Perjuangan Baiq Nuril Berbuah Manis di Gedung Parlemen
Utama

Perjuangan Baiq Nuril Berbuah Manis di Gedung Parlemen

Karena Baiq adalah korban ketidakadilan, bukan pelaku.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Baiq Nuril saat diwawancarai awak media usai menghadiri rapat paripurna DPR yang menyetujui amnesti yang diajukan presiden atas dirinya di Gedung Parlemen, Kamis (25/7). Foto: RFQ
Baiq Nuril saat diwawancarai awak media usai menghadiri rapat paripurna DPR yang menyetujui amnesti yang diajukan presiden atas dirinya di Gedung Parlemen, Kamis (25/7). Foto: RFQ

Tangis Baiq Nuril Maqnun pecah, setelah mendengar DPR menyetujui amnesti yang dimohonkannya melalui Presiden. Duduk di kursi balkon ruang paripurna, seketika itu Baiq menuruni anak tangga, lalu sujud syukur atas perjuangannya mencari keadilan terwujud. Tenaga honorer Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini bakal resmi menerima amnesti dari Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat ini. 

 

“Terima kasih kepada Presiden, DPR, wartawan,” ujar Baiq usai menghadiri rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (25/7/2019). Baca Juga: Ada Keyakinan Amnesti Baiq Nuril Bakal Disetujui DPR

 

Tangis disertai rasa syukur Baiq terlihat dari wajahnya usai DPR menyetujui amnesti yang dimohonkannya. Sebab, peristiwa yang menimpanya sejak 2012 itu mengharuskan Baiq berjuang melawan ketidakadilan. Dia sebenarnya korban pelecehan seksual, malah dijadikan terpidana dalam kasus penyebaran konten yang mengandung kesusilaan. Sempat kandas mengadu ke beberapa lembaga, tak menyurutkan langkah Baiq menggapai keadilan.

 

“Saya berharap kejadian serupa tidak menimpa orang lain, dan jangan takut melawan terhadap pelecehan seksual,” pesannya.

 

Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik dalam laporannya menerangkan keputusan menyetujui amnesti terhadap Baiq Nuril melalui beberapa tahap. Pertama, Komisi III menggelar rapat kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dengan agenda mendengar keterangan pemerintah terhadap permohonan amnesti Baiq Nuril Maqnun.

 

Kedua, setelah mendengar keterangan Baiq Nuril, Komisi III mempelajari secara seksama peristiwa hukum melalui putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, NTB, putusan kasasi yang amar putusannya menghukum Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, dan diperkuat dengan putusan peninjauan kembali (PK).   

 

Menurut Erma, komisinya menghargai upaya hukum PK yang diajukan Baiq Nuril meskipun pada akhirnya putusannya ditolak. Namun, setelah Komisi III DPR mempertimbangkan serangkaian peristiwa hukum yang dialaminya, amnesti Baiq layak untuk diterima atau disetujui. Sebab, sejatinya Baiq adalah korban, bukan pelaku.

 

“Saudara Baiq adalah korban kekerasan verbal, dan ini bentuk untuk melindungi korban kekerasan psikologi dan seksual,” kata dia.

 

Politisi Partai Demokrat itu melanjutkan pemberian amnesti merupakan hak presiden sebagai kepala negara dengan meminta pertimbangan DPR seperti diatur Pasal 14 ayat (2) UUD Tahun 1945. Dalam hukum dan peradilan, sudah seharusnya mengandung nilai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. Ketiganya harus diterapkan dalam satu rangkaian peristiwa hukum yang terjadi.

 

Namun sayangnya, dalam putusan kasasi justru malah menghukum Baiq. Padahal, putusan tingkat pertama dan banding Baiq dinyatakan bebas dari jerat hukum. Karena itu, bagi Komisi III DPR, amnesti dalam kasus Baiq layak diberikan lantaran tidak mengandung nilai kemanfaatan dan keadilan.

 

“Karena itu, setelah Komisi III mempertimbangkan, 10 fraksi aklamasi persetujuan bulat untuk memberikan pertimbangan kepada presiden agar Saudara Baiq diberikan amnesti,” katanya.

 

Lalu, pimpinan rapat paripurna yang juga Wakil Ketua DPR, Utut Adianto menanyakan kepada seluruh anggota dewan yang hadir. “Apakah pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril dapat disetujui?” Kemudian dijawab, “Setuju!” teriak anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna disambut riuh dari balkon.

 

"Di antara yang hadir di sini, di tribun atas sana ada Baiq Nuril Maknun. Kami persilakan berdiri. Beri aplaus untuk Baiq Nuril Maknun," kata Utut. Baiq Nuril yang didampingi anaknya dan penasihat hukumnya pun berdiri.

 

Menkumham Yasonna H Laoly menyambut baik pertimbangan DPR terhadap amnesti Baiq Nuril sebagai terpidana kasus pelanggaran UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

Yasonna yang mewakili pemerintah/presiden, berpendapat proses pemidanaan terhadap Baiq merupakan bentuk kriminalisasi yang bertentangan dengan rasa keadilan. Tak heran, Baiq terus berjuang guna melindungi kehormatannya dari upaya pelecehan seksual verbal yang dialaminya.

 

Pria yang berlatar belakang politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai amnesti yang diajukan kepada presiden tidak melulu hanya terhadap kasus-kasus politik. Namun, amnesti juga dapat diberikan terhadap seseorang yang mengalami ketidakadilan hukum, seperti kasus yang dialami Baiq Nuril.

 

Seperti diketahui, kasus ini bermula saat Baiq Nuril dituduh menyebarkan rekaman percakapan telepon dengan atasannya, Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim. Muslim ditengarai melakukan pelecehan seksual secara verbal dalam percakapan itu. Tak terima tersebar rekaman percakapan itu, Muslim mempolisikan Baiq hingga berujung ke pengadilan.

 

Di pengadilan tingkat pertama Baiq dinyatakan bebas karena tidak terbukti atas dakwaan UU ITE. Atas vonis bebas ini, Jaksa mengajukan kasasi. Dalam putusan kasasi MA, menghukum Baiq selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta. Baiq terbukti menyebarkan konten yang mengandung kesusilaan seperti diatur Pasal 27 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 jo UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Belum lama ini, Majelis MA pun menolak permohonan PK Baiq Nuril.

 

Atas putusan PK itu, MA kembali dikritik sebagian kalangan masyarakat. Bahkan, sejumlah pihak dan organisasi masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi untuk memberi amnesti kepada Baiq Nuril ketimbang grasi. Sebab, syarat mendapatkan grasi sangat terbatas yakni bagi terdakwa yang divonis minimal dua tahun penjara, seumur hidup, dan hukuman mati. Sedangkan pidana yang dijatuhkan kepada Baiq hanya 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.

Tags:

Berita Terkait