperasian termasuk dari 16 RUU yang mengalami masa perpanjangan pembahasan.

 

“Untuk usulan LPS Koperasi ini sudah masuk dari 200-an DIM (daftar inventaris masalah) yang dibahas dalam RUU Perkoperasian,” kata Suparno di Jakarta.

 

Dia menjelaskan alasan pembentukan LPS Koperasi ini terinspirasi dari industri perbankan. Nantinya, peran LPS Koperasi tersebut akan berkoordinasi dengan Kemenkop UKM dalam pengawasan koperasi. 

 

Namun, Suparno menambahkan pembentukan LPS Koperasi ini harus melalui proses panjang karena terdapat pembahasan dengan DPR RI. “Kalau sudah dibahas di sana (DPR) itu ada banyak kepentingan lain. Namun, kami terus mengawasi agar RUU baru ini (Perkoperasian) tetap memasukkan pembentukkan LPS,” kata Sahala.

 

Tags:

Berita Terkait