Perkembangan Demokratisasi Sebabkan Tantangan Industri Migas
Utama

Perkembangan Demokratisasi Sebabkan Tantangan Industri Migas

Dukungan pemerintah yang paling dibutuhkan pengusaha berupa kejelasan dan konsistensi aturan tentang pengelolaan migas.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Wakil Presiden RI, Boediono, mengakui pembangunan di sektor migas masih terkendala banyak hal. Salah satu kendala yang paling mengganggu adalah prosedur perizinan yang berbelit. Menurutnya, semua itu sebagai konsekuensi perkembangan demokrasi di dalam negeri.

“Pembangunan di sektor migas belakangan ini semakin banyak tantangannya. Hal ini disebabkan adanya desentralisasi dan perkembangan demokratisasi di Tanah Air,” kata Boediono saat membuka konvensi dan pameran migas ke-38 yang digelar Indonesian Petroleum Association (IPA), di Jakarta, Rabu (21/5).

Boediono mengatakan, untuk mengatasi kendala pembangunan sektor migas dibutuhkan dukungan berbagai pihak. Ia menekankan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) harus meningkatkan koordinasi. Boediono yakin, koordinasi diantara kedua pihak itu merupakan kunci peningkatan kualitas pembangunan sektor migas.

Boediono juga mengingatkan peran pemerintah pusat dan daerah dalam membangun industri hulu maupun hilir migas. Ia meminta pemerintah daerah bisa menciptakan iklim investasi yang kondusif. Di sisi lain, menurutnya,Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus berani mengambil keputusan-keputusan penting.

"Pemerintah daerah kita minta mendukung pembangunan sektor migas dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kementerian ESDM pun jangan ragu mengambil keputusan demi kepentingan pembangunan sektor migas,” ujarnya.

Presiden IPA, Lukman Mahfud, mengamini bahwa dukungan pemerintah sangat menentukan iklim investasi. Menurutnya, pemerintah harus mampu menarik investor migas ke Indonesia jika ingin meningkatkan produksi industri hulu migas. Lukman mengatakan, dukungan pemerintah yang paling dibutuhkan saat ini adalah terkait kepastian hukum.

"Dukungan itu yang paling dibutuhkan di antaranya berupa kejelasan dan konsistensi aturan tentang pengelolaan migas," kata Lukman.

Ia mengungkapkan, kejelasan dan konsistensi aturan seringkali menjadi kendala dalam bisnis migas di Indonesia. Padahal, industri migas ini diakuinya sebagai industri menyumbang pendapatan negara yang cukup besar. Ia menyebut, setidaknya industri yang digelutinya itu telah menyumbang sekitar AS$31 miliar. Lebih dari itu, tenaga kerja langsung yang diserap oleh industri migas mencapai lebih dari 300 ribu orang.

"Pada 2013 sektor migas menyumbang Sektor migas AS$31 miliar. Investasi  mencapai AS$20 miliar dan 60 persen sudah menggunakan kandungan dalam negeri. Tahun ini investasi kita targetkan AS$26 miliar," ujanya.

Lukman menambahkan, bagi kalangan pelaku bisnis migas sendiri juga perlu ada upaya peningkatan daya saing. Menurutnya, hal itu bisa dicapai dengan meningkatkan kemampuan para pelau usaha. Selain itu, Lukman menilai juga perlu ada sarana pertemuan dan kolaborasi industri migas dalam maupun luar negeri.

“Untuk itulah pameran dan eksibisi IPA yang ke-38 kembali digelar. Dalam acara ini ada sekira 2.400 praktisi dari berbagi negara dan bercerita mengenai pengalaman mereka dalam eksplorasi. Akan ada sekitar 20.000 pengunjung, 186 makalah ilmiah, dan pameran dari 290 perusahaan dalam dan luar negeri," katanya.

Lukman yakin pameran yang digelar organisasinya itu bisa mempromosikan dan menarik investasi ke Indonesia. Dalam pameran itu banyak ditampilkan teknologi terbaru dan inovasi dan mendukung pemerintah Indonesia untuk mengidentifikasi dan mengatasi tantangan teknis dan nonteknis utama dalam industri minyak dan gas negara.

Menurut Lukman, pameran ini berbeda dengan pameran tahun lalu yang hanya dihadiri 7 negara dan pada tahun ini dihadiri sebanyak 25 negara sehingga menjadi pameran terbesar yang pernah ada di region Asia Tenggara.
Tags:

Berita Terkait