Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng, Ini Penjelasan Pelaku Usaha
Terbaru

Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng, Ini Penjelasan Pelaku Usaha

Dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dunia serta kebijakan pemerintah mengintervensi pasar.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

“Berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan, kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng bukan karena masalah produksi, tetapi karena kenaikan harga CPO, penerapan HET dan kendala distribusi. Tidak ada saksi yang mengatakan kelangkaan karena produsen menahan pasokan,” tandas Farid.

Sebelumnya, mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, dalam persidangan di KPPU, Jumat (13/1) menyampaikan, kelangkaan minyak goreng disebabkan kebijakan pemerintah yang tergesa-gesa dalam mengatur pasar tanpa ada badan atau lembaga khusus yang menanganinya, seperti Bulog. Begitu Permendag Nomor 11 Tahun 2022 diterbitkan pada 16 Maret 2022 untuk mencabut Permendag Nomor 6 Tahun 2022, keesokan harinya minyak goreng langsung tersedia di pasar.

Selain itu, kelangkaan minyak goreng juga disebabkan oleh gangguan distribusi yang kendalinya tidak berada di pihak produsen. Menurut Oke, berdasarkan data dashboard Kemendag yang berisi self declaration pelaku usaha mengenai realisasi DMO, selama kurun Januari-Maret 2022 produsen dan eksportir sudah menyalurkan minyak goreng ke distributor utama (D1). Namun, barang itu ternyata tidak ada di pasar sehingga hal ini menunjukkan ada masalah di level distribusi di bawahnya.

“Jadi, produsen maupun eksportir sudah mendistribusikan minyak goreng ke distributor D1. Tidak ada kewajiban mereka untuk mendistribusikan hingga D2 dan terus ke bawah sampai retailer,” terang Oke.

Terkait hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pengisaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy N. Mandey sebagaimana dikutip dari situs resmi kppu.go.id yang hadir dalam Sidang Pemeriksaan Lanjutan mengatakan sebelum tahun 2022, service level untuk produk minyak goreng kemasan mencapai rata-rata 80%. Namun setelah regulasi HET ditetapkan, service level turun menjadi rata-rata 20%-30%.

Untuk diketahui, service level merupakan perbandingan antara pesanan yang dikeluarkan oleh perusahaan ritel dibandingkan dengan barang yang dikirimkan oleh distributor ke perusahaan ritel.

Roy juga mengatakan pemerintah belum membayar selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jualnya (rafaksi) pada awal 2022. Kebijakan rafaksi harga dimulai ketika pemerintah resmi mengimplementasikan kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter untuk semua jenis kemasan pada 19 Januari 2022.

“Pemerintah sempat memberikan komitmen untuk membayarkan selisih harga (rafaksi) tersebut. Namun dari pemeriksaan yang telah dilaksanakan, saksi-saksi yang terdiri dari kalangan peritel dan distributor banyak mengeluhkan belum dibayarkannya rafaksi tersebut oleh Pemerintah,” kata Kabiro Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur.

Tags:

Berita Terkait