Perlindungan Konsumen di Jalur si Burung Besi
Hukum Perlindungan Konsumen:

Perlindungan Konsumen di Jalur si Burung Besi

Perhatian pada perlindungan konsumen pada bisnis penerbangan acapkali terdorong oleh kasus-kasus di lapangan.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Rizal berpendapat kenaikan harga tiket pesawat mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak konsumen untuk memperoleh perlindungan yang layak. Dari aspek perlindungan konsumen, manfaat layanan penerbangan harus dapat dinikmati. Ia justru khawatir kebijakan yang tidak tepat akan semakin menggerus perlindungan konsumen. “Tidak memberi insentif kepada konsumen untuk mendapatkan harga yang bisa menkonversi dari process surplus ke consumer surplus,” ujar Rizal.

BPKN menyarankan perbaikan layanan penerbangan ditingkatkan. Perbaikan sektor tata niaga dan struktur industi angkutan udara harus mulai dibenahi untuk dapat menghadirkan industri yang efisien. Rizal Halim menilai, jika ada kendala efisiensi lain di luar pemerintah sebagai otoritas dan produsen pesawat, masyarakat sebagai konsumen tetap harus dilindungi. “Kalau ada alibi bahwa bukan cuma industri penerbangan yang tidak efisien, tapi juga industr supporting-nya juga tidak efisien. Apa urgensi efisiensi itu harus kita bebankan kepada konsumen atau masyarakat?,” gugat Rizal dengan nada bertanya.

(Baca juga: Pesawat Mudik Delay Berjam-Jam? Inilah Hak-Hak Anda Sebagai Penumpang).

Keselamatan Penerbangan

Dalam klasifikasi pelayanan terhadap penumpang di dunia angkutan udara komersil, secara umum terdapat dua golongan penumpang angkutan penerbangan: full servis dan low cost carrier (LCC). Contoh maskapai penyedia layanan full service di Indonesia misalnya adalah Garuda Indonesia. Sedangkan lazim diketahui penyedia layanan LCC adalah maskapai Lion Air. Namun, seiring kerap terjadinya kecelakaan yang menimpa sejumlah pesawat di bawah naunngan Lion Air, masyarakat kemudian mulai menaruh perhatian terhadap aspek keselamatan yang harus juga menjadi perhatian bagi maskapai penerbangan yang menyediakan pelayanan berbasis tarif rendah.

Pada dasarnya, aspek keselamatan adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh maskapai penyedia angkutan udara. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengatur secara jelas definisi keselamatan penerbangan. Selain itu, Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan mengatur ketentuan mengenai keselamatan penerbangan sebagai keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya.

Peneliti Muda Hukum pada Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI, Denico Doly pernah menuliskan masalah ini dalam kajiannya. “Definisi tersebut menegaskan bahwa keselamatan penerbangan merupakan kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap penyedia jasa penerbangan,” tulisnya dalam laporan penelitian November 2018.

Dalam penelitian ini, Denico menyatakan meskipun maskapai penyedia jasa berbasis tarif rendah mengurangi prosedur pelayanan terhadap konsumen dalam beberapa aspek pelayanan, keselamatan tetap merupakan prioritas yang tidak dapat dikurangi sedikitpun layaknya pengurangan pelayanan konsumsi atau akomodasi dalam penerbangan LCC. Dalam konsep penerbangan berbasis tarif rendah, maskapai penerbangan LCC hanya menerapkan prinsip efisiensi tanpa mengabaikan keselamatan penerbangan.

Untuk itu, maskapai penyedia penerbangan LCC tetap harus memperhatikan dan menerapkan standar keselamatan penerbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang ada. Selain itu, dari aspek perlindungan terhadap konsumen pengguna angkutan udara, penumpang sebagai konsumen juga dilindungi UU Perlindungan Konsumen. Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen menyatakan konsumen berhak atas: pertama, hak atas kenyamanan, keamanan serta keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kedua, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Ketiga, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait