Perlindungan Bagi Pembela HAM Masih Terabaikan
Berita

Perlindungan Bagi Pembela HAM Masih Terabaikan

Mantan Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan menilai Pemerintah Indonesia perlu membentuk sebuah unit khusus berbasis gender yang menangani masalah-masalah pelanggaran HAM. Rekomendasi ini disampaikan mengingat masih lemahnya perlindungan terhadap para pembela HAM.

CRD
Bacaan 2 Menit
Perlindungan Bagi Pembela HAM Masih Terabaikan
Hukumonline

 

Perlindungan tersebut diperkuat lagi dalam UUD'45 pasal 28 I ayat (4) yang isinya menyatakan perlindungan, pemajuan penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara. Dalam acara yang diselenggarakan Komnas Perempuan itu, Asmara mengingatkan satu hal. Dalam praktiknya Negara belum sepenuhnya memperbaiki kerusakan yang dialami para pembela HAM seperti terror, pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan secara paksa. Apakah dilakukan penyidikan yang dindependen, apakah pelakuanya dibawa kepengadilan dan diadili apakah para korban diperbaiki?, ujarnya.

 

Meski perlindungan sudah dikemas dalam konsep yang bagus dalam UUD'45, menurut Asmara, namun tetap saja terjadi pelanggaran. Dan baginya, ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pembela HAM belum dianggap sebagai isu. Lantas untuk mendorong efektifitas mekanisme sosial bagi perlindungan pembela HAM, menurutnya Komnas HAM, Komnas perempuan, Departemen Hukum dan HAM, Polri adalah institusi yang tepat.

 

Senada dengan Asmara, Ayu Ratih, Anggota Lingkar Tutur Perempuan (LTP), mengatakan kekerasan terhadap aktivis HAM perempuan memang sudah terjadi sejak puluhan tahun. Belum ada penyelesaiannya. Dulu organisasi perempuan Gerwani yang dianggap sebagai bagian dari PKI. Seluruh anggotanya mengalami berbagai penyiksaan fisik dan menyebabkan trauma berkepanjangan tapi hingga sekarang belum ada upaya rehabilitasi dari negara, tegas wanita keturunan Bali ini.

 

Dan bentuk kekerasan nonfisik yang dialami mantan anggota Gerwani menurutnya sampai sekarang masih berlangsung terutama dalam kehidupan sosial masyarakat. Banyak diantara mereka yang dikucilkan dari pergaulan termasuk keturunannya. Lebih lanjut, Ayu menerangkan bahwa mantan Gerwani yang kini tergabung dalam kegiatan LTP hanya ingin Negara melakukan pelurusan sejarah khususnya tentang peristiwa Lubang Buaya. mereka mengangap sejarah sangat berpengaruh dalam kehidupan kemasyarakatan. Terlebih lagi dalam keluarga karena banyak anak-anak mereka yang tak mau mengakui ibunya sendiri yang dianggap sebagai penjahat, jelasnya.

 

Dalam dialog Nasional bertema Perempuan Melawan Kekerasan dan Diskriminasi: Tantangan bersama untuk Membela Para Pembela, Mantan Sekretaris Jenderal Komisi Hak Asasi Manusia ini mengatakan bahwa fenomena kekerasan hingga sekarang masih terus terjadi di Indonesia. Saat ini ancaman kekerasan terhadap pembela perempuan lebih banyak terjadi daripada pembela laki-laki dengan bentuk-bentuk kekerasan yang beragam, terangnya.

 

Kekerasan yang kerap menimpa pembela HAM tak urung juga dilakukan dalam bentuk fisik maupun batin. Oleh karena itu menurut Asmara, perlu disusun mekanisme khusus yang mampu melindungi para pekerja HAM dari tindak kekerasan yang seringkali mendera mereka. Yang mengherankan bagi Asmara, kekerasan ini terus terjadi padahal dalam Deklarasi Pembela HAM tahun 1999 pasal 1 secara jelas menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sendiri-sendiri maupun bersama orang lain untuk mengajukan dan memperjuangkan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental diarea Internasional dan Nasional.

 

Sehingga ketika para aktivis perempuan seperti Suciwati istri almarhum Munir dan korban-korban lainnya terus melakukan tuntutan kepada Negara merupakan hal yang wajar karena mereka menuntut haknya, tutur Asmara mencontohkan.

 

Bukan hanya dalam deklarasi tersebut, tambah Asmara, bahkan Indonesia sendiri telah memberikan perlindungan kepada setiap masyarakat termasuk pembela HAM melalui pasal 28c ayat 2 tentang hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar. Ayat ini serupa dengan deklarasi pembela HAM tetapi kenapa para pembela HAM masih mengalami kekersan berupa pembunuhan, penculikan dan bentuk-bentuk yang lainnya?, tanya Asmara.

 

Atas kejadian tersebut, menurut deklarasi pembela HAM menegaskan bahwa yang bertanggungjawab atas perlindungan pembela HAM adalah Negara. Setidaknya ada lima pasal yang menegaskan bahwa negaralah penanggungjawab penuh atas perlindungan pembela HAM. kelimanya yakni pasal 2, 9, 12, 14 dan 15 menegaskan secara utuh apa yang harus dilakukan oleh negara untuk membela pembela HAM, sebutnya.

Tags: