Perhatikan Hal-hal Ini Sebelum Menulis Artikel di Jurnal Hukum
Terbaru

Perhatikan Hal-hal Ini Sebelum Menulis Artikel di Jurnal Hukum

Beberapa diantaranya melurusan niat/motivasi dalam menulis artikel ilmiah, memanfaatkan sejumlah platform untuk mencari jurnal-jurnal yang kredibel, hingga pentingnya mengetahui dan menghindari jurnal predator.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Sekretaris Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum se-Indonesia (APJHI) Kukuh Tejomurti saat acara Coaching Clinic Menembus Jurnal Internasional yang digelar secara daring, Senin (18/3/2024).
Sekretaris Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum se-Indonesia (APJHI) Kukuh Tejomurti saat acara Coaching Clinic Menembus Jurnal Internasional yang digelar secara daring, Senin (18/3/2024).

Hukumonline bersama Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Indonesia (APJHI) menyelenggarakan bimbingan penulisan jurnal bagi kalangan civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Jambi (FH Unja). Acara ini dihadiri kalangan dosen FH Unja yang antusias mengikuti acara secara daring. Para peserta dibekali dengan pelatihan dalam menyusun dan mempublikasikan karya ilmiahnya ke jurnal nasional maupun jurnal internasional bereputasi. 

“Publikasi di jurnal itu penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebenarnya tidak harus di jurnal internasional, di jurnal nasional pun kalau kita baca banyak hal-hal baru meski berbahasa Indonesia,” ungkap Sekretaris Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum se-Indonesia (APJHI) Kukuh Tejomurti saat acara Coaching Clinic Menembus Jurnal Internasional yang digelar secara daring, Senin (18/3/2024).

Baca Juga:

Sebagai bagian dari APJHI, ia melihat adanya trend jurnal nasional yang biasanya berbahasa Indonesia mulai diubah bergaya berbahasa Inggris. Setelah diteliti, ternyata jurnal-jurnal yang beralih bahasa tersebut memiliki maksud dan tujuan untuk mendongkrak agar diterima terindeks scopus. Hanya saja, yang terjadi justru penurunan sitasi dari artikel-artikel yang diterbitkan jurnal. Hal ini tentu amat disayangkan, mengingat jurnal nasional sebetulnya masih lebih penting dalam banyak hal.

Sebelum memulai menulis artikel ilmiah yang hendak dikirimkan dalam jurnal, pegiat jurnal dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu mengingatkan pentingnya memantapkan motivasi menulis terlebih dahulu. Apakah untuk syarat lulus, output riset, diseminasi hasil riset, bermanfaat bagi orang lain, atau eksistensi dan tuntutan zaman semata.

Menurutnya, lebih ideal untuk penulis termotivasi dalam rangka menambah atau menaikkan rekam jejak publikasi personil atau meningkatkan kompetensi menulis. Dengan begitu, rekam jejak personil dapat naik, menjadi lebih dikenal, kompetensi menulis meningkat yang semua itu berimplikasi pada kenaikan pangkat/jabatan dan/atau bisa pula memperoleh insentif/hadiah.

“Ada beberapa platform yang bisa kita kenal untuk mencari jurnal-jurnal yang eligible dan tepat, juga bisa untuk mencari bahan hukum (materi/referensi) itu. Mungkin sudah tidak asing dengan Scimago, Scopus, Elsevier, DOAJ, Sinta, dan Hukumonline sekarang sudah membuat juga platform jurnal hukum di Indonesia yang bisa kita akses di situ,” terangnya.

Kukuh juga berpesan agar memperhatikan topik-topik trend dewasa ini untuk diangkat dalam tulisan artikel. Misalnya, dapat menyusuri jurnal-jurnal internasional dan nasional guna mempelajari topik trend 2-3 tahun terakhir; memastikan jika telah ada yang menulis topik yang hendak diangkat; sekaligus mengklasifikasikan apa saja topik yang sudah banyak dan belum banyak dibahas.

Apabila setelah menyusuri berbagai artikel dan jurnal dan dijumpai telah banyak yang menulis topik serupa, maka penulis patut mencari pendekatan yang berbeda dan patut mewaspadai cloned journal. Dalam fase pra-submission atau sebelum mengirimkan tulisan, penulis juga harus menentukan terlebih dahulu untuk menggarap tulisan secara sendiri (single) atau kolaborasi.

Tak hanya itu, Kukuh juga menyampaikan esensi dari penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam artikel. Penggunaan profesional editing akan diperlukan bila menggunakan bahasa internasional; memperhatikan similarity dan plagiasi yang belum tentu sama dan sama juga belum tentu plagiasi, sehingga perlu memperhatikan Prior Publication Policy pada jurnal. 

“Setelah melakukan pengembangan bahasa dan (pengecekan) similarity, barulah melakukan proses submit dan peer review. Kalau standar Sinta 2, kita asesor nilai minimal 1 artikel itu di-review 2 tahap proses. Namun, di jurnal internasional yang saya alami adalah minimal 2 reviewers,” ujarnya.

Untuk mengirimkan artikel, Kukuh juga mengingatkan penulis agar waspada terhadap predatory journals yakni jurnal yang tidak kredibel dan justru meminta bayaran berupa publication atau submission fee kepada penulis. Hanya saja, tidak lantas semua yang meminta bayaran adalah jurnal predator, tapi jurnal predator sudah pastimeminta bayaran. 

Lebih lanjut, biasanya proses dari jurnal ini sangat cepat bisa berlangsung hanya beberapa hari sampai seminggu sejak pengiriman artikel. Mereka juga tidak jelas mengenai publication date dan mempunyai ruang lingkup yang terlalu luas, biasanya mereka bersikap agresif dalam mengirim tawaran ke email penulis. “Bedakan predator dan tidak predator itu dari perilaku editor. Jadi karakter paling mudah dia melalui peer review atau tidak? Biasanya kalau predatory, tidak ada peer review,” katanya.

Tags:

Berita Terkait