Pergantian Panglima TNI Diharapkan Tidak Timbulkan Kontroversi
Utama

Pergantian Panglima TNI Diharapkan Tidak Timbulkan Kontroversi

Berkaca dari pemilihan Kapolri yang penuh hiruk pikuk.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Mahfudz Siddiq. Foto: SGP
Mahfudz Siddiq. Foto: SGP
Pergantian pejabat Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) belakangan menjadi perbincangan. Pasalnya, memasuki masa purna bakti Panglima TNI Jenderal Moeldoko, pemerintah belum mengantongi nama pengganti jenderal TNI angkatan darat bintang empat itu. Pergantian Panglima TNI diharapkan tidak menimbulkan kontroversi atau polemik di tengah masyarakat.

“Pergantian ini diharapkan tidak menimbulkan kontroversi dan kebisingan yang tidak perlu,” ujar Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di usai melakukan rapat kerja dengan Panglima TNI di Gedung DPR, Senin (8/6).

Pergantian pejabat Panglima TNI sudah jelas diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurutnya, pergantian Panglima dapat dilakukan secara bergiliran sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 ayat (4). Ayat itu menyatakan, Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, sejak era kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, tradisi menggilir pejabat Panglima secara bergantian dari ketiga angkatan, yakni Darat, Laut dan Udara. Menurutnya, tradisi bergantian sebagai budaya yang baik, sehingga perlu dipertahankan agar terjadi hubungan yang harmonis di internal TNI.

“Menurut saya itu sesuatu yang baik dan oleh TNI diterima dengan baik. Selama ini sejak diterapkan di masa Presiden Gus Dur itu kan tidak ada persoalan, baik di TNI maupun di tengah masyarakat atau pun publik,” ujarnya.

Meski menjadi hak prerogratif presiden, pemerintah mesti mempertimbangkan harmonisasi antar angkatan di tubuh TNI. Ia berpandangan, presiden maupun unsur masyarakat dan DPR mesti menjaga pergantian pejabat Panglima TNI tanpa menimbulkan polemik yang tidak perlu agar tidak terjadi disharmonisasi.

“Mudah-mudahan sih tidak ada, karena belajar dari pengalaman hiruk pikuk Kapolri kemarin rasanya capek sendiri,” katanya.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko enggan berkomentar banyak terkait proses pergantian jabatan yang akan ditinggalkannya. Menurutnya, perihal pergantian mesti bergilirian dari ketiga angkatan, perlu pertimbangan dengan kondisi politik keamanan negara serta politik pertahanan.

“Itu domain penuh hak prerogratif presiden. Kalau nanti keterlibatan TNI dalam konteks itu, dalam bentuk saran masukan ke presiden,” ujarnya.

Lebih jauh, jenderal TNI angkatan darat bintang empat itu mengatakan akan menyampaikan saran kepada presiden terkait dengan kriteria calon. Namun, soal kriteria apa saja yang akan dijadikan syarat menjadi Panglima TNI, Moeldoko enggan membeberkannya. “Itu bersifat internal,” katanya.

Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU), Marsekal Madya Agus Supriyatna, enggan berandai-andai ditunjuk menjadi pengganti Moeldoko. Menurutnya, penunjukan pejabat Panglima TNI menjadi ranah presiden. Kendati demikian, jika ditunjuk Presiden Jokowi untuk menjadi pemimpin di TNI, Agus menyatakan kesiapannya.

“Mana ada prajurit tidak siap, tugas di mana saja harus siap,” ujarnya.

Agus enggan berkomentar soal pergantian dilakukan secara bergiliran dari ketiga angkatan. Ia menilai proses pergantian selain menjadi ranah presiden, bergantung pada kondisi politik kekinian. “Itu yang tahu politik supaya enak, kalau tanya itu jangan ke saya, tanya ke presiden, masa ke saya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait