Periksa dan Proses Orang yang Terlibat Rekayasa Kasus KPK
Berita

Periksa dan Proses Orang yang Terlibat Rekayasa Kasus KPK

Wakil Jaksa Agung membantah ikut merekayasa penetapan tersangka terhadap Bibit dan Chandra.

Rfq/Fat
Bacaan 2 Menit
Periksa dan Proses Orang yang Terlibat Rekayasa Kasus KPK
Hukumonline

Komisi Ketua III (Bidang Hukum) DPR Benny K. Harman mengatakan akan mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam rekayasan kasus dua pimpinan KPK nonaktif diperiksa dan diproses secara hukum. Sebab, jika rekayasa itu benar adanya, kata Benny, inilah salah satu bencana penegakan hukum di Tanah Air yang sangat memprihatinkan.

 

Menurut Benny, Komisi III DPR akan memanggil dan meminta keterangan dari pemangku kepentingan, termasuk mereka yang belakangan disebut-sebut dalam transkrip rekaman. KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan akan dimintai penjelasan. Apalagi, belakangan dugaan relayasa kasus itu semakin menguat setelah tersiarnya transkrip rekaman pembicaraan antara petinggi Kejaksaan dengan orang yang masih memilih hubungan keluarga dengan Anggoro. Anggoro telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan korupsi. “Kami pasti akan mengklarifikasi soal itu. Tunggu saja waktunya,” ujar Benny.

 

Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hasril Hertanto mendesak dibentuknya tim pengawasan yang akan memeriksa pejabat Kejaksaan Agung yang namanya disebut dalam transkrip rekaman, termasuk Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.

 

Komisioner Komisi Kejaksaan, M. Ali Zaidan, mendukung langkah Jaksa Agung Hendarman Supandji meminta klarifikasi dari Ritonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto. Cuma, baik Hasril maupun Zaidan, sepakat klarifikasi saja tidak cukup. Perlu pemeriksaan mendalam untuk menjawan pertanyaan publik. “Perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan mendalam,” kata Ali Zaidan.

 

Salah satu yang disasar tim pemeriksa, sambung Hasril, adalah dugaan pelanggaran kode etik jaksa. Pemeriksaan mendalam dibutuhkan agar Ritonga dan Wisnu tak sekadar klarifikasi lisan. “Kalau hanya klarifikasi lisan, semua orang bisa berdalih,” ujar Hasril.

 

Untuk itu, langkah yang perlu dilakukan adalah mendapatkan rekaman tersebut. Sejauh ini, rekaman diketahui berada di pimpinan sementara (Plt) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Kejaksaan dan Kepolisian diminta jangan menganggap sepele rekaman yang sudah berada di tangan KPK. Sebab, rekaman itu dipahami banyak orang sebagai bukti kuat terjadinya rekayasa penetapan status tersangka kepada dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.

 

Dari rekaman itulah, kata Hasril, akan bisa terbukti apakah Ritonga, Wisnu atau pejabat lain terlibat atau tidak merekayasa kasus tersebut. Hasil dan Zaidan mendorong Kejaksaan untuk meminta rekaman dimaksud.

 

Bantah

Setelah namanya disebut-sebut dalam rekaman, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga akhirnya menggelar jumpa pers, Selasa (27/10). Didampingi Jamintel Iskamto dan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto, Ritonga membantah tegas sinyalemen rekayasa kasus dua pimpinan KPK. “Tidak ada rekayasa dalam perkara itu,” tandas Ritonga.

 

Malah, dalih Ritonga, sejak awal dia termasuk orang pertama yang berpendapat tidak ada tindak pidana umum dalam kasus Chandra dan Bibit. Pendapat itu dia sampaikan saat Kepolisian dan Kejaksaan membuat gelar perkara di gedung Bareskrim Mabes Polri. Kala itu, rapat dipimpin langsung Kabareskrim Susno Duadji. Selain Ritonga, petinggi Kejaksaan yang hadir dalam rapat adalah Jampidsus Marwan Effendi.

 

Ekspose perkara digelar sekitar Juli 2009. Dalam gelar perkara itu penyidik menyebut beberapa perbuatan yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra. Setelah penyidik membeberkan perkara, Ritonga langsung memberikan tanggapan pertama. Menurut dia, dari gelar perkara dapat disimpulkan tidak ada unsur tindak pidana umum. Walhasil, Ritonga menolak kasus itu kelak ditangani bagian tindak pidana umum Kejaksaan Agung. Saat itu, Ritonga masih menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). “Maka saya tolak. Bahwa kasus ini bukan tindak pidana umum,” jelasnya.

 

Lantaran Jampidum menolak, Jampidsus Marwan Effendi  urun rembug dan berusaha menelaah kasus. Hasilnya, ada dugaan perbuatan pimpinan KPK itu masuk ke dalam Pasal 12 huruf e  Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadilah kasus Bibit dan Chandra ditarik ke bagian pidana khusus.

 

Lantaran masuk ke Pidsus, penyidik polisi berkoordinasi dan berkonsultasi kepada Jampidsus. “Maka konsultasinya adalah Jampidsus, bukan Jampidum. Sekali lagi bukan dengan Pidum. Jadi kalau ada informasi mengatakan bahwa saya merekayasa untuk P21, jadi tidak tepat, karena bukan Pidum tapi Pidsus,” ujar Ritonga.

 

Kesimpulan dari gelar perkara menyatakan perkara tersebut telah memenuhi syarat. Sehingga, ujar Ritonga, perkara itu ditingkatkan pada tahap penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri.

 

Rekaman

Perihal rekaman tersebut, Ritonga tak mau ambil pusing. Menurutnya, rekaman tersebut tak perlu untuk ditanggapi karena belum jelas keberadaan dan wujudnya. Berbeda dengan kasus Urip Tri Gunawan dan Kemas Yahya Rahman, rekaman tersebut memang ada. Sehingga, jelasnya, Kejaksaan perlu menanggapi.  “Kalau memang ada, kita tanggapi. Tapi kalau sekarang, hanya rumor - rumor begitu, lalu kita tanggapi nanti luas ceritanya, tidak tepat,” katanya.

 

Isi rekaman tersebut memang secara tidak langsung memojokan korps adhiyaksa. Namun, menurut Ritonga, perhatian kejaksaan bukan terletak pada rekaman, melainkan tudingan rekayasa kasus. “Jawabnya, tidak ada (rekayasa –red). Kami melaksanakan penanganan perkara sesuai dengan ketentuan yang ada. Adapun rekaman lain di luar itu, bukan suatu bagian dari perkara,” ujarnya.

 

Diskusi antara kejaksaan dan polisi untuk melalui ekspose perkara, suatu sarana hukum yang dibenarkan oleh Undang-Undang. Ritonga juga membantah mengenal Anggoro Widjojo. Namun, untuk Anggodo, Ritonga mengenal. “Kalau Anggoro saya tak kenal. Kalau Anggodo seperti yang pak Jamintel katakan, semua orang kenal. Banyak yang kenal dia,” ujarnya. Dalam transkrip rekaman tersebut beberapa kali menyebut Anggodo menemui inisial RIT. Namun hal itu ditepis Ritonga. “Tidak merasa,” ujarnya.

 

Tags:

Berita Terkait