Perjanjian Ekstradisi Momentum Permudah Penegakan Hukum di Indonesia dan Singapura
Terbaru

Perjanjian Ekstradisi Momentum Permudah Penegakan Hukum di Indonesia dan Singapura

MAKI berharap perjanjian ekstradisi ini segera direalisasikan dengan aksi pemulangan buronan Indonesia yang masih mendekam di Singapura atau sebaliknya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Saat itu pemerintah Singapura meminta perjanjian tersebut dibarengi dengan perjanjian terbukanya wilayah Indonesia bagi pelatihan angkatan udara Singapura. Alhasil, perjanjian ekstradisi tersebut pada 1998 silam itu menjadi tertunda. Menurutnya, perjanjian ekstradisi dengan perjanjian pembukaan wilayah bagi pelatihan udara harus dilakukan terpisah.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap perjanjian ekstradisi itu segera direalisasikan dengan aksi pemulangan buronan Indonesia yang masih mendekam di Singapura. Sebagai langkah awal, perlu langkah nyata memulangkan satu hingga dua buronan Indonesia kelas kakap dari Singapura.

“Saya meminita perjanjian ekstradisi ini tidak hanya ada di atas kerja, tidak hanya hitam di atas putih, tidak ada realisasinya,” ujarnya dalam pernyataannya melalui video yang diterima Hukumonline.

Sebagai pegiat anti korupsi, Boyamin memberi contoh buron kelas kakap yang bersembunyi di Singapura, seperti Paulus Tanos dalam kasus KTP elektronik. Dia berharap setelah adanya perjanjian ekstradisi ini ke depan banyak buron asal Indonesia di Singapura yang dapat dipulangkan ke Indonesia atau sebaliknya dalam penanganan kasus korupsi, terorisme, narkotika.

“Saya kira Singapura akhirnya membutuhkan perjanjian ekstradisi ini. Kalau dulu-dulu masih enggan karena mungkin barangkali terbentur kepentingan ekonomi. Tapi ke depan justru kepentingan ekonomi akan terganggu kalau tidak ada perjanjian ekstradisi ini,” katanya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna berhasil meneken perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dalam Leader's Retreat yang dihadiri Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022) kemarin. Perjanjian ekstradisi kedua negara itu memiliki masa retroaktif sesuai dengan ketentuan maksimal kadaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.  

Yasonna menjelaskan ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura adalah kedua negara sepakat melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk 31 jenis tindak pidana yang dapat diekstradisi yang bersifat lintas batas negara. Seperti, korupsi, narkotika, terorisme, perdagangan orang, dan lain-lain.   

Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura ini, kata Yasonna, akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia saat melarikan diri ke luar negeri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan diantaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong Special Administrative Region (SAR).

Secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan Perjanjian Ekstradisi ini dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan menfasilitasi implemantasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. “Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” kata Yasonna. 

Tags:

Berita Terkait